Diduga jadi korban penganiayaan selama hampir tiga tahun oleh keluarga ibunya, seorang bocah perempuan berusia 9 tahun asal Kota Padang, membacakan surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Surat terbuka itu dibacakannya melalui video berdurasi 2 menit 44 detik. Di dalam video, bocah perempuan yang diketahui berinisial ARA tersebut menceritakan bahwa ibunya telah meninggal dunia.
Untuk itu, dia memohon keadilan hukum dari Presiden Joko Widodo kepada dia dan adiknya, lantaran sudah tiga tahun mengalami penganiayaan berupa kekerasan fisik hingga psikis dari keluarga ibunya.
ARA menyampaikan, tindakan penganiayaan yang dialami selama tiga tahun itu, berupa kekerasan fisik seperti dipukul, ditinju, dicubit, bahkan pernah dihukum berdiri dari pukul 10 malam sampai pukul 3 dinihari, hanya karena persoalan terlambat pulang mengaji.
“Kepala saya juga pernah dibenturkan ke dinding hingga saya pingsan dan dia (pelaku, red) membiarkan saya begitu saja. Adik saya yang mengobati saya,” katanya dalam video tersebut.
Sedangkan, tindakan dugaan penganiayaan juga dialami oleh adiknya sejak masih duduk di bangku taman kanak-kanak (TK). Bahkan, dia juga juga pernah dipaksa dan diancam untuk membuat surat damai dan video agar keluarga ibunya tidak berurusan lagi dengan pihak kepolisian.
“Saya mohon kepada Bapak Presiden dan Ibu Puan Maharani untuk memberikan keadilan dan penanganan hukum untuk pelaku penganiayaan anak di bawah umur, dan rasa keadilan kepada saya dan adik saya. Semoga bapak presiden selalu memperhatikan anak-anak di bawah umur yang dianiaya oleh orang dewasa,” ujarnya.
Saat dikonfirmasi Padek.co melalui pertemuan langsung di rumahnya, Ayah ARA, AE, membenarkan tindakan penganiayaan yang dialami anaknya dari keluarga ibunya.
AE menuturkan, awal tindakan penganiayaan tersebut diketahuinya 4 Mei 2018 lalu, saat dia hendak menjemput anak-anaknya ke rumah keluarga ibunya, lantaran pada waktu itu ARA berulang tahun.
“Saya datang ke rumah anak (rumah peninggalan almarhumah mama anak-anak). Adek ARA lantas memberitahu kepada saya kalau ARA seluruh badannya lebam akibat penganiayaan,” sebutnya, Jumat (4/7/2020).
Dia menambahkan, awalnya dia sama sekali tidak mempercayai ucapan adik ARA. Namun, setelah dilakukan pengecekan ternyata benar bahwa hampir seluruh tubuh anak perempuannya itu lebam dan berwarna biru akibat kekerasan fisik.
“Lantas saya menanyakan kepada pelaku, katanya ini bentuk pelajaran buat anak. Tapi setelah saya selidiki ternyata ini perlakuan yang berulang selama hampir 3 tahun,” ujarnya.
AE mengatakan, tindakan penganiayaan menyebabkan ARA dan adiknya mengalami ketakutan dan trauma berat terhadap orang dewasa. “Mengetahui semua perbuatan pelaku, tanggal 7 Mei 2018 saya melapor ke kepolisian,” tukasnya.
Terpisah, Kuasa Hukum korban, Poniman Agusta mengatakan, perkara yang dialami oleh kliennya, merupakan tindak pidana oleh oknum YS yang merupakan adik kandung nenek korban.
“Dugaan tindak pidana ini telah diproses dan sudah masuk ke ranah pengadilan. Terdakwa penganiayaan dituntut pidana penjara selama satu tahun masa percobaan tiga bulan dan akan menjalani sidang vonis pada Rabu 8 Juli 2020 nanti,” kata Poniman.
Poniman menambahkan, kejadian dugaan penganiayaan anak di bawah umur ini diketahui sejak tahun 2018. Pada saat korban serumah dengan pelaku, karena ibu kandung korban meninggal dunia dan tinggal bersama adik neneknya, di situlah terjadi tindak penganiayaan.
Terkait surat terbuka yang dibuat serta dibacakan oleh korban, Poniman menilai hal itu memang sudah diinginkannya dari awal, karena banyak kejanggalan yang terlihat dalam kasus penganiayaan ini.
“Ini harus menjadi perhatian bagi pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo. Bagaimana anak yang menjadi korban tindak pidana penganiayaan ini mendapat perhatian pemerintah dan pelaku dihukum berat,” ujar Poniman. (*)