in

Indonesia Desak Israel Hentikan Aneksasi Palestina

JAKARTA- Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan posisi Indonesia yang mendukung tegas hak berdaulat Palestina, di tengah konflik panjang dengan Israel.

“Tidak ada hak orang lain, siapa pun dia, untuk begitu saja menghapus hak eksistensi Palestina, dan Indonesia termasuk satu dari banyak negara yang akan terus berusaha membela eksistensi Palestina,” kata Menlu.

“That’s all,” tegasnya. “It’s very obvious,” kata Retno seperti dikutip Antara.

Pembelaan terhadap Palestina menjadi salah satu agenda Indonesia dalam kepemimpinan sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah memasuki tahun kedua.

Belakangan ini, Indonesia tegas mendesak Israel untuk menghentikan rencana aneksasi atau pengambilan paksa wilayah Palestina di Tepi Barat (West Bank) di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Rencana aneksasi sepihak yang tadinya akan dilakukan pada tanggal 1 Juli lalu itu dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional dan tindakan ilegal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.

Janji Netanyahu

Pencaplokan wilayah Tepi Barat yang masih berada di tengah konflik Palestina dengan Israel merupakan salah satu janji yang dilontarkan oleh Perdana Menteri Netanyahu, yang kerap disapa Bibi, saat berkampanye untuk pemilihan umum pada bulan September 2019.

“Dengan bantuan Tuhan, kami akan memperluas kedaulatan negara Yahudi ke semua permukiman untuk menjadi bagian dari Israel,” kata Netanyahu saat menghadiri upacara pembukaan tahun ajaran baru di permukiman Elkana di Tepi Barat.

Menurut laporan BBC, Israel mengklaim hak secara historis dan religius atas Tepi Barat sebagai tanah leluhur orang-orang Yahudi. Israel juga mengatakan bahwa kehadirannya di wilayah tersebut, terutama di Lembah Yordan, merupakan bagian penting bagi pertahanan negara itu.

Tepi Barat sendiri berada di bawah okupasi Israel sejak perang Timur Tengah pada tahun 1967.

Sebelumnya, telah ada tapal batas 1967 (1967 Green Line) yang merupakan garis yang ditetapkan saat gencatan senjata sebelum Israel mengadakan serangan selama 6 hari ke daerah-daerah yang dihuni oleh rakyat Palestina, termasuk di antaranya di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur.

Sebanyak dua juta hingga tiga juta warga Palestina hidup di wilayah Tepi Barat. Sementara itu, sekitar 430.000 warga Israel juga tinggal di area yang sama di 132 permukiman yang dibangun di bawah okupasi Israel.

Netanyahu telah lama memperjuangkan permukiman-permukiman tersebut dan ingin menghilangkan ketidakpastian atas nasib warganya yang tinggal di sana dengan melakukan aneksasi. Hal tersebut dikatakan sangat menarik bagi basis politiknya.

“Ini tanah kami,” kata Netanyahu dalam pidato masa kampanye di Elkana, Tepi Barat, pada September 2019.

“Tidak akan ada lagi pemindahan. Kami akan membangun Elkana lainnya,” katanya seperti dikutip dari Reuters.

Meski sikap agresif atas pencaplokan wilayah Tepi Barat telah sering digunakan pihak Israel dalam menyikapi konflik tersebut, janji kampanye yang dilontarkan orang nomor satu di Israel itu membuat komunitas internasional khawatir. Pasalnya, hal tersebut bertolak belakang dengan hukum internasional.

Tak hanya itu, janji tersebut pun sangat terkait dengan isu kemanusiaan dan keberlanjutan hidup jutaan warga Palestina yang tinggal di wilayah Tepi Barat. Selama ini, mereka disebut sebagai pemukim ilegal oleh Israel.

Palestina, dan banyak negara lainnya, menyatakan bahwa konvensi Jenewa melarang permukiman dibangun di atas tanah yang direbut dalam perang. Namun, seperti dijelaskan sebelumnya, Israel berdalih bahwa pembangunan permukiman tersebut adalah untuk kebutuhan kemanan, historis, dan politis.bud/E-9

What do you think?

Written by Julliana Elora

BNI Tawarkan Ekosistem Digital Usaha Perikanan

Polisi Bongkar Prostitusi Online, Dua SPG Rokok Cantik Pasang Tarif Rp 800.000 Hingga Rp 1,9 Juta