in

Hamas Sepakat tak Serang Israel

Syarat Rekonsiliasi dengan Kubu Fatah

Hamas berkorban cukup banyak dalam melakukan rekonsiliasi dengan Fatah. Berdasarkan laporan yang diunggah harian Asharq Alawsat kemarin (15/10), kelompok yang memimpin Gaza tersebut setuju untuk tak menyerang Israel. 

Itu merupakan persetujuan awal sebelum mereka melangkah ke poin-poin kesepakatan untuk rekonsiliasi. Intinya, Hamas harus menahan diri untuk tidak melakukan aktivitas apa pun yang memicu konfrontasi dengan Israel. 

“Kesepakatan itu mencakup pemahaman tersirat untuk mengakhiri konfrontasi di Jalur Gaza dan Tepi Barat,”’ ujar sumber Asharq Alawsat di tubuh Hamas. Fatah dan Hamas sepakat untuk bertindak sehati-hati mungkin agar tidak merusak rekonsiliasi yang mereka tanda tangani di Kairo, Mesir, itu. 

Di lain pihak, Fatah yang merupakan otoritas penguasa Tepi Barat sepakat menghapus sanksi ekonomi yang selama ini dijatuhkan ke Hamas. Salah satunya adalah kembali membayar listrik yang disediakan Israel untuk jalur Gaza. Gara-gara sanksi yang dijatuhkan Otoritas Palestina (PA) yang dipimpin Fatah, suplai listrik di Gaza kembang kempis. Dalam sehari, mereka hanya menikmati listrik selama beberapa jam.

Untuk kali pertama, kemarin detail kesepakatan rekonsiliasi Hamas dan Fatah terungkap. Sejak penandatanganan Kamis (12/10), hanya sebagian kecil yang terungkap di media. Berdasar perincian yang diungkap situs Palinfo, yang menandatangani kesepakatan itu adalah anggota Fatah Central Committee Azzam Al Ahmad dan Wakil Kepala Politbiro Hamas Salah Al Arouri. 

Sebagai pembuka, tertulis bahwa kesepakatan itu dilakukan untuk mengakhiri perpecahan di Palestina serta mempererat persatuan demi memenuhi tujuan nasional dan mengakhiri pendudukan. Selain itu, untuk mendirikan negara Palestina yang berdaulat berdasar peta 1967. Jerusalem bakal menjadi ibu kota Palestina. Transfer kekuasaan akan dilakukan secara damai lewat pemilu. 

Tidak ada kata Israel sama sekali dalam perjanjian tersebut. Namun, sudah pasti yang dimaksud dengan pendudukan itu adalah perang enam hari yang dilakukan Israel pada Juni 1967. Saat itu Israel berhasil menduduki sebagian wilayah Tepi Barat, Jerusalem Timur, Dataran Tinggi Golan di Syria, dan Semenanjung Sinai milik Mesir. 

Ada enam poin yang disepakati kedua pihak. Termasuk penyerahan kekuasaan Jalur Gaza ke PA per 1 Desember. Sejak Pemilu 2006, Jalur Gaza sepenuhnya dikuasai Hamas. Selain itu, PA bakal mengambil alih kekuasaan administrasi dan finansial di Gaza. Mereka bisa memungut pajak di wilayah tersebut. Tapi, PA harus membayar gaji para pegawai negeri di Gaza. Mereka adalah pegawai negeri yang ditunjuk Hamas. 

Hamas juga bakal menyerahkan jalur penyeberangan perbatasan di Karem Shalom dan Erez yang berbatasan dengan Israel. Sebelumnya yang terungkap hanya penyerahan jalur di Rafah yang berbatasan dengan Mesir. Seluruhnya akan ada di kekuasaan PA per 1 November. “Kedua pihak sepakat Pasukan Kepresidenan PA yang dilatih AS akan mengontrol perbatasan Mesir-Gaza,” ujar Ahmad. 

Di dalam kesepakatan itu tidak disebutkan bagaimana nasib Brigade Izzudin Al Qossam, pasukan bersenjata Hamas yang amat ditakuti Israel. Pasukan tersebut memiliki 25 ribu anggota dengan persenjataan lengkap. Pascarekonsiliasi, berulang-ulang Israel menuntut agar Brigade Izzudin Al Qossam dibubarkan dan persenjataan mereka dilucuti. 

Sementara itu, Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair menyatakan bahwa keputusannya dan para petinggi dunia lain yang tak membawa serta Hamas ke meja perundingan pasca kemenangan mereka dalam pemilu Palestina pada 2006 adalah salah besar. Saat itu Blair malah mendukung boikot dan penghentian bantuan ke Palestina. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

BP Batam Ganti Pimpinan

Terkaya di Tiongkok Berkat Properti