Soal Nota Pembatalan Cekal Setnov ke Presiden
Rencana pimpinan DPR untuk mengirimkan nota ke Presiden terkait permintaan pembatalan status cekal Ketua DPR Setya Novanto, nampaknya belum seiya sekata.
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto tidak sependapat jika status cekal Setnov bisa menghambat upaya diplomasi antar parlemen negara sahabat. Dengan sifat pimpinan DPR yang kolektif kolegial, pimpinan DPR bisa saling mengisi dan mewakili jika ada pimpinan DPR lain berhalangan.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, menanggapi keputusan rapat Badan Musyawarah Selasa (12/4), yang mengajukan surat pembatalan cekal Setnov kepada Presiden Joko Widodo.
Agus menilai, undangan keluar negeri kepada pimpinan DPR sifatnya tidak tunggal kepada Ketua DPR saja. Sesuai azas pemilihan pimpinan di DPR, komposisi ketua dan wakil ketua memiliki kedudukan yang setara.
”Sifatnya kolektif kolegial. Siapapun yang hadir itu mewakili. Ketua enggak hadir, wakil ketua punya kewenangan untuk hadir. Itu bisa,” kata Agus kepada wartawan.
Menurut Agus, dirinya tidak tahu jika hasil rapat Bamus memutuskan untuk mengirim nota protes tersebut ke Presiden Jokowi. Agus mengaku tidak bisa menghadiri rapat pimpinan DPR dengan perwakilan fraksi itu karena permintaan kehadirannya terbilang mendadak.
”(Undangan) itu jam 7 (malam), saya baru dapat kabar selepas maghrib. Biasanya nggak mendadak. Misalkan (undangan) siang masih bisa di-setting,” kata Wakil Ketua Umum Partai Demokrat itu.
Ditemui terpisah, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah membenarkan bahwa tidak ada wakil dari Partai Demokrat yang hadir. Meski begitu, rapat Bamus tetap dilaksanakan karena mayoritas fraksi sudah hadir. ”Semua fraksi (yang hadir) bersepakat untuk meneruskan nota protes yang ada, dalam bentuk nota protes dari DPR,” kata Fahri.
Berbeda dengan Agus, Fahri menilai berbagai undangan luar negeri yang masuk ke DPR mengharuskan seorang Ketua DPR berhubungan dengan negara lain. Selain itu, ia menilai status Novanto juga masih saksi dan belum masuk pada proses hukum.
”Dia (masih) saksi berdasarkan keputusan MK yang menganulir salah satu pasal di UU Imigrasi, itu tidak boleh dilakukan,” kata Fahri.
Menurut Fahri, apa yang dilakukan oleh Ditjen Imigrasi menyalahi prosedur dan etika. Secara prosedur, Fahri menegaskan status Setnov yang masih sebagai saksi. Dalam hal etika, Fahri menilai penetapan cekal itu bertentangan dengan sikap kooperatif dari Setnov selama ini.
”Pak Novanto tidak pernah mempersulit proses penyelidikan yang dilakukan oleh penegak hukum selama ini,” kata Fahri.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan posisi KPK sebagai lembaga negara yang independen. Tidak bisa lembaga lain seperti DPR mengintervensi kinerja atau keputusan yang telah dibuat KPK. seperti dalam kasus pencekalan keluar negeri Ketua DPR Setya Novanto.
”Presiden pun tentu ndak bisa intervensi (KPK, red). DPR juga tentu,” ujar JK usai meresmikan Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, kemarin (12/4).
Dia menegaskan semua lembaga negara harus patuh pada proses hukum yang sedang berjalan. Termasuk pada perkara Novanto yang juga ketua umum Partai Golkar itu. Dia yakin, upaya pencekalan yang dilakukan KPK itu tidak akan menimbulkan gejolak.
”Saya enggak yakin (menimbulkan gejolak, red). Parlemen itu sangat menghormati hukum,” ujar mantan ketua umum Partai Golkar itu. (*)
LOGIN untuk mengomentari.