Kemandirian Energi l Sektor Migas dan Pendukungnya Berkontribusi 62,67 Persen pada PDB
JAKARTA – Wacana impor minyak dan gas bumi (migas) dalam skala besar yang diembuskan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dinilai bisa mematikan banyak industri. Karena itu, pemerintah diminta terus memperhatikan industri migas dalam negeri, mengingat banyak industri penunjang lain yang bergantung pada sektor tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas,dan Panas Bumi Indonesia (APMI), Wargono Soenarko, menyampaikan industri migas memberikan manfaat ekonomi lebih besar terhadap turunannya. Dia mencontohkan, di APMI, setiap satu rig (sumur minyak) memberikan sumber pendapatan terhadap 21 industri yang terlibat dalam pengeboran minyak. Sebaliknya, bila industri ini mati, dampaknya akan memberikan stagnasi terhadap ekonomi di bawahnya.
Selama ini, industri migas menggerakkan banyak perusahaan lokal. Sebanyak 350 anggota yang saat ini tergabung di APMI pendukung industri migas dari sektor jasa dan berbagai sektor keahlian lainnya. “Jangan ada lagi wacana impor dan mematikan industri migas domestik. Itu bisa mematikan banyak industri dan membunuh nasib banyak pekerja,” tegasnya dalam diskusi menyoal wacana impor migas di Jakarta, akhir pekan lalu.
Dijelaskannya, sektor migas beserta semua sektor pendukungnya dapat berkontribusi hingga 62,67 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Hal ini disebabkan industri migas tidak berdiri sendiri. Wargono memaparkan setiap satu dollar investasi di sektor hulu migas dapat memberikan manfaat ekonomi sebesar 5,2 kali dari modal awal. Karena itu, pemerintah harus bisa melihat industri itu bukan hanya sekadar penyumbang PDB bagi negara, tetapi juga sebagai katalis penggerak ekonomi berbagai sektor lain.
Lebih dari itu, sektor migas berpotensi memberikan kontribusi sebesar 3–4 persen terhadap pertumbuhan PDB Indonesia. Pemerintah menargetkan pertumbuhan Indonesia sebesar 7 persen, sedangkan tahun ini, PDB Indonesia diperkirakan hanya mencapai 4,6–5 persen. Penolakan itu bermula setelah Menteri ESDM, Ignasius Jonan, berencana membuka keran impor migas secara besar- besaran apabila industri migas domestik tak efisien lagi.
Menurutnya, di tengah kondisi terus menurunnya harga migas, impor komoditas kian terbuka karena lebih menguntungkan ketimbang memanfaatkan hasil dalam negeri.
Konsekuensi Logis
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menyebutkan setiap satu triliun rupiah investasi sektor hulu migas dapat menyerap 13.670 tenaga kerja dan dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga melalui gaji sebesar 473,76 miliar rupiah. Baginya, impor mempunyai banyak konsekuensi yang harus ditanggung, bukan hanya oleh pemerintah, tetapi juga rakyat.
Pemerintah harus merogoh anggaran besar untuk mengimpor migas sekitar 50 miliar dollar AS per tahun atau sekitar 42 persen dari total cadangan devisa. “Konsekuensi apabila Indonesia tidak memiliki industri migas, yakni Indonesia bakal kehilangan investasi sekitar 180–300 triliun rupiah per tahun, serta kehilangan penerimaan negara dari pajak dan PNBP sekitar 90–350 triliun rupiah per tahun, sesuai fluktuasi harga migas,” jelas Komaidi.
ers/E-10