in

Ini Telaah Hukum YARA dalam Proses Mutasi oleh Gubernur

Safaruddin, SH – YARA

ACEHTREND.CO, Banda Aceh – Yayasan Advokasi Rakyat Aceh, telah membahas dan mengkaji dasar hukum terhadap mutasi yang dilakukan oleh Gubernur pada 10 Maret 2017.

1. UU No 11 Tahuun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh

– Pasal 100 di sebutkan:

(1) Perangkat daerah Aceh terdiri atas Sekretariat Daerah Aceh, Sekretariat DPRA, Dinas. Aceh, dan lembaga teknis Aceh yang diatur dengan Qanun Aceh.

(2) Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah kabupaten/kota, sekretariat DPRK, dinas kabupaten/kota, lembaga teknis kabupaten/kota, kecamatan yang diatur dengan qanun kabupaten/kota.

–  Pasal 119 ayat:

(1) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada Pemerintah Aceh ditetapkan oleh Gubernur.

(2) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada pemerintah kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota.

2. QANUN ACEH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS, LEMBAGA TEKNIS DAERAH, DAN LEMBAGA DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM.

Terhadap Qanun ini telah di sahkan oleh Pemerintah Pusat dan berlaku untuk Aceh semenjak di tetapkan, dan ini yang menjadi landasan hukum bagi Pemerintah Aceh dalam melakukan pergantian Kepada SKPA di lingkungan Pemerintah Aceh.

Tanggapan terhadap:

1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI,DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG.

Pasal 71

(1) Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat  keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

(2) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

(3) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Walikota.

(5) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan  sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

(6) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bahwa terhadap pasal 71 ini, tidak dapat diberlakukan kepada daerah Khusus dan Istimewa, karena untuk Daerah Khusus seperti DKI Jakarta, Papua, Aceh dan Yogyakarta (istimewa) tentang daerah nya di atur secara khusus dengan UU Khusus dan Istimewa, seperti UU Pilkada menyebutkan bahwa Untuk Gubernur/Bupati dan Walikota itu dipilih, tetapi untuk DKI Jakarta hanya Gubernur yang dipilih, sedangkan Walikotanya di tunjuk oleh Gubernur, begitu juga dengan Yogyakarta, hanya Bupati dan Walikotanya yang di pilih tidak untuk Gubernur karena Sultan secara otomatis menjadi Gubernur dan Paku Alam menjadi Wakil Gubernur, UU Pilkada ini kan tidak berlaku untuk DKI Jakarta dan Yogyakarta, karena kalau di berlakukan maka Gubernur Yogyakarta dan para Walikota DKI Jakarta harus dipilih dalam Pilkada juga, jadi ini kembali lagi ke Pasal 18B UUD 1945 yang menyebutkan bahwa (1) Negara   mengakui   dan   menghormati   satuan-satuan pemerintahan  daerah  yang bersifat  khusus atau bersifat istimewa yangdiatur dengan undang-undang.

(2) Negara  mengakui  dan  menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat  hukum  adat beserta  hak-hak  tradisionalnya sepanjang  masih hidup dan sesuai dengan perkembangan  masyarakat  dan  prinsip  Negara  Kesatuan Republik Indonesia, yangdiatur dalam undang-undang.

Oleh karena itu, yang perlu di pahami bahwa UUPA itu adalah UU Khusus bagi Aceh, sama seperti DKI Jakarta, Papua dan Yogyakarta. Dan ini perlu di jaga bersama oleh rakyat Aceh sepanjang pasal pasal dalam UUPA tidak bertentangan dengan UUD 1945, terutama DPR Aceh yang selalu menyebutkan Kekhususan Aceh dalam permasalahan Qanun Bendera dan Lambang.

2.  PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH.

Pasal 118

(1) Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi Daerah yang memiliki status istimewa atau otonomi khusus, sepanjang tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan Daerah istimewa atau khusus.

(2) Ketentuan mengenai Perangkat Daerah bagi Daerah yang berstatus istimewa atau khusus, diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang aparatur negara.

Dalam PP ini juga telah jelas di sebutkan bahwa untuk daerah yang belum memiliki regulasi terhadap pembentukan perangkat daerah baro menggunakan PP ini, sedangkan Aceh telah memiliki regulasi tentang penyusunan perangkat daerah ini semenjak tahun 2007, jadi PP ini tidak berlaku di Aceh, dan Qanun Nomor 13 tahun 2016 Qanun tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Aceh yang dijadikan referensi untuk penyususnan perangkat daerah ini tidak sah dan bertantangan dengan hukum, karena PP itu tidak boleh bertentangan dengan UU yang lebih tinggi kedudukannya secara hirearki hukum. Pun dalam Qanun Nomor 13 tahun 2016 Qanun tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Aceh pasal 10 disebutkan bahwa Pejabat Aparatur Sipil Negara pada Perangkat Aceh diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur sesuai dengan peraturan perundangundangan. Yang di maksud dengan peraturan perundangan itu ya UUPA sebagai landasan pelaksanaan Keistimewaan dan kekhususan Aceh.

Kepada DPR Aceh kami minta agar lebih aktif dalam memperjuangan UUPA, jangan dulu dalam Qanun Bendera dan Lambang teriak akan kekhususan UUPA, dan meminta pemerintah pusat agar menghormati UUPA, di saat Gubernur melaksanakan apa yang di suarakan oleh DPRA malah DPRA berbalik  arah, ada apa ini dengan DPRA, jika memang tidak sepakat dengan UUPA maka tidak perlu ngotot dengan qanun Bendera, karena itu juga bertentang dengan PP No 77 tahun 2007 tentang Lambang Daerah.

Kepada Pejabat yang di mutasi, jika tidak sepakat dengan Gubernur selaku pimpinan di Aceh silakan tempuh jalur hukum jika merasa hak konstitusionalnya di rugikan, bila perlu ajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi agar pasal 100 dan 119 di cabut dari UUPA.

Komentar

What do you think?

Written by virgo

Kring … Kring … Hadiah Sepeda Pun Sampai di Negeri Kanguru

Plt Gubernur Tinjau Proyek Kereta Bandara Soekarno-Hatta