Produk halal suatu keharusan bagi masyarakat Minang. Halal bahan, dan halal saat pengolahan produk. Bahan daging misalnya, jika tidak melalui proses penyembelihan secara syariat Islam, sama artinya makan bangkai, dan tentu saja haram.
Hal ini ditegaskan oleh Ketua Satgas Halal Sumbar Dr Ikrar Abdi, saat Kkumat (Kumpul Kreatif Jumat) Sumbar Kreatif Forum bertajuk Halal Gak Yaa… di Kupi Batigo, Padang, Jumat (19/8) sore.
“Jangan sampai sebuah produk makanan yang sudah jelas halal, tetapi karena mengolah bahannya ada yang bercampur najis dan sebagainya, malah menjadi haram,” ujar Ikrar Abdi dalam diskusi tanya jawab itu.
Ikrar Abdi menyampaikan, sejak 2019 label produk halal ada perubahan. Semula dikeluarkan oleh pihak swasta, sejak 2019 dikeluarkan oleh negara.
“Untuk sertifikat halal saat ini sudah menjadi kewajiban bagi pengusaha yaitu amanat UU Nomor 33 tahun 2019 yang dikeluarkan Pemerintah,” ujar Ikrar.
Dikatakan, Pemerintah memberikan kesempatan bagi para pelaku usaha untuk mengurus sertifikasi halal bagi produk mereka. ”Dan pada Februari 2023 semua pelaku usaha sudah diwajibkan untuk mempunyai sertifikat halal,” ujarnya.
Hadir pemateri lainnya yaitu, Direktur Eksekutif BHM (Bersama Halal Madani), Kepala Dinas Koperasi & UKM Provinsi Sumbar Nazwir SH MHum, dan pelaku usaha kuliner, Dian Anugerah.
Nazwir di awal diskusi mengatakan, produk halal ini sesuai dengan perkembangan zaman dan sangat dibutuhkan masyarakat Sumatera Barat yang berfilosofi Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah. “Jadi, halal bagi kita adalah penting dan suatu keharusan,” ujar Kadis.
Sementara, Dian Anugerah menanyakan, bagaimana cara mengurus izin produk halal yang mudah dan gampang. “Bagi UMKM tentunya mengharapkan dukungan dan kemudahan dalam kepengurusan sertifikat halal. Bahkan lebih baik kalau Pemerintah mendatangi pelaku UMKM untuk didata dan diarahkan untuk sertifikasi,” ujar Dian.
Ikrar Abdi menjawab bahwa pelaku usaha yang ingin mengurus sertifikat halal, saat ini bisa dilakukan secara online yaitu melalui website Sihalal, tentunya dengan syarat harus punya NIB (Nomor Induk Berusaha).
Dikatakannya, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama sudah memiliki Sistem Informasi Halal (Sihalal). Ini merupakan aplikasi layanan Sertifikasi Halal berbasis web yang dapat diakses pada perangkat desktop atau mobile sehingga memberikan kemudahan bagi masyarakat.
Sementara itu, Hastrini menerangkan tentang lembaga yang dipimpinnya. BHM adalah lembaga pemeriksa halal yang mandiri serta mempunyai izin resmi dari pemerintah.
Hastrini menyatakan, BHM adalah mitra pemerintah untuk sertifikasi halal yang juga merupakan tanggung jawab moral kepada masyarakat. Menurut Hastrini produk halal sesuatu yang diterima semua orang, baik orang muslim, maupun non muslim
“Produk halal adalah suatu kewajiban bagi negara. Itulah yang dilakukan oleh BHM, karena Halal telah menjadi kewajiban dan keharusan,” kata Hastrini di hadapan pelaku usaha yang hadir.
Hastrini juga mengatakan, selama ini BHM memberikan motivasi bagi pelaku usaha tentang pentingnya sertifikat halal, bagaimana cara pengurusannya, biaya administrasi dan yang harus disiapkan dalam pengurusannya.
“Kalau soal rasa, produk makanan kita tidak kalah dari dunia luar sana, namun kita kalah dalam standar,“ ujarnya.
Soal pertanyaan rumitnya bagi pelaku usaha dalam pengurusan sertifikat halal, Hasantri mengatakan sebenarnya tidaklah rumit, ketika pelaku usaha yang ingin mengajukan sertifikat cukup melengkapi dokumen dibutuhkan.
“Seperti, bahan baku apa saja yang digunakan, dan Proses cara pembuatan, itulah menjadi dasar bagi pelaku usaha yang ingin mengajukan sertifikasi,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Sumbar Kreatif Forum Yulviadi Adek menyampaikan, program Forum Kreatif Sumbar, setiap bulannya memang menggelar diskusi KKUMAT (Kumpul Kreatif Jumat) bagi pengusaha maupun kaum milenial yang tertarik mendalami dunia usaha. (hsn)