in

Bagaimana Mencegah Perundungan

Adhia Rizki Ananda
Guru MAN 1 Sijunjung

Beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan penangkapan, seorang anak pimpinan pondok pesantren yang dijadikan tersangka kasus pemerkosaan santriwati di pondok pesantrennya.

Kasus ini menjadi atensi masyarakat karena sulitnya tersangka untuk ditangkap dan setelah itu seperti muncul beberapa kasus serupa yang terjadi di pesantren. Dan beberapa hari kebelakang muncul lagi kasus perundungan atau bulying di salah satu daerah di Jawa Barat dimana kasus ini menyebabkan dampak kematian bagi korbannya karena depresi.

Kita merasa miris dengan kejadian-kejadian ini karena menyebabkan hilangnya masa depan anak, dan pasti kita tidak ingin hal ini terjadi pada anak kita sendiri.

Kejadian perundungan atau bulying bisa terjadi dimana saja, berkaca pada kasus yang terakhir perundungan tidak saja dilakukan secara verbal seperti penghinaan terhadap fisik, mengejek orang tua dan keluarga tapi juga sudah mengarah kepada perekaman dan pemaksaan dalam berbuat asusila.

Dimana dampak psikis pada korban sangat besar sekali, apalagi jika hasil rekamannya tersebar dan viral seperti yang terjadi di jawa barat. Perundungan dikalangan pelajar dan anak-anak harus kita cegah karena terkadang bukan hanya sebagai candaan tapi sampai menjadi pelanggaran hukum serius.

Pihak pertama yang harus proaktif dalam mencegah perundungan atau bulying adalah sekolah. sekolah harus menutup lokasi – lokasi yang rawan menjadi tempat perundungan,  hal ini bisa dilakukan dengan menyediakan tenaga keamanan dan kamera pengawas di tempat rawan bulying.

Melalui bimbingan konseling dan guru agama memberikan materi kesadaran bahwa manusia adalah sama, tidak ada perbedaan sehingga tidak layak untuk saling menghina, kemudian  membentuk tim anti bulying bisa dalam bentuk ektrakurikuler atau bentuk kegitan lainnya di tengah siswa sehingga siswa sendiri yang aktif didalam memerangi bulying.

Pihak kedua masyarakat, masyarakat juga harus proaktif dalam mengawasi kegiatan remaja dilingkungannya, tidak boleh abai dan membiarkan jika melihat terjadinya bulying. Masyarakat dapat menegur, melerai dan melaporkan kepada fihak yang bertanggung jawab jika melihat kasus bulying.

Pihak ketiga orang tua, orang tua harus aktif mengawasi pergaulan anaknya, orang tua juga harus memahami bahwa pergaulan anak tidak saja di dunia nyata tapi juga di dunia maya, artinya orang tua harus mampu juga mengawasi anak di dalam dunia maya.

Kebanyakan orang tua tertinggal dengan anaknya dalam perkara teknologi  sehingga orang tua tidak dapat pengikuti perkembangan anaknya di dunia maya. Bahkan dalam beberapa kasus banyak orang tua yang tidak dapat membuka smartphone anaknya sendiri, yang menyebabkan anaknya lepas dari pengawasan.

Lalu apa yang harus dilakukan orang jika kita mendapati anak sebagai pelaku bulying atau korban bulying sendiri. Jika mendapati anak sebagai pelaku bulying orang tua tidak boleh membiarkannya harus menasehatinya dan berusaha untuk mengajarkannya meminta maaf kepada anak yang dirundung, berilah hukuman yang terukur sebagai efek jera kepada anak.

Jika anak kita adalah korban bulying orang tua tidak boleh membiarkannya dan menganggap hanya kenakalan remaja biasa paling tidak orang tua harus menguatkan mental anaknya agar tidak terpuruk, membangun self defense baik dengan mengajarkan ilmu beladiri atau lainnya agar tidak terus menjadi korban, dan menjelaskan bahwa bulying tidak baik agar tidak balas dendam menjadi pelaku bulying kepada anak yang lebih lemah.

Kemudian orang tua mesti proaktif melaporkan pristiwa bulying yang menimpa anaknya, baik kepada sekolah jika terjadi di sekolah atau yang bertanggung jawab di masyarakat jika terjadi di tengah masyarakat, dan mengobati psikisnya kepada ahli jika terdapat trauma pasca perundungan. (***)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Dra. Yasmi, M.Pd: Pegiat Literasi Sumbar, Tak Patah Arang Tularkan Ilmu!

SMA Taruna Sumatera Barat, Alumninya Banyak Jadi Aparat!