Dewan Pers telah menuntaskan verifikasi terhadap 77 perusahan pers. Hasil verifikasi yang diumumkan dalam peringatan Hari Pers Nasional di Ambon, Maluku itu dilakukan untuk memastikan pengelola media menegakkan profesionalitas dan perlindungan pada jurnalis. Sedianya media yang lulus verifikasi ini akan diberikan penanda.
Penanda berupa lambang, kode, video atau suara diharapkan mampu menangkal media atau berita dusta, fitnah atau hoax. Dewan Pers mencatat ada 43 ribu media abal-abal. Juga berkali-kali menerima pengaduan terkait media abal-abal itu. Bagi Dewan Pers media semacam itu tak masuk produk jurnalistik sehingga tak dipersoalkan ketika diblokir Kominfo atau berurusan dengan kepolisian.
Bisa jadi demikian. Ada yang mendapat manfaat, ada juga yang memanfaatkan munculnya media terutama di dunia maya. Apalagi jelang pemilihan kepala daerah serentak di 101 daerah, laris manis lah hoax bertebaran. Tapi memberikan penanda telah lulus verifikasi malah bisa jadi kontraproduktif.
Itu sebab sejumlah kelompok pekerja media dan industri kreatif menolak pemasangan penanda itu. Aturan dan mekanisme verifikasi dianggap masih bermasalah. Penanda ala Dewan Pers juga bisa menghasilkan efek merugikan jurnalis. Verifikasi misalnya diberlakukan hanya bagi media yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT). Padahal di Undang-Undang Pers tak mensyaratkan PT, yang penting perusahaan pers terdaftar sebagai badan hukum.
Efek lainnya pembatasan kerja bagi para wartawan. Muncul kekhawatiran, nara sumber atau lembaga menolak diwawancarai lantaran medianya belum memiliki penanda lolos verifikasi. Padahal media itu bisa saja tengah dalam proses verifikasi, tengah merintis, atau berbadan hukum di luar PT.
Karena itu sepatutnya Dewan Pers memperbaiki kembali mekanisme dan menunda penanda. Demi tetap memastikan pers yang bebas dan profesional.