NATUNA – Terkait dugaan korupsi yang dilakukan oleh dua mantan Bupati Kabupaten Natuna, Raja Amirullah dan Ilyas Sabli terhadap tunjangan perumahan untuk anggota DPRD termasuk para pimpinan pada tahun 2011 – 2015 senilai 7,7 Milyar Rupiah,
Senin (31/07/17), Kejaksaan Tinggi Kepri secara resmi menetapkan kedua mantan Bupati Kabupaten Natuna tersebut sebagai tersangka korupsi.
Dibalik hal tersebut, Kasus korupsi ini juga ikut menyeret nama mantan Ketua DPRD Natuna periode 2009 – 2014, Sekda Kabupaten Natuna periode 2011-2016 yakni Syamsurizon yang juga pernah menjabat sebagai Ketua tim TAPD serta Makmur, lalu Sekretaris Dewan (Sekwan) Natuna periode 2009-2012.
Terkait adanya dugaan korupsi terhadap tunjangan perumahan dewan yang tidak wajar
Penetapan tersangka tersebut secara langsung disebutkan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri, Yunan Harjaka beserta beberapa wakilnya juga sejumlah penyidik.
Ia menuturkan bahwa kasus tersebut dimulai ketika Pemkab Natuna pada periode 2011- 2015 menyalurkan tunjangan perumahan terhadap beberapa pimpinan dan anggota dewan dengan menggunakan APBD. Setelah diteliti, jumlah anggaran yang keluarkan pun tidak sama.
Tunjangan sebesar 14 Juta Rupiah perbulan diberikan Pemkab Natuna kepada Ketua DPRD, Lalu Wakil Ketua DPRD diberikan 13 Juta Rupiah perbulan. dan Anggotan dewan lainnya sebesar 12 Juta Rupiah. Tunjangan tersebut diberikan menurut dengan ketentuan di dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Natuna Nomor 12 tertanggal 4 Januari 2011.
Setelah itu, Ilyas Sabli juga menandatangani beberapa SK Bupati dalam periode tahun 2012 hingga 2015.
Beberapa tunjangan tersebut adalah hasil desakan Hadi Chandra terhadap Makmur, Sekwan Natuna pada periode 2009 – 2014, yang kemudian disetujui oleh Raja Amrullah dan Ilyas Sabli.
Perhitungan tunjangan tersebut dilakukannya tanpa menggunakan sistem dan tanpa memperdulikan harga pasar di wilayah tersebut. Hal tersebut menjadi pemicu dugaan korupsi hingga membuat negara mengalami kerugian sebesar 7,7 Milyar Rupiah.
“Saat itu Hadi Chandra saat masih menjabat menjadi Ketua DPRD Natuna menggunakan kewenangannya untuk mendesak dan memerintah Makmur selaku Sekwan dan Kasubag Keuangan untuk membuat draf SK tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Natuna, Tanpa menggunakan mekanisme yang ada,” Tutur Yunan.
Alhasil, Bupati Natuna Raja Amirullah itu pun menandatangani SK tunjangan perumahan tersebut.
Hal serupa juga dilakukan oleh Ilyas Sabli saat menjabat menjadi Bupati Natuna dijabat, Hadi Chandra kembali mengulang perbuatan kejinya dengan mendesak bupati untuk menandatangani SK terkait tunjangan perumahan untuk pimpinan dan anggota DPRD Natuna sesuai draf SK yang dibuat oleh Makmur dengan jumlah yang sama pada tahun sebelumnya.
Penyusunan draf SK oleh Makmur juga ditandatangani bupati itu tanpa melihat mekanisme yang ada.
Sekda Kabupaten Natuna periode 2011-2016, Syamsurizon juga tak pernah melakukan kajian serta survey terhadap tunjangan perumahan yang mencurigakan tersebut.
” Tanpa melalui mekanisme dan aturan yang berlaku, Syamsurizon melakukan paraf terhadap SK yang diterbitkan oleh Bupati Natuna tersebut,” Ungkap Yunan.
Walaupun mereka menyadari bahwa mereka melakukan penandatanganan SK tersebut tidak sesuai dengan mekanisme serta persyaratan yang ada, mereka tetap melakukan hal tersebut.
Perbuatan mereka pun tercantum dalam pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Kita sudah melakukan penyeledikan terhadap 30 orang saksi,” ujar Yunan.
Mereka pun segera memanggil para tersangka sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.