in

Banyak “PR” untuk Implementasikan Pancasila

Perjalanan bangsa Indonesia menuju HUT ke-72 Republik Indonesia (RI) pada 17 Agustus 2017 masih diwarnai oleh sejumlah insiden. Semua itu dapat dikatakan menguji kembali relevansi Pancasila, terutama makna nilai-nilai moral pada kesatuan bangsa Indonesia.

Kejadian demi kejadian yang tampak kurang mencerminkan nilai-nilai Pancasila masih tampak dalam kehidupan sehari-hari. Bisa disebutkan beberapa contoh di sini, antara lain persekusi oleh sekelompok massa di media sosial, korupsi, hingga radikalisme, dan tindak kekerasan mewarnai kehidupan negeri ini.

Masyarakat masih perlu mendalami apa yang pernah diajarkan oleh guru-guru pada kurikulum 1994 mengenai Pendidikan Moral Pancasila yang kemudian menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam beberapa kesempatan menekankan agar pendidikan, selain pelajaran akademis, juga mengajarkan nilai-nilai sosial di luar kelas.

Presiden Jokowi bahkan meminta siswa-siswi agar diberi pekerjaan rumah (PR) terkait kegiatan sosial. PR tersebut, antara lain menjenguk kerabat yang sakit atau bekerja bakti yang mungkin saat ini sudah jarang terdengar di kota besar di Tanah Air.

“Bisa saja mereka diberikan PR, misalnya, menengok tetangganya yang sakit. PR-nya itu menengok tetangganya yang sakit atau menengok kawannya yang sakit,” kata Jokowi saat membuka rapat koordinasi pimpinan nasional PGRI, di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, baru-baru ini.

Memberi makan kaum dhuafa serta membersihkan lingkungan bersama diharapkan dapat mengembalikan rasa tenggang rasa dan sikap saling menghargai kepada sesama, baik yang berbeda agama maupun suku dan ras.

Kepala Negara meminta masyarakat tidak meninggalkan sikap dan karakter bangsa Indonesia yang terkenal akan keramahannya, sopan santun, dan memegang teguh nilai agama serta budaya.

Menggerus Karakter

Perkembangan teknologi media dan gawai yang semakin maju serta cepat dapat menggerus karakter bangsa yang santun. “Anak-anak kita belajarnya akan banyak di media sosial, belajarnya dengan smartphone.

Kalau isinya bagus-bagus tidak apa, tapi kalau ambilnya yang jelek-jelek, padahal belum diisi karakter SDM kita, maka dikhawatirkan munculnya SDM-SDM yang tidak baik,” ujar Jokowi.

Pemerintah menilai perang saat ini sudah beralih kepada perang budaya. Intervensi kepada budaya tidak terlihat secara fisik karena beralih kepada gambar atau tontonan. Kepada para generasi muda, Jokowi meminta untuk dapat menyaring informasi dan bertanggung jawab dalam menggunakan media sosial maupun gawai pintarnya.

Jika generasi muda maupun masyarakat Indonesia pada umumnya tidak memahami makna nilai-nilai dalam Pancasila dan semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika, perpecahan rentan terjadi di tengah kemajemukan dan keberagaman bangsa.

Selain membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP), Jokowi dalam mempromosikan Pancasila kepada generasi muda dan siswa-siswi sekolah juga memberi kuis penghafalan Pancasila saat blusukan ke daerah-daerah.

Selain pengajaran formal dari lembaga pendidikan, pemerintah menganjurkan agar peningkatan moral generasi muda dilakukan melalui prasarana atau ring terdekat individu yaitu keluarga. Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki, menjelaskan bagaimana nilai-nilai Pancasila perlu terus ditanamkan, khususnya kepada generasi muda.

Teten menilai terdapat kekosongan promosi nilai-nilai Pancasila setelah zaman Orde Baru. Kreativitas yang akan dilakukan dalam promosi nilai-nilai Pancasila juga dinilai penting agar penanaman ideologi dapat meresap serta dipahami dan mempererat bangsa.

“Mengingatkan kembali bahwa Indonesia itu masyarakatnya heterogen, warga memiliki keberagaman dalam banyak hal seperti agama, kebudayaan, suku, bahasa, dan sebagainya. Masyarakat yang beragam ini sudah lahir lebih dulu daripada negara RI,” ujar Teten.

Pemerintah ingin agar keluarga juga melakukan perannya menanamkan nilai-nilai moral dan Bhinneka Tunggal Ika. Sebagai personal terdekat mulai sejak lahir hingga menjadi dewasa, orang tua di dalam keluarga memiliki peran besar dalam mendidik sikap generasi muda.

Anggota keluarga hendaknya dapat saling mengajarkan sikap tenggang rasa dan kerukunan hidup dalam perbedaan yang begitu banyak terdapat di Indonesia. “Memang kemudian ini bukan hanya tugas negara, keluarga berperan penting tanamkan nilai-nilai kemajemukan,” jelas Teten.

Indonesia telah mencapai kemerdekaan melalui Proklamasi pada 72 tahun yang lalu. Kendati demikian, tidak ada batasan usia bagi bangsa ini untuk terus menyiarkan semangat Bhinneka Tunggal Ika sebagai pemersatu bangsa, terutama saat zaman teknologi media dan gawai yang semakin cepat nan canggih. YK/Ant/N-3

What do you think?

Written by virgo

Pemkab Banyuwangi Dorong Kreativitas Warga Desa

Hotel Unik, Ranjangnya Pakai Mobil Mercedez!