Jaksa penuntut umum (JPU), Ali Mukartono mengatakan nota keberatan atau eksepsi terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dapat menimbulkan perpecahan di anak bangsa Indonesia. Dua poin dalam eksepsi yang berpotensi menimbulkan perpecahaan adalah ucapan Ahok di Kepulauan Seribu yang mengutip surat Al Maidah ayat 51 dan isi subjudul dalam bukunya yang berjudul Merubah Indonesia.
“Pernyataan dan isi dari buku tersebut justru menimbulkan perpecahan di anak bangsa khususnya di pemeluk agama Islam dan dapat menimbulkan persoalan baru,” kata jaksa Ali Mukartono di dalam sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Selasa (20/12) seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Ahok menjadi terdakwa perkara dugaan penistaan agama karena menggunakan surat Al Maidah di hadapan warga Kepulauan Seribu. Dalam eksepsinya, Ahok mengatakan bahwa ucapannya di Kepulauan Seribu bukan untuk menafsirkan Al Maidah, apalagi menista agam Islam dan juga menghina para ulama.
Menurut Ahok, ucapan tersebut dimaksudkan untuk oknum politikus yang memanfaatkan surat tersebut secara tidak benar karena tidak mau bersaing sehat dalam pilkada. Tidak berhenti di situ, Ahok juga mengutip satu subjudul Berlindung di Balik Ayat Suci dalam bukunya tersebut. Dia mengatakan, surat Al Maidah digunakan untuk memecah belah rakyat dengan tujuan memuluskan jalan meraih puncak kekuasaan oleh oknum yang kerasukan roh kolonialisme.
Ahok melanjutkan, ayat itu sengaja disebarkan oknum elite karena tidak bisa bersaing dalam visi, misi dan program, serta integritas diri. Para politikus itu berusaha berlindung di balik ayat-ayat suci agar rakyat seiman memilihnya. Menyikapi pernyataan Ahok tersebut, Ali menilai, seharusnya Ahok tidak tidak dapat menempatkan Al Maidah padan tempatnya. Apalagi memunculkan pandangan bahwa seolah-olah Al Maidah dipergunakan sebagai alat memeacah-belah rakyat dan alat berlindung oknum politik.
“Dalam kaitan ini, terdakwa menempatkan diri seolah-olah paling benar, dengan mengharuskan kandidat kepala daerah menggunakan metode yang sama dengan terdakwa, yaitu adu program, tapi kandidat lain tidak sepaham dengan saudara termasuk gunakan Al Maidah 51 dikatakan terdakwa sebagai oknum pengecut,” kata jaksa.
Dia menuturkan seharusnya koridor yang digunakan terdakwa saat berkompetisi dalam Pilkada adalah aturan yang berlaku. Ini artinya, jika ada kandidat lain yang menggunakan metode tidak sama dengan terdakwa, maka seharusnya dikembalikan pada koridor perundang-undangan. Untuk itu, dalam kesimpulannya, jaksa menolak alasan dan keberatan Ahok dan meminta hakim untuk menolak eksepsi terdakwa serta melanjutkan pemeriksaan terhadap terdakwa.
Berdasarkan analisis dan uraian yuridis tersebut, maka seluruh alasan dan keberatan yang diajukan terdakwa dan penasihat hukum tidak berdasarkan hukum dan patut ditolak. Majelis hakim menyatakan agenda sidang Ahok ditunda hingga Selasa (27/12) mendatang. Sidang akan dilanjutkan dengan agenda putusan sela. “Sidang ditunda minggu depan dengan agenda putusan sela. Kepada terdakwa diminta untuk hadir di persidangan,” ujar Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto. (*)
LOGIN untuk mengomentari.