Kementerian Luar Negeri RI menghimbau warga Indonesia yang tengah berada di Filipina untuk lebih waspada menyusul darurat militer yang diumumkan Presiden Rodrigo Duterte di kawasan Pulau Mindanao pada Selasa (23/5). Darurat militer diumumkan Duterte di kawasan itu menyusul bentrokan sengit antara militer dan kelompok militan Maute di Marawi, menewaskan tiga anggota pasukan keamanan dan mencederai 12 lainnya.
“Sejak beberapa bulan lalu Konsulat Jenderal RI di Davao sudah mengeluarkan seruan kepada WNI di Filipina bagian selatan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap situasi keamanan di sana. Seruan itu belum dicabut [sampai har ini],” tutur Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Kemlu RI Lalu Muhammad Iqbal pada Rabu (24/5), dilansir dari CNN Indonesia.
Meski begitu, Iqbal mengimbau WNI di Filipina untuk tetap tenang karena kondisi di Mindanao secara umum normal. Bentrokan militer dan militan, tuturnya, hanya terkonsentrasi di sekitar Marawi. Sejak pertempuran terjadi, militer mengatakan 500 tentara bala bantuan tengah dikerahkan. Mereka optimis bisa mengakhiri konflik ini lebih cepat.
Duterte pun terpaksa membatalkan pertemuannya dengan Medvedev demi kembali ke negaranya. Dia akan kembali ke Rusia pada Selasa pekan depan untuk bertemu Presiden Vladimir Putin. Operasi militer ke kota berpenduduk 200 ribu orang ini dilakukan untuk menangkap Isnilon Hapilon, pemimpin kelompok Abu Sayyaf dan memberangus militan di kawasan mayoritas Muslim itu.
Abu Sayyaf dan Maute merupakan kelompok militan yang telah berbaiat kepada ISIS dan menjadi salah satu ancaman keamanan Filipina selama ini. Abu Sayyaf dikenal dengan penyanderaan serta pembajakan kapal asing dengan tuntutan tebusan. Kini, kelompok itu masih menahan sekitar 19 orang, tujuh di antaranya merupakan warga negara Indonesia. Pemerintah RI terus berkoordinasi dengan Filipina untuk mengupayakan pembebasan ketujuh orang tersebut.
LOGIN untuk mengomentari.