JAKARTA – Akibat terhentinya aktivitas perusahaan selama pandemi Covid-19, diperkirakan bakal banyak korporasi berpotensi gagal bayar (default) kewajibannya yang jatuh tempo pada semester II-2020 karena kesulitan likuiditas.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Bobby Gafur Umar menanggapi data yang disampaikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai jumlah obligasi korporasi yang akan jatuh tempo terhitung periode Juni hingga Desember 2020 sebesar 117 triliun rupiah. Surat utang tersebut meliputi obligasi yang diterbitkan perusahaan BUMN dan non-BUMN.
Menurut dia, dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian sangat besar pada kuartal II dan kuartal III- 2020. Walaupun pemerintah sudah mulai transisi ke new normal, tetapi bagi dunia bisnis masih terasa dampak langsung maupun yang tidak langsung. Bisnis yang terdampak langsung terutama industri perhotelan dan restoran yang tiba-tiba berhenti total.
“Mereka minta pinjaman ke bank direstrukturisasi, tetapi tidak gampang karena bank sendiri butuh likuiditas. Karena itu, dikhawatirkan akan banyak yang default,” katanya kepada Koran Jakarta, Kamis (4/6).
Jika perusahaan gagal bayar, otomatis rating perusahaan akan anjlok dan tidak bisa mengajukan pinjaman lagi ke bank ketika perekonomian berjalan baik kembali. “Perusahaan itu kondisinya akan sulit sekali untuk recovery. Ini situasi yang sangat sulit dan akan berdampak kepada kinerja para emiten,” jelas Bobby.
Anggota AEI, tambah Bobby, sudah banyak yang mengajukan restrukturisasi, tetapi pengajuannya dilakukan tanpa publikasi karena mereka khawatir jika ketahuan punya utang jatuh tempo, maka sahamnya berpotensi semakin turun. “Kalau belum default, tidak akan bicara. Tapi kalau sahamnya turun banyak, baru bilang,” katanya.
Dia mengimbau OJK agar membuat mekanisme pelonggaran standar-standar ketidakmampuan pembayaran sehingga para obligor tidak default. Mereka difasilitasi untuk bernegosiasi dengan kreditor, baik bank maupun pemegang obligasi (kreditor) lainnya agar bisa bertahan sembari menunggu bisnisnya jalan kembali.
Memantau Emiten
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen, mengatakan untuk emiten yang menerbitkan surat utang atau sukuk sudah ada mekanisme restrukturisasinya, apabila kesulitan likuiditas untuk membayar bunga maupun pokok. Pengambilan keputusan tersebut diperoleh melalui Rapat Umum Pemegang Obligasi atau sukuk.
“Kewajiban itu umumnya kepada bank dan pemegang obligasi serta kewajiban piutang usaha. Saat ini, outstanding surat utang korporasi yang jatuh tempo mencapai 117 triliun rupiah,” kata Hoesen.
Sebagai regulator, pihaknya bersama beberapa perusahaan pemeringkat mencermati dan memantau para emiten. OJK juga telah berkomunikasi dengan beberapa investor, baik domestik maupun global.
“Mudah-mudahan ini kita bisa lalui dan beberapa emiten sudah melakukan keterbukaan informasi atas kemampuan bayar maupun ketepatan waktu membayar pokok dan bunganya,” jelas Hoesen. n yni/E-9