in

Divestasi Saham Freeport untuk Bangsa Indonesia

Negosiasi alot berbulan-bulan antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT Freeport Indonesia (Freeport) terkait pengelolaan tambang bijih tembaga, emas dan perak yang terletak di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua itu mulai menampakkan titik terang. Tiga poin krusial negosiasi yang selama ini mengganjal hampir disepakati. Salah satunya tentang kewajiban Freeport melakukan divestasi 51% sahamnya. Tadinya, Freeport ngotot bertahan pada angka 30% (Bisnis Indonesia, 22/8/2017). 

Peserta Indonesia

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (PP No 1/2017), divestasi saham perusahaan tambang mineral dan batu bara milik asing seperti Freeport dilakukan secara berjenjang. Pihak pertama yang paling berhak mendapatkan penawaran pembelian saham Freeport yang didivestasi adalah Pemerintah Republik Indonesia. 

Hak menerima penawaran atau membeli selanjutnya jatuh kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua atau Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika, jikalau Pemerintah Republik Indonesia melepas haknya tersebut. Apabila Pemerintah Daerah Provinsi Papua atau Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika juga melepas hak mereka, pihak selanjutnya yang berhak adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). 

Pemegang kesempatan paling terakhir membeli saham divestasi Freeport adalah badan usaha swasta nasional, manakala BUMN dan BUMD juga melepaskan hak mereka (Pasal 97 ayat (3) PP No 1/2017). 

Semua pihak-pihak di atas disebut sebagai peserta Indonesia, yaitu pihak-pihak dalam negeri Indonesia yang berhak mendapat penawaran dan/atau membeli saham divestasi. 

Penegasan saham divestasi harus dipindahtangankan kepada peserta Indonesia merupakan salah satu upaya konkret membumikan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang mengamanatkan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Divestasi Melalui IPO 

Pada tanggal 18 Januari 2017, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 09 Tahun 2017 tentang Tata Cara Divestasi Saham dan Mekanisme Penetapan Harga Saham Divestasi pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Permen ESDM No 09/2017). 

Sebuah mekanisme baru divestasi diperkenalkan di dalam Peraturan Menteri ini, yaitu divestasi melalui initial public offering (IPO) atau divestasi melalui penawaran umum di bursa saham yang sebelumnya tidak dikenal dalam hukum positif kita.  Rumusan Pasal 10 ayat (1) Permen ESDM No. 09/2017 berbunyi “Dalam hal penawaran Divestasi Saham kepada Peserta Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 9 tidak terlaksana, Divestasi Saham dapat dilakukan dengan penawaran saham divestasi melalui bursa saham di Indonesia”. 

Pesan penting dari rumusan pasal ini adalah bahwa divestasi melalui IPO adalah cara terakhir yang dapat dilaksanakan manakala cara biasa tidak membuahkan hasil. Pesan lainnya, divestasi melalui IPO bukan berarti menjual saham divestasi Freeport secara bebas kepada pihak-pihak lainnya di luar peserta Indonesia. 

Dengan kata lain, meskipun pada akhirnya divestasi harus dilakukan melalui IPO, Pemerintah harus memastikan bahwa yang membeli saham tersebut merupakan peserta, baik Pemerintah, Pemerintah Provinsi Papua atau Kabupaten Mimika, BUMN dan BUMD ataupun badan usaha swasta nasional. 
Penegasan itu juga termaktub di dalam Pasal 1 angka 13 Permen ESDM No. 09/2017 bahwa yang dimaksud dengan badan usaha swasta nasional sebagai peserta Indonesia yang paling terakhir berhak mendapatkan penawaran atau membeli saham divestasi adalah badan usaha yang berbadan hukum yang kepemilikan modal atau sahamnya 100% (seratus persen) dalam negeri. 

Pemerintah haruslah berhati-hati melaksanakan divestasi saham Freeport melalui IPO. Pasalnya, pada tataran teknis, divestasi melalui IPO sangat memungkinkan tidak berpindahnya saham-saham yang sekarang dipegang Freeport (asing) ke tangan peserta atau bangsa Indonesia. Sebab, mengacu ke aturan umum, siapa saja dapat membeli saham Freeport yang ditawarkan secara terbuka tersebut di bursa saham, termasuk investor asing yang pada kenyataannya memang menguasai pasar modal Indonesia. 

Sebagai gambaran, dari data terbaru yang dirilis Bursa Efek Indonesia (BEI), per akhir Juli 2017, sebesar 52,27% saham-saham yang diperdagangkan di BEI berada di tangan asing (BEI, Agustus 2017). 

Bila memang nanti divestasi saham Freeport dilakukan melalui IPO, Pemerintah harus tetap memosisikan kepentingan bangsa pada posisi nomor satu. Pemerintah harus memastikan bahwa prinsip dasar divestasi yang bermaksud memindahkan sebagian besar saham perusahaan asing yang mengeksploitasi bumi Indonesia ke tangan bangsa Indonesia sebagaimana yang diamanatkan oleh PP No. 1/2017 dan dipertegas di dalam Permen ESDM No. 09/2017 harus tetap ditegakkan. 

Solusinya, Pemerintah harus membuatkan sebuah katub pengaman, yaitu mengundangkan sebuah beleid khusus yang mengatur bahwa saham hasil divestasi Freeport yang diperjualbelikan di bursa saham Indonesia hanya boleh dibeli oleh bangsa Indonesia saja. Kalau tidak, bersiaplah untuk pindah dari mulut buaya ke mulut harimau. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Padang ke Tanjungpinang, Terbang 3 Kali Seminggu

Mengurai Benang Kusut Kelangkaan Gas Elpiji 3 Kg