Ia menyebut dirinya semasa kecil “si buyung kurus dengan nama aneh”. Ayahnya dari Kenya. Ibunya lebih sibuk berinteraksi dengan negeri-negeri yang jauh. Dan, dia menghabiskan sebagian masa bocah di kepadatan Jakarta.
Latar belakang yang membuat kita –ya kita, tak cuma mereka yang berada di Amerika Serikat– memandang Barack Obama seperti tetangga di sebelah rumah. One of us.
Jadi, tak heran kalau dunia menyambut dengan gempita kala dia terpilih memimpin Amerika Serikat untuk kali pertama delapan tahun silam. Presiden kulit hitam pertama di negeri adidaya yang dikenal pongah dan kerap tak ramah terhadap segala yang tampak beda.
Obama pun jadi semacam realisasi harapan: bahwa tak ada yang tak mungkin asal orang mau bekerja keras untuk mewujudkan mimpi. Sebuah kisah tentang batas batas yang diterobos.
Delapan tahun dia memimpin, wajah Amerika yang begitu mengerikan di bawah kendali pendahulunya, George Walker Bush, pun menjadi lebih ramah. Secara terbuka dia membela hak-hak imigran dan kalangan muslim Amerika.
Berulang-ulang pula dia menekankan ancaman politik partisan yang tanpa reserve. Dan, mendorong siapa saja, khususnya warga AS, agar tak terkungkung dalam tempurung masing-masing.
Di kancah global, dia menarik pasukan dari Afghanistan. Juga terlibat aktif dalam penyelesaian krisis nuklir Iran secara damai. Obama mencanangkan pula pengurangan emisi karbon sampai 80 persen pada 2050 dengan menginvestasikan dana USD 150 miliar.
Ya, memang ada kekecewaan di sana-sini. Baik di dalam negeri maupun luar negeri. Mulai penembakan masal yang terus terjadi di berbagai kota di AS, konflik Israel-Palestina yang tak kunjung selesai, hingga krisis Syria yang seperti tak berujung.
Tapi, toh dunia melepas dengan cemas kepergiannya dari Gedung Putih. Sebab, yang akan menggantikan dia adalah sosok yang telah berkoar mencekal muslim, bertingkah melecehkan perempuan, dan berencana membangun tembok di perbatasan.
Kita cemas akan kembali menghadapi Amerika yang, seperti di era Bush, memandang dunia secara hitam-putih: bersama kami atau melawan kami. Tapi, dalam permintaan terakhirnya yang disampaikan lewat Twitter, Obama sudah mengingatkan siapa saja agar tak bergantung kepada sosok untuk melakukan perubahan.
“Kita semua bisa melakukannya,” katanya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.