in

DPD RI Setuju Ibu Kota Negara Pindah

Dinilai Untungkan Masyarakat, Pembangunan dan Dunia Usaha

Wacana pemindahan ibu kota Jakarta Kalimantan Tengah (Kalteng) yang digulirkan pemerintah, direspons Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Bahkan, Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang (OSO) menilai, lahan di Kalteng cukup luas dan bisa dijadikan pusat pemerintahan Republik Indonesia. 

“Pemindahan ibukota negara dari Jakarta ke luar Pulau Jawa itu sah-sah saja,” ujar Oesman usai memberikan kuliah umum di hadapan ratusan mahasiswa dan civitas akademika Universitas Negeri Padang (UNP), kemarin (7/7).

Pemda di Kalimantan Tengah dikabarkan sudah menyiapkan tanah yang luasnya mencapai 500 ribu hektare untuk proses pemindahan ibu kota, sehingga bisa digunakan sebagai areal pusat pemerintahan.

Menurut OSO, pemindahan ibu kota akan memberikan keuntungan bagi masyarakat dan pembangunan daerah. Seperti mempercepat pembangunan dan memperluas fasilitas, serta pelayanan kepada masyarakat.

Di sisi lain, Kalimantan merupakan wilayah yang sangat cocok dengan dunia usaha. Dengan begitu, bidang usaha akan tumbuh dengan cepat. “Dengan berkembangnya dunia usaha dapat meningkatkan perekonomian masyarakat,” ujar OSO yang juga Wakil Ketua MPR RI.

Sebelumnya wacana itu banyak menuai pro-kontra. Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan meminta pemerintah memerhatikan secara detail dalam mengkaji pemindahan ibu kota negara. Pasalnya, pemindahan pusat pemerintahan tak mudah dilakukan sehingga pengkajian harus dilakukan sangat matang.

Saat ini Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) masih mengkaji rencana pemindahan ibu kota itu. Pemindahan harus dilakukan ke luar Pulau Jawa mengingat ketersediaan lahannya lebih memadai.

Salah satu kandidat ibu kota baru tersebut adalah Palangkaraya, Kalteng. Kota itu pernah digagas tahun 1950-an, ketika republik ini dipimpin Presiden Soekarno.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon sejatinya setuju dengan pemindahan ibu kota lantaran wacana tersebut sudah muncul sejak era Bung Karno. Akan tetapi, pemerintah saat ini perlu memperhatikan kebutuhan atau prioritas. Apalagi, kondisi keuangan katanya tidak memungkinkan untuk itu. Karenanya, pemindahan ibu kota belum bisa dilakukan dalam waktu dekat.

Urgensi atau kebutuhan mendesak masyarakat saat ini, kata politikus asal Sumbar itu, bukan memindahkan ibu kota. Akan tetapi, bagaimana caranya keluar dari zona kesulitan, di mana hidup rakyat semakin lama semakin susah karena harga kebutuhan pokok semakin sulit.

“Kok mikirin mindahin ibu kota gitu loh. Jadi ini menurut saya tidak nyambung antara apa yang dibutuhkan dengan apa yang mau dilakukan,” ketusnya.

Oleh karena itu, dia meminta pemerintah merencanakannya dengan matang, seperti di Brasil. Belasan tahun Pemerintah Brasil memindahkan ibu kota dari Rio de Janeiro ke Brasilia dengan mandiri. Swasta baru diberi kesempatan ketika semua gedung atau kantor pemerintahan, kementerian dan lembaga rampung. 

Fadli khawatir, jika pemerintah melibatkan pihak swasta dalam pembangunan kantor-kantor pemerintahan, berujung pada konflik kepentingan. “Saya rasa nggak bisa lah. Ini bukan negara swasta. Negara ya negara. Jadi harus negara yang mempersiapkan ibu kota, gak bisa swasta, liberalisasi, nanti kita jadi banana republic,” tegas politikus Partai Gerindra itu.

Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Yoga menilai, pemerintah sebaiknya jangan dulu mengumumkan kota yang akan dituju sebagai ibu kota baru. Misalnya Palangkaraya.

Semestinya, kata dia, ada kajian dalam sebuah proposal Bappenas terkait alasan pemilihan kota itu. “Di-list dulu jika memang harus selain Jawa, misalnya Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, bahkan hingga Papua. Jangan langsung tentukan kotanya. Siapkan dulu selama enam bulan ke depan,” tukasnya.

Nirwono pun mendorong jika ingin memindahkan ibu kota, harus melalui perencanaan matang dan alasan yang jelas, bukan sekadar banjir dan macet. Proposal Bappenas harus dibicarakan dengan empat kementerian terkait. “Yakni, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Agraria dan Tata Ruang,” tegasnya.

Lalu, koordinasi harus dilakukan dengan pihak swasta dan para pengembang properti. Selanjutnya dengan DPR untuk memastikan payung hukum, kelembagaan dan pendanaan yang berkelanjutan. “Terakhir, dengan calon kota-kota yang akan dipilih. Bertemu dengan masyarakat, pemda, perguruan tinggi dan DPRD. Dengan begitu seluruhnya akan terkoordinasi,” papar Nirwono. 

Pemerintah juga diminta mempelajari sejarah pemindahan ibu kota di negara-negara lain, seperti Australia, Brasil, India, Tokyo, Paris dan lainnya. “Bangun ibu kota itu butuh 10-20 tahun, harusnya nanti jadi pindah ibu kota lebih baik lagi. Membuat ibu kota baru itu pemerintah tak bisa lepas tangan. Harus belajar sama Tokyo dan Paris,” kata Nirwono. 

Sementara itu, Bappenas mengatakan, pemindahan ibu kota negara tidak dalam waktu dekat. Butuh persiapan matang untuk menerapkan kebijakan itu.

Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas Arifin Rudiyanto mengatakan, tahun 2018 seperti yang disebut Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro adalah tahap persiapan. Setidaknya ada beberapa tahapan untuk memindahkan ibu kota baru. Yakni, kajian atau skenarionya, persiapan, lalu pelaksanaan. “Panjang masih,” imbuhnya.

Bappenas, kata dia, baru memulai tahap kajian awal. Mereka menargetkan untuk rampung akhir tahun ini. “Sampai Desember. Sekarang baru mau mulai,” sebut Rudi.

Adapun variabel yang jadi kajian juga sangat  banyak. Beberapa di antaranya, yakni kriteria fisik terkait lingkungannya. Lalu, soal keamanan dan ketersediaan lahan. Namun yang pasti, variabel itu untuk menetapkan wilayah mana yang cocok dijadikan ibu kota baru.

“Itu harus disiapkan dulu setelah itu diputuskan secara politik. Baru tahap persiapan, menyiapkan lahan, skema pendanaan dan sebagainya. Setelah itu siap baru pelaksanaan. Jadi, masih panjang,” beber Rudi.

Karena itu, belum diketahui pasti daerah mana yang cocok menjadi ibu kota. “Ya belum, yang pasti di luar Jawa sesuai misi pemerintah kita tidak Jawasentris tetapi Indonesiasentris. Sekaligus untuk memperlihatkan kepada dunia bahwa Indonesia tidak hanya Jawa,” terangnya.

Kajian tersebut, katanya, dilakukan oleh lintas kementerian. Baik dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Soal kapan direalisasikan pemindahan ibu kota tersebut, katanya, tergantung pada keputusan politik nantinya. “Kita hanya menyiapkan secara teknokratis,” pungkas Rudi. (*) 

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Setya Novanto tak Hadir, Pengusutan E-KTP Terhambat

Energi Terbarukan Masa Depan Indonesia