Kala itu, kami berkenalan ketika masih berstatus pelajar SMA. Tidak ada kalimat perkenalan khusus. Hanya diawali dari pertanyaanku, sebagai seorang sekretaris, yang ditugaskan wali kelasa untuk mendata nama dan alamat siswa dikelas. Dia menjawab dengan penuh girang dan candaan. Berusaha untuk menertawakan diriku yang harus berkeliling menanyakan satu per satu siswa. Aku tersenyum. Menanggapi candaannya dengan candaan. Kami terbahak-bahak.
Perjumpaan kami tidak hanya sampai disana. Karena kami adalah teman sekelas, kami pun bertemu setiap hari. Keberuntungan selanjutnya datang ketika kami menjadi satu kelompok dalam tugas seni. Dengan tugas itu, kami pun memperbanyak pertemuan diluar jam pelajaran sekolah. Pertemuan berkembang menjadi perbincangan melalui sosial media. Berawal dari obrolan pelajaran, menjadi hal-hal lain yang merujuk ke kehidupan pribadi. Perlahan-lahan kami pun menjadi lebih mengenal satu sama lain. Diriku yang menyukai sastra dan dirinya yang begitu jatuh dengan teknologi.
Dikelas, kami tidak hanya berbincang. Terkadang dirinya berusaha untuk menggangguku. Mulai dari mengambil kotak pensil dan menyembunyikannya, mengambil bukuku untuk kemudian ditaruh di meja guru, mencoret-coret kulitku dengan pena, dan hal-hal iseng lain yang membuatku sebal sekaligus senang. Aku sering sekali mengejar untuk memukulnya. Kami berlari-lari bak pasangan india, begitu kata sahabatku. Tak satu haripun kami lewati tanpa berbincang melalui sosial media.
Ketika liburan natal dan tahun baru tiba, kami mengunjungi salah satu tempat tamasya di Jakarta. Belasan orang dari angkatanku, termasuk aku dan dia, bersama-sama menghabiskan satu hari disana. Setelah berputar dan memasuki beberapa arena bersama, tiba-tiba dia mengajakku untuk berjalan berdua saja, keluar dari kerumunan ini. Aku menyetujuinya. Namun, aku merasa sangat canggung dan tidak mengerti apa yang harus aku lakukan. Hatiku begitu berdebar dan kurasa pipiku berubah merah merona. Dia mengajakku makan siang, namun aku menolak karena malu.
Beberapa hari kemudian, kami mengunjungi tempat wisata lain. Setelah bersenang-senang disalah satu tempat, kami memutuskan untuk mengunjungi mall terdekat disana. Kami kehabisan ide untuk menghabiskan waktu, sampai akhirnya kami ingin mencari tempat makan.
Ketika kami menuruni eskalator, aku dan dia sedang berjalan bersampingan. Tiba-tiba dia mengatakan bahwa ingin menyampaikan sesuatu kepadaku. Hatiku mulai berdetak tak karuan.
Dan akhirnya, diatas eskalator yang berjalan, kami pun memutuskan untuk berpacaran. Tiga puluh menjadi sebuah tanggal yang begitu bermakna. Hanya satu yang ada dipemikiranku, semoga kau adalah orang yang tepat.
Terima kasih, karena telah memberikan warna pada masa putih abu-abuku.
kamu juga bisa menulis karyamu di vebma,dibaca jutaan pengunjung,dan bisa menghasilkan juta rupiah setiap bulannya,