Mentawai daerah kepulauan yang punya ombak luar biasa indah dan menantang para surfer dari berbagai negara. Mereka menari dengan papan seluncur (surfing) di gulungan ombak itu.
Namun, potensi besar itu dinilai belum berdampak pada kehidupan dan perekonomian masyarakat. Untuk itu, Paulus, putra Mentawai mengajak membangun Mentawai dengan hati.
“Jangan setengah hati, Mentawai itu tidak miskin. Bangun Mentawai, sejahterakan masyarakatnya. Selama ini tidak sepenuh hati dan sungguh-sugguh. Bahkan cerita miskin dan kepedihan serta ancaman gempa besar menjadi manfaat lain bagi pengambil kebijakan,” ujar Paulus.
Soal produk pangan lokal, ada sagu, keladi dan pisang. Namun, katanya untuk sagu kini tidak jadi makanan pokok. “Sudah bergeser ke beras, alasan praktis bisa menjadi alasan pergeseran itu,” ujar Paulus.
Hal itu diungkapkannya dalam dialog dan sosialiasi bertajuk Kemilau Mentawai #2yang merupakan koloborasi Ranah Rantau Circle dengan Ukhuwah Islamiyah 12-89 (Alumni SMA 12 Jakarta.
Selain diskusi dan sosialisasi ada aktivitas donasi buku, pakaian dan sembako, lalu pemasangan solar cell dan lampu dermaga pompong.
Kemilau Mentawai #2 berlangsung 16-19 Juli 2022 di Dusun Baikeuleuk dan Tinambu Siberut Mentawai Sumatera Barat.
“Ini bentuk kepedulian terhadap upaya bersama memberdayakan masyarakat Mentawai khususnya di Siberut,” ujar Founder Ranah Rantau Circle Ilhamsyah Mirman pada Dialog dan Sosialisasi bertajuk “Pengolahan Produk Pangan Lokal”, Jumat (15/7/2022) di Kubik Koffie.
Akademisi Universitas Negeri Padang Dr Wirda Nengsih pada dialog mengatakan kearifan lokal Mentawai harus disemai terus. Jangan sampai terdegradasi oleh pembangunan dan kemajuan teknologi informasi.
“Silakan bangun dan majukan Mentawai tapi jangan punahkan kearifan lokal yang hebat dari Mentawai tersebut, Kemilau #2 ini bagian dari ikhtiar bersama bagaimana pisang dan keladi Mentawai itu punya nilai jual lebih tidak ditentukan harganya oleh cukong,” ujar Wirda Nengsih. (rel)