Ini masih sekitar Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla). Setiap ada proyek besar, sudah bisa dipastikan bakal berakhir dengan adanya penetapan tersangka korupsi. Bahkan, dalam dua tahun terakhir, dua direktur jenderal (Dirjen) sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Selain Dirjen Hubla Antonius Tonny Budiono yang kena operasi tangkap tangan (OTT) KPK Rabu (23/8), Dirjen terdahulu, yakni Bobby Reynold Mamahit, juga tersangka korupsi pada Oktober 2015. Saat ini kasusnya ditangani KPK. Bahkan, Bobby kini sudah dijatuhi hukuman lima tahun penjara setelah terbukti korupsi dalam proyek pembangunan gedung Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) di Sorong, Papua.
Putusan Bobby tidak menjadi shock therapy. Buktinya, dua bulan setelah putusan, giliran Mabes Polri mengobrak-abrik Ditjen Hubla. Di sana polisi menemukan praktik pungutan liar. Presiden Jokowi bahkan sempat menyidak kantor Ditjen Hubla. Kasus itu menginspirasi pembentukan Satgas Saber Pungli.
Ironis. Begitulah yang terjadi di Ditjen Hubla. Sudah berkali-kali pejabatnya di masukkan ke penjara, tapi kasus korupsi tetap saja terjadi. Seolah pejabatnya tidak mengenal efek jera. Kita tidak tahu apa system pengawasannya yang tidak jalan atau memang orang-orangnya yang bobrok.
Berkali-kalinya petinggi Ditjen Hubla menjadi tersangka korupsi mengingatkan pada hal serupa di Bank Indonesia (BI). Jabatan gubernur BI dulu juga sering mengantarkan pejabatnya masuk penjara. Sebut saja Burhanuddin Abdullah (kasus dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia Rp 100 miliar), Syahril Sabirin (cessie Bank Bali), dan Soedradjad Djiwandono (BLBI).
Miranda Goeltom semasa menjabat deputi gubernur senior BI pernah pula menjadi tersangka. Sedangkan Boediono juga nyaris jadi tersangka kasus Bank Century. Namun, beberapa tahun kemudian, semasa dipimpin Darmin Nasution dan Agus Martowardojo, jabatan gubernur BI mulai aman. Tiada lagi yang menjadi tersangka.
Jajaran Ditjen Hubla sepatutnya belajar kepada BI. Pengawasan internal yang ketat menjadi kunci. Tak ada salahnya Ditjen Hubla mengevaluasi fungsi inspektorat yang gagal menjadi benteng pencegahan korupsi. (*)
LOGIN untuk mengomentari.