in

Etika Hukum Kesehatan Pada Layanan Konsultasi Kesehatan Online (by Aplikasi)

Adio Sangiro
Mahasiswa Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat/ Peminatan Kajian Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

SECARA sederhana, digitalisasi adalah proses perubahan yang terjadi pada teknologi bersifat analog ke teknologi bersifat digital. Teknologi setiap harinya mengalami perkembangan sehingga kita bisa melakukan banyak hal melalui perangkat internet.

Dampak dari teknologi yaitu banyaknya kemudahan dan perubahan dari berbagai aspek kehidupan kita, salah satunya penggunaan internet dalam layanan kesehatan atau lebih dikenal dengan istilah telemedicine. Dampak lainnya yaitu kemudahan dalam mengakses internet yang membuat masyarakat lebih banyak mendapatkan informasi khususnya seputar kesehatan tanpa harus datang dan antri ke rumah sakit.

Layanan perusahaan aplikasi sebagai pihak ketiga banyak digemari oleh masyarakat,  terlebih pada masa pandemi Covid-19 sejak tahun 2020 sampai saat ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa layanan konsultasi kesehatan online menawarkan berbagai kemudahan dan keuntungan bagi pengguna karena menyediakan berbagai akses informasi yang lengkap tentang dunia Kesehatan (user experience).

Siapapun, dengan menggunakan gadget yang dilengkapi dengan akses internet dapat melakukan konsultasi online kapanpun dan dimanapun tanpa harus menunggu dan membatasi rutinitas ditengah kepadatan beraktivitas. Digitalisasi itu bagian dari platform komunikasi, media yang tepat menghasilkan konten yang memikat (Satria Haris, 2022).

Ibarat pisau bermata dua, teknologi berperan penting pada keberlanjutan pengguna. Pertama, memberikan kemudahan bagi pengguna (smartphone for smart user). Kedua, memberikan kerugian bagi para pengguna yang tidak menyikapi dengan bijaksana. Salah satu permasalahan yang muncul pada konsultasi kesehatan online yaitu fenomena “dokteroid”. Kejelasan kontrak terapeutik, standarisasi alat, rekam medis, kerahasiaan data dan peresepan online menjadi tantangan dalam penggunaan layanan berbasis online tersebut.

Adapun hal penting yang perlu diperhatikan dalam layanan konsultasi kesehatan online adalah regulasi administratif agar tidak tumpang tindih dengan aturan perundang-undangan yang ada. In case, seorang dokter wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), ini menandakan bahwa dokter tersebut telah berkompeten dan memiliki Surat Izin Praktek (SIP) jika berpraktik di suatu fasilitas kesehatan tertentu.

Hal ini sebagai salah satu wujud perlindungan terhadap pasien seperti yang tercantum dalam Undang Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam regulasi tersebut, lokasi praktik dokter dibatasi hanya pada 3 tempat praktik. Sementara, layanan konsultasi kesehatan online sebagai tempat praktik digital belum ditemukan regulasi yang mengatur hal tersebut.

Layanan konsultasi kesehatan online juga memberikan pengaruh pada hubungan dokter dan pasien terkait rasa percaya (brand trust). Hubungan ini diperlukan dalam menciptakan transaksi atau kontrak terapeutik yang memunculkan hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Pada layanan konsultasi kesehatan online mulai bermunculan tanda tanya, siapakah yang akan bertanggung jawab jika ternyata terdapat hal yang merugikan pasien seperti kesalahan diagnosis ataupun kesalahan terapi? Apakah kesalahan tersebut menjadi beban platform penyedia layanan konsultasi kesehatan online atau menjadi tanggung jawab secara personal oleh dokter pelaksana? Ibarat kata: makan buah simalakama, perlu kejelasan dan ketegasan.

Penyelenggaraan platform layanan konsultasi kesehatan online diatur melalui UU Kesehatan sebagai bagian dari pemberian pelayanan kesehatan dan Permenkes No. 20 Tahun 2019 yang mengatur lebih lanjut terkait penyelenggaraan telemedicine.

Selanjutnya, berkaitan dengan perlindungan hukum yang diberikan pada pasien pengguna layanan konsultasi kesehatan online, sebagai konsumen/ pengguna jasa dapat menuntut ganti rugi terhadap penyedia platform sesuai ketentuan UU Perlindungan Konsumen.

Pengguna jasa platform layanan konsultasi kesehatan secara online dapat memilih mekanisme penyelesaian yang dikehendaki baik secara litigasi sesuai Pasal 47 UU Perlindungan Konsumen ataupun secara non-litigasi sebagaimana yang ditentukan Pasal 48 UU Perlindungan Konsumen.

Selanjutnya, berkaitan dengan kesalahan diagnosis yang dilakukan oleh dokter pada platform layanan konsultasi kesehatan online juga dapat dimintakan pertanggungjawaban dengan menyampaikan pengaduan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sesuai dengan yang telah ditegaskan melalui Pasal 66 UU Praktik Kedokteran.

Dengan demikian, layanan konsultasi kesehatan online pada hakikatnya memiliki dampak positif yang memenuhi kaidah beneficience atau memberikan manfaat di samping banyak tantangan dalam implementasinya.

Diperlukan perhatian khusus terkait perlindungan data pasien, standarisasi alat, pertanggung jawaban medik dan peresepan online. Selanjutnya, diperlukan kerjasama seluruh pihak terkait (stakeholder) dalam mengembangkan dan mengawasi implementasi layanan konsultasi kesehatan online. Hal ini bertujuan agar layanan ini dapat menjadi solusi dan memberikan banyak manfaat bagi pasien maupun dokter serta tidak bertentangan dengan etika dan hukum Kesehatan yang berlaku di Indonesia.(*)

*) Tulisan dibuat dalam pelaksanaan mata kuliah “Etika Hukum Kesehatan” dengan Dosen Pengampu Gustavianof, SH, M.Kes.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Haaland: Brasil, Argentina, Perancis dan Inggris Favorit Juara

Dari Bali, FIFA Minta Gencatan Senjata di Ukraina selama Piala Dunia 2022