in

Alutsista Indonesia Harus Bisa Bersaing

Industri pertahanan Indonesia masih punya potensi tumbuh dan mampu bersaing dengan negara-negara lain. Kuncinya tidak hanya pada kualitas, namun juga harga. Kemarin (16/1), Presiden Joko Widodo menjajal Panser Anoa Amphibi terbaru buatan PT Pindad di Mabes TNI sebelum membuka rapat pimpinan TNI 2017.

Panser dengan konfigurasi 6×6 itu kemarin dijajal Presiden di danau buatan sedalam 3,5 meter yang dimiliki Mabes TNI. Kendaraan lapis baja tersebut dinaiki Presiden bersama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan tiga Kepala Staf Angkatan. “Tadi, semuanya juga deg-degan,” ujarnya.

Bagi Presiden, kualitas produk industri pertahanan Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Hanya saja, agar mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain, perlu effort yang lebih besar dari sekadar kualitas. “Perlu dilihat pmbiayaan produksi. Kalau cost-nya bisa ditekan, produk itu kompetitif di pasar,” lanjut mantan Wali Kota Solo itu.

Dia mengingatkan, produk Industri pertahanan tidak seharusnya hanya menyasar pasar dalam negeri. Industri pertahanan Indonesia harus lebih berani merambah negara-negara lain. Sebab, tidak semua negara punya industri pertahanan yang mumpuni. Itu merupakan kunci untuk membesarkan industri pertahanan Indonesia.

Selama ini, sejumlah produk Industri pertahanan Indonesia duah digunakan did beberapa negara. Panser Anoa laris dpesan negara-negara Timur Tengah, seperti Oman dan Afghanistan. PBB pun sudah membeli sejumlah panser Indonesia untuk ditempatkan di Lebanon.

Kemudian, alutsista lain yang cukup laris adalah senapan serbu (SS) dalam berbagai varian. Selain lebih ringan dan desainnya ergonomis, SS juga minim entakan saat memuntahkan peluru dan pengoperasiannya lebih mudah. Senjata jenis SS juga menjadi andalan Indonesia saat berlaga di kejuaraan menembak militer internasional.  

Sementara, saat membuka Rapim TNI, Presiden meminta TNI lebih cepat mengantisipasi semua perubahan, terutama yang bersifat global. Meskipun kondisi ekonomi dunia memang sedang lesu saat ini, namun perubahan terus bergulir di berbagain sektor.

“Misalnya, kebijakan di Amerika Serikat yang nanti akan banyak berubah setelah Presiden terpilih Donald Trump sebentar lagi dilantik,” tutur Jokowi. Dalam rapim tersebut, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan kekhawatirannya atas peta persaingan global saat ini.

Khususnya dalam meperebutkan energi, pangan dan air. “Bila kompetisi global ini berubah menjadi konspirasi dari berbagai negara besar, ini menjadi ancaman yang sangat luar biasa,” ujarnya. 

Saat ini Indonesia beruntung karena mampu memanfaatkan bonus geografi sebagai negara agraris terbesar di dunia. Program swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah membuahkan hasil, sehingga Indonesia tidak lagi ketergantungan terhadap impor Pangan. 

Gatot menuturkan, TNI AD juga dikerahkan untuk mendorong terwujudnya swasembada pangan sejak beberapa tahun terakhir. Khususnya, dalam membantu petani mendapatkan harga jual gabah yang layak. Karena itu, pihaknya menggagas sentar layanan tani terpadu yang nanti akan membantu petani mendapatkan harga yang lebih baik. 

Pengamat militer Wawan Purwanto menilai, dari sisi kualitas, alutsista produksi Indonesia sudah bisa bersaing dengan dengan produksi negara lain. “Panser Anoa dipakai di sejumlah negara, menjadi bukti kepercayaan yang tinggi terhadap kendaraan lapis baja itu,” ulasnya. 

Bahkan, senapan serbu (SS) beberapa tahun belakangan menjadi pembicaraan internasional. “Amerika Serikat sampai meminta agar senjata itu dibongkar karena menang terus,” pujinya.

Lantas, bagaimana dari segi harga? Menurut Wawan, harga alutsista sangat dipengaruhi oleh tawar menawar yang dilakukan pembeli dengan penjual. Tentu saja, harga untuk tiap pembeli tidak bisa sama karena selalu ada spesifikasi khusus yang diminta untuk ditambahkan.

Selain itu, ada faktor lain yang berpengaruh, yakni keberadaan broker alias pihak ketiga. Ketika sebuah negara membeli peralatan militer lewat pihak ketiga, bisa dipastikan harganya akan mahal. “Broker kan pasti mencari selisih juga, karena mereka mengurus ini itu,” lanjut mantan Staf Ahli Wapres bidang Keamanan dan Kewilayahan itu.

Karenanya, bila ingin harga yang lebih murah, maka pembelian harus dilakukan secara langsung alias government to government. Selisih harganya minimal bisa mencapai 15 persen dengan pembelian melalui pihak ketiga. Yang jelas, tambahnya, kualitas menjadi faktor pemicu produk industri pertahanan Indonesia laris di pasaran. 

Sebagai gambaran, harga Panser Anoa tipe meriam ada di kisaran Rp 25-30 miliar per unit. Tipe Amphibi bisa lebih murah. Kemudian, harga Senapan Serbu 2 dipatok pada kisaran Rp 9-10 juta per pucuk. Sedangkan, nilai kontrak pembuatan kapal SSV-1 sekitar USD 90 juta. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Digitalisasi Produk, Publikasi atau Sampah Promosi?

Pelaku Penembakan Tahun Baru di Istanbul Ditangkap