Dugaan intervensi penyelidikan FBI oleh Presiden Donald Trump membuat dengung impeachment kian santer di Washington. Sedikitnya, dua legislator Partai Demokrat telah mewacanakan pemakzulan presiden ke-45 Amerika Serikat (AS) tersebut. Sementara itu, pemerintah menunjuk Robert Mueller sebagai penasihat khusus FBI dalam investigasi kedekatan Trump dan Rusia.
Rabu (17/5), Departemen Kehakiman menunjuk Mueller sebagai penasihat khusus FBI dalam kasus dugaan peran Rusia di balik kemenangan Trump pada November lalu.
Wakil Jaksa Agung Rod Rosenstein menyebut penunjukan Mueller sebagai bukti bahwa pemerintah mendengarkan rakyat. “Sebagaimana harapan publik untuk melibatkan pihak independen dalam investigasi, kami menunjuk Robert Mueller,” terangnya.
Kendati menuai respons positif dari masyarakat dan Gedung Putih, kehadiran Mueller dalam investigasi penting tersebut membuat Trump geram. Kemarin pagi (18/5) melalui Twitter, suami Melania Knauss itu mengeluhkan kebijakan Departemen Kehakiman. Dia lantas membandingkan dirinya dengan Barack Obama dan Hillary Clinton yang pernah berurusan dengan hukum.
Menurut Trump, sebagai sesama terduga pelanggar konstitusi, hanya dirinya yang diusut dengan serius. Sementara itu, Obama dan Clinton tidak pernah sampai diselidiki sedemikian jauh. Dia pun langsung merasa menjadi korban perburuan penyihir seperti yang selama ini dituduhkan kepada Partai Demokrat.
“Dengan semua pelanggaran yang dilakukan Clinton pada masa kampanye dan Obama dalam pemerintahannya, tidak pernah ada penasihat yang ditunjuk,” keluh Trump dalam cuitannya.
Tak lama kemudian, dia melanjutkan curhatnya dengan tweet kedua yang berisi klaim bahwa dirinya telah menjadi korban rekayasa politik terbesar dalam sepanjang sejarah AS.
Pembelaan Trump itu muncul di tengah ramainya pemberitaan media tentang wacana pemakzulan presiden. Di Negeri Paman Sam, seorang presiden bisa dimakzulkan jika melanggar konstitusi. Di antaranya, berkhianat terhadap negara, menerima suap atau kejahatan serius lain, dan melanggar pidana ringan.
Saran lisan Trump kepada James Comey untuk menghentikan penyelidikan terhadap Flynn pada Februari lalu dianggap sebagai bentuk kejahatan serius oleh sebagian kalangan.
Maxine Waters dan Al Green yang duduk di House of Representatives memandang blunder Trump itu sebagai peluang menuju pemakzulan. Dua tokoh Demokrat tersebut mengajukan usul supaya Kongres mulai menyusun kerangka impeachment.
Namun, para petinggi Demokrat menolak. “Yang pertama harus kami lakukan adalah memastikan alasannya,” kata anggota Komite Intelijen House of Representatives, Adam Schiff.
Menurut dia, saat ini belum ada alasan yang kuat untuk meng-impeach Trump. Sebab, segala kesalahan yang dilakukan taipan 70 tahun itu masih berupa dugaan. Kongres pun baru menyelidiki kebenarannya pekan depan.
Sementara itu, New York Times membeberkan sejumlah fakta tentang hubungan Flynn dan Rusia. Rabu malam (17/5) surat kabar tersebut melaporkan bahwa sedikitnya ada 18 komunikasi via telepon serta surat elektronik antara Flynn dan para penasihat kampanye Trump dengan para pejabat Rusia atau orang-orang yang dekat dengan Kremlin. Komunikasi itu terjadi selama tujuh bulan terakhir.
Enam di antara 18 komunikasi rahasia tersebut dilakukan para penasihat kampanye Trump, termasuk Flynn, dengan Duta Besar Rusia untuk AS Sergei Kislyak.
Salah satunya adalah komunikasi Flynn dan Kislyak pada masa transisi pemerintahan, setelah Trump memenangkan pilpres. Komunikasi itulah yang akhirnya memaksa Flynn mengundurkan diri dari jabatannya sebagai penasihat keamanan nasional.
New York Times menuliskan bahwa sebelum dilantik, Flynn sempat memberitahukan kepada tim transisi Trump tentang investigasi FBI yang melibatkannya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.