Kapolda Kepri: Kalau Terbukti, Kita Proses
Sebanyak delapan guru dan santri Pondok Pesantren Darul Hadits di Jorong Tampuniak, Nagari Kototangah, Kecamatan Tilatangkamang, Agam, dideportasi Malaysia melalui Batam, Selasa (10/1).
Sebelum dideportasi otoritas Malaysia, kedelapannya juga sempat dikenakan status not to land (NTL/ tidak mendarat) oleh imigrasi Singapura.
Kedelapan guru dan santri itu, yakni Farhat Hidayat, Anif Sadiki Alman, Amril, Syukri Alhamada, Ilvan Aktarozi, Muhammad Hijrah, Ridce Elfi Hendra dan Hendi Ardiansyah Putra.
“Alasan utamanya (dideportasi, red), ditemukan gambar/foto di ponsel mereka terkait ISIS. Karena itu, mereka dideportasi dari Singapura ke Malaysia,” terang Dirjen Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Lalu Muhammad Iqbal.
Informasi yang diperoleh Padang Ekspres, awalnya rombongan ini berangkat ke Malaysia untuk berobat dan belajar sistem pendidikan agama Islam pada 3 Januari lalu.
Mereka tinggal di Kuala Lumpur selama tiga hari. Seusai itu, rombongan melanjutkan perjalanan ke Malaka untuk berobat di Dr R Venugopal (THT) yang terletak di pusat Mahkota Medical.
“Salah seorang anggota mereka yang berobat. Mereka juga sempat tinggal semalam di Perlis,” kata Iqbal. Anggota rombongan dimaksud, tak lain Ridce Elfi Hendra sakit pada bagian telinga dan membutuhkan perawatan medis. Ridce sendiri adalah ketua rombongan.
Tepat pada 7 Januari, tambah Iqbal, rombongan bertolak ke Pattani. Di sana, mereka mencari madrasah untuk belajar sistem pendidikan. Keesokan harinya, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Perak memakai bus menuju ke Johor Bahru. Di sana, mereka sempat mampir ke Masjid Annur Larkin sebelum menuju Singapura.
Pada 9 Januari, mereka memasuki Singapura melalui Johor. Rencananya, mereka menginap di Singapura selama semalam. Mereka tiba di Woodlands Singapura sekitar pukul 03.00 waktu Singapura.
Nah, di sini bukan hanya dokumen keimigrasian saja dicek petugas imigrasi Singapura. Mereka juga mengecek ponsel para WNI tersebut. “Dari hasil pengecekan, ditemukan foto bergambar bendera ISIS pada ponsel milik Ridce Elfi Hendra,” terang Iqbal.
Berdasarkan laporan dari pihak imigrasi Singapura, Unit Anti-Teror Kepolisian Malaysia (E8 IPK) langsung menangani 8 WNI tersebut. Selasa (10/1), dilakukan pendalaman terkait masalah tersebut.
Berdasarkan pendalaman itu, E8 IPK membuat dua kesimpulan. Pertama, para santri itu mengamalkan ajaran ahlussunah wal jamaah (seperti kebanyakan umat Islam di Indonesia dan Malaysia) dan tidak mendukung ISIS.
Kedua, gambar-gambar tersebut diterima secara tidak sengaja dari grup WhatsApp. Karena itu, mereka dibebaskan.
“Namun, mereka harus meninggalkan Malaysia saat itu juga. Mereka selanjutnya dipulangkan melalui Batam dan diserahkan untuk penanganan, serta pendalaman lebih lanjut kepada Polda Kepri,” terang Iqbal.
Selasa (10/1), mereka tiba di Pelabuhan Internasional Batam Centre menumpang Kapal Ferry MV Marina Line. Kabag Penum Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan, mereka ditangani Polda Kepulauan Riau untuk diperiksa lebih lanjut.
Di sisi lain, Kapolda Kepri Irjen Pol Sam Budigusdian pada RPG menyebutkan bahwa pihaknya masih melakukan pemeriksaan.
“Dari pengakuan salah seorang terduga, foto itu berasal dari grup WhatsApp. Dulu, dia mengikuti grup tersebut. Namun, sekarang sudah tak lagi. Tapi, masih ada beberapa foto tersimpan di handphone-nya,” ucap Sam.
Bila kedelapannya tidak terlibat ISIS, Sam menegaskan, pihaknya segera melepaskannya. Namun bila ada bukti keterlibatan, maka pihak kepolisian akan melakukan proses lebih lanjut.
Kepala Imigrasi Kelas I Khusus Batam Teguh Prayitno membenarkan diamankan delapan orang terduga teroris. “Karena mereka diduga teroris, kami serahkan ke kepolisian untuk pemeriksaan lebih lanjut,” ucapnya singkat. (*)
LOGIN untuk mengomentari.