Beberapa waktu lalu, para ilmuwan dunia mendesak World Health Organization (WHO) untuk menginformasikan pada publik bahwa terdapat kemungkinan transmisi virus SARS-CoV-2 lewat udara (airborne).
Mengutip keterangan tertulis Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), beberapa penelitian menunjukkan penularan airborne terjadi ketika dilakukan tindakan yang menghasilkan aerosol.
Setelah tindakan nebulizer dengan tenaga tinggi jet, satu penelitian eksperimen menunjukkan RNA virus SARS-CoV-2 berada pada sampel udara selama tiga jam.
Penelitian lain menyebutkan bahwa sampel virus berada di udara selama 16 jam, dan masih ditemukan virus yang bisa bereplikasi ketika masuk ke dalam sel.
Hal tersebut dilakukan secara eksperimen yang menginduksi aerosol yang tidak terjadi pada kondisi batuk pada manusia secara normal.
Pada 9 Juli 2020, WHO mengeluarkan panduan terbaru terkait cara transmisi SARS-CoV-2. Perbedaan signifikan penularan airborne dan droplet adalah airborne dapat menular pada jarak >1 meter, sementara droplet <1 meter.
Airborne disebutkan bertahan lama, sementara droplet tidak. Pada kondisi di luar lingkungan fasilitas medis, beberapa kejadian luar biasa berkaitan dengan ruangan tertutup/ indoor yang padat.
WHO menyatakan kemungkinan terdapatnya penularan secara airborne pada kondisi ruang tertutup (indoor), ramai dan ventilasi yang kurang baik. Namun, WHO belum menyatakan secara pasti jika COVID-19 menular secara airborne.
Dengan terdapatnya risiko penularan secara airborne, terutama pada ruangan tertutup, Pengurus pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PPDI) pada 11 Juli 2020 lalu telah mengeluarkan imbauan:
- Masyarakat tetap waspada dan tidak panik.
- Menghindari keramaian baik itu tempat tertutup maupun tempat terbuka.
- Menggunakan masker dimana saja dan kapan saja bahkan dalam ruangan.
- Menciptakan ruangan dengan ventilasi yang baik (jendela dibuka sesering mungkin)
- Tetap menjaga kebersihan tangan serta hindari menyentuh wajah sebelum cuci tangan
- Tetap menjaga jarak pada aktivitas sehari-hari.