Kerusuhan yang pecah di Stadion Kanjuruhan Malang pada Sabtu malam (1/10) hingga Minggu dini hari (2/10) menyisakan banyak cerita pilu. Salah satunya diungkapkan Bagus Pamungkas, wartawan Jawa Pos yang bertugas meliput laga lanjutan Liga 1 antara tuan rumah Arema FC melawan Persebaya Surabaya itu.
Laga tersebut berakhir dengan kekalahan 2-3 tuan rumah dari rival klasiknya. Nah, kekalahan itulah yang akhirnya memicu emosi pendukung Arema FC, Aremania, untuk kemudian menyerbu ke dalam lapangan Stadion Kanjuruhan.
Dilansir dari Jawapos.com, Bagus menuturkan, ketika dirinya dan para jurnalis lainnya berupaya keluar dari Stadion Kanjuruhan, gas air mata dilemparkan ke arahnya. Ia berusaha menyelamatkan diri. Saat itulah matanya tertuju pada seorang ibu yang menggendong anaknya. “Ibu paruh baya itu sambil menangis menggendong anaknya. “Ya Allah anakku gak onok (meninggal),” kata Bagus menirukan ucapan ibu tersebut.
Bagus menambahkan, saat itu keadaan sudah tak terkendali, sehingga korban pun bertumbangan. “Situasinya chaos. Polisi melempar gas air mata ke arah tribun. Kami berupaya menyelamatkan diri,” ujarnya.
Atas kericuhan itu, polisi memberikan keterangan awal terdapat 40 orang meninggal dunia. Namun dalam perkembangannya, ada 129 orang yang meninggal, termasuk dua anggota kepolisian yang bertugas.
Bagus menuturkan, kondisi di dalam stadion penuh kepanikan. Suporter berhamburan berupaya menyelamatkan diri masing-masing. Namun justru banyak suporter yang kehilangan nyawa di tengah kepanikan yang terjadi. Karena panik, tak pelak terjadi saling dorong, bahkan saling injak, hingga memperparah jatuhnya korban. “Kami para jurnalis memutuskan tinggal untuk menemani dan membantu yang kehilangan,” ujarnya.
Direktur Utama PT LIB, Akhmad Hadian Lukita, memastikan bahwa pertandingan akan dihentikan sementara, sembari menunggu investigasi lebih lanjut. “Keputusan tersebut kami umumkan Setelah mendapat arahan dari Ketua Umum PSSI,” ujar dia dalam keterangan resminya, Minggu (2/10) dini hari. (JPG/riz)