Siang itu, saya duduk di depan pintu rumah menghadap taman, sambil menyeruput secangkir kopi buatan istri tercinta. Entahlah. Tidak biasanya saya meminta kopi kecuali saat pikiran kusuik masai. Apalagi melihat taman di depan rumah ibarat hiduik sagan, mati ndak amuah.
“Kapan ya, bisa saling berbagi dengan tanaman ini”, ujarku membatin.
Berawal dari postingan salah seorang teman di Facebook. Sebuah pot setinggi 50 cm yang ditanami buah mangga mulai berbuah. ”Tanaman juga butuh sentuhan.
” Begitu status di Facebook-nya sembari tersenyum memegang buah mangga itu.
Melihat status demikian, membuat hati ini tergerak membersihkan taman di rumah yang selama ini tidak terawat.
Waktu itu hari Jumat. Kebetulan saya libur. Pikiran saya melayang kenapa tanaman di taman rumah ini tidak saya bersihkan, membuang gulma dan memangkas dedaunan yang sudah menguning dan memberinya kompos supaya hidupnya kembali berseri.
Tak lama berpikir, saya mengambil cangkul, lalu membersihkan rumput-rumput dan mengumpulkan sampahnya supaya nanti bisa dibakar. Hasil pembakaran itu bisa juga jadi pupuk.
”Hitung-hitung menghemat biaya untuk membeli pupuk.”
Matahari sudah hampir di atas kepala. Saya bergegas mandi sekaligus berwudhu untuk shalat Jumat. Saat shalat Jumat di masjid itu, khatib berkhutbah dengan judul ’Indahnya Saling Berbagi’.
”Hidup ini harus diisi dengan cinta. Kalau tidak hidup ini akan hampa, termasuk cinta (merawat) tumbuhan. Tumbuhan kalau tidak ada sentuhan dari pemiliknya ia tidak akan tumbuh sempurna dan tidak akan berbuah,” ujar ustad itu.
Ustad itu juga mengatakan, taman itu berisi makhluk yang juga bertumbuh. Ibarat keluarga, sebuah taman juga mencerminkan karakter pemiliknya.
”Handeh sasuai lo ceramah ustad ko jo yang baru wak karajoaan mah,” gerutuku.
Dua minggu berlalu setelah membersihkan halaman dan mendengarkan ceramah ustad itu, saya kaget tanaman mangga, rambutan, sawo dan lengkeng di depan rumah di setiap cabang pohonnya tumbuh daun kecil dan hijau. Tanaman yang sebelumnya maranggeh itu kini sudah tumbuh. Kalau perawatannya ditingkatkan pastilah ia akan berbuah dan berbagi dengan pemiliknya.
Keceriaan sebuah taman akan terlihat saat taman dirawat sepenuh hati dan terjaga keindahannya. Hijau dedaunan, warna-warni bunga menawan, akan menonjol saat tanaman itu tumbuh subur dan tak layu. Kumbang, kupu-kupu mungkin saja burung pengisap madu datang berbagi keceriaan.
Bukankah ini salah satu bentuk berbagi kasih sayang dengan tanaman. Tanaman kita rawat, kemudian berbunga, berbuah dan menyenangkan hati tuannya.
Kita bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya dengan memandangi bunga-bunga yang dicumbui kumbang, kupu-kupu sambil menari-nari di atas bunga. Lalu kita tersenyum sendiri, bahagia.
Itu baru berbagi dengan tanaman. Lalu bagaimana kalau kita berbagi dengan tetangga, teman sekantor, teman sekolah? Tentu bahagianya akan lebih hebat lagi. Kata orang kalau kita sering berbagi akan awet muda dan bisa menghilangkan penyakit hati kronis yang dokter sendiri tidak tahu obatnya.
Sungguh hidup ini indah manakala kita mau saling berbagi. Berbagi apa saja, berbagi rezeki, ilmu pengetahuan, dan hal positif lainnya. Apalagi berbagi dilakukan dengan niat yang tulus dan ikhlas. Berbagi tidak harus menunggu banyak dan kaya, tersenyum pun itu sudah berbagi. Justru yang sedikit itulah akan terasa lebih nikmat kalau kita mau berbagi antarsesama. Indahnya saling berbagi. (***)
LOGIN untuk mengomentari.