in

Generasi Online dan Perubahan Gaya Belanja

Dessy Kurnia Sari
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unand

KETIKA TikTok menetapkan penghentian kegiatan e-commerce mereka awal Oktober ini, banyak konsumen pecinta belanja online yang merasa kecewa. Platform dan aplikasi belanja online memang sangat popular di Indonesia bahkan seluruh dunia.

Tak bisa dipungkiri banyak orang terutama generasi muda saat ini sangat tergantung pada teknologi termasuk belanja online. Dalam keseharian mulai dari membeli sepatu, baju, make up bahkan dalam mengonsumsi makanan terjadi perubahan gaya hidup untuk memilih berbelanja online.

Sebut saja GoFood, Shopee Food, Grab Food dan lainnya merupakan hal yang sangat menarik bagi generasi muda. Sebuah Survei dari Populix tahun 2021 menemukan bahwa generasi Z (diantaranya kelahiran tahun 1996-2012) dan generasi milenial (diantaranya yang terlahir tahun 1980-2000) mendominasi pembelian online karena generasi ini adalah juga yang paling memahami teknologi.

Keinginan masyarakat dalam menggunakan aplikasi online ini terlihat dengan makin makaraknya penggunaan Food Delivery Apps (FDAs). FDAs di Indonesia mencapai 19,1 juta orang per hari di tahun 2021 dan diprediksi mencapai 31 juta orang per hari per tahun di tahun 2024 menurut survey yang dilakukan oleh Statita tahun 2024.

Ini bahkan melebihi pembelian online di India sekitar 15 juta pesanan per hari dan di Cina sekitar 15 juta pesanan per hari. Hal ini menunjukkan urgensi untuk menerapkan metode online dalam bisnis termasuk di bisnis makanan.

Menjadikan sebuah produk bernilai di mata konsumen adalah tugas terberat dalam dunia pemasaran. Produk makanan termasuk yang dewasa ini paling dapat menarik perhatian konsumen.

Pada Quarter II tahun 2022 telah muncul tren pembelian produk makanan yang meningkat sebesar 3,68 % dibandingkan dengan tahun yang sebelumnya (Data Indonesia, 2023). Tawaran penyampaian produk lokal pada konsumen dapat pula dikaitkan dengan value proposition dari produk tersebut di mata konsumen.

Dalam Generic Theory of Consumption Values yang diperkenalkan oleh Sheth et al (1991), ada empat pembagian umum terkait nilai (value) dari sebuah produk sehingga dapat diterima konsumen. Nilai-nilai tradisional ini diantaranya adalah functional values, social values, conditional values dan epistemic values.

Dalam beberapa studi lainnya, mulailah bermunculan extended consumption values yang membagi nilai-nilai yang telah ada menjadi bagian lain yang lebih rinci. Misalnya functional values dapat dibagi menjadi nilai-nilai yang berkaitan dengan harga (price value), nilai-nilai yang berkaitain dengan aspek kesehatan (health consciousness) dan keamanan dari makanan (food safety concerns).

Generasi muda ingin berkumpul dan membutuhkan penerimaan dalam pergaulan. Dalam sebuah studi dari Hirsch (2013) menjelaskan konsep prestige value sebagai pembelian suatu produk atau merek dianggap dapat meningkatkan status seseorang yang juga perlu diteliti pada generasi muda.

Keinginan manusia untuk mendapatkan penghargaan dari manusia lainnya sering dikaitkan dengan gaya belanja dan pembelian. Contohnya, pembelian makanan tak hanya menjadi kebutuhan pokok bagi pribadi generasi muda, tapi juga menjadi kebutuhan dalam hal bersosialisasi pada berbagai budaya di dunia bahkan untuk meningkatkan self-esteem (Zeithaml, 1988).

Kaur et al (2021) dalam penelitiannya menemukan adanya efek prestige value dalam penggunaan Food Delivery Apps (FDAs) dalam minat membeli makanan dan karenanya menarik untuk dipelajari lebih lanjut dalam konteks Indonesia terutama yang berkaitan dengan makanan lokal.

Salah satu pertanyaan besar yang perlu dijawab adalah seberapa tertarik generasi muda dalam menggunakan FDAs termasuk untuk memilih makanan tradisional yang ada di daftar menu aplikasi online tersebut.

Temuan terbaru dalam studi yang dilakukan oleh Dr. Dessy Kurnia Sari dan tim dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas tahun 2023 menunjukkan bahwa generasi muda mulai memperhatikan aspek kesehatan dan kebersihan dari makanan yang mereka konsumsi termasuk di restoran tradisional.

Generasi muda ini memang masih terpengaruh dengan harga, namun cenderung rela mengeruk kocek yang dalam ketika mereka merasa produk yang ditawarkan sesuai dengan harga terutama jika dapat membuat mereka terlihat hebat di mata teman-temannya.

Penggunaan bahan yang sehat ini perlu mendapat perhatian dari restoran Padang disamping desain yang dibuat semenarik mungkin sehingga generasi Z dan milenial menjadi tertarik untuk mengkonsumsi dan mempertahankan nilai nilai lokal dan bahkan membagikannya di media sosial mereka.

Merumuskan nilai-nilai harus diperhatikan untuk menyasar konsumen terutama generasi muda yang saat ini telah disuguhi berbagai pilihan produk lokal dan global. Ketika produk lokal harus bersaing dengan produk global maka perlu diperhatikan nilai-nilai yang penting bagi konsumen dalam tawaran sebuah produk. Ini adalah kesempatan bagi restoran lokal seperti restoran Padang untuk dapat digemari oleh kaum muda. (Dessy Kurnia Sari, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unand)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Jaga Pasokan Pangan, Kerja Sama Dengan 3 Kabupaten

Mahfud Jadi Wasit di Persaingan Politik: Jaga-Jaga, Erick Thohir dan Yusril Urus SKCK