Saat ini muncul rumor tentang banyaknya PNS atau pegawai negeri sipil yang ikut Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi kemasyarakatan yang telah dicabut izin badan hukumnya oleh Kementerian Hukum dan HAM. Bahkan, ada PNS yang terang-terangan anti-Pancasila dan NKRI.
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, dihadapan ratusan siswa praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, menegaskan, PNS yang anti-Pancasila dan NKRI dipersilakan untuk mengundurkan diri.
Seperti diketahui, IPDN dikenal sebagai kampus penghasil para birokrat. Bahkan ada kabar, salah satu kampus yang disasar organisasi anti-Pancasila salah satunya adalah IPDN.
Untuk mengupas itu lebih lanjut, Koran Jakarta berkesempatan mewawancarai Rektor IPDN, Ermaya Suradinata. Berikut petikan wawancaranya.
Ada informasi IPDN adalah salah satu kampus yang disasar organisasi anti-Pancasila untuk merekrut simpatisannya. Tanggapan Anda?
Saya ingin sampaikan terkait atmosfer soal perekat persatuan dan kesatuan bangsa bisa tertanam di hati para praja, sehubungan dengan mereka harus giat belajar, bekerja tulus dan ikhlas untuk kepentingan bangsa dan negara.
Dalam kehidupan bernegara adalah ukhuwah, di mana itu juga menanamkan dasar nasionalisme dan kebangsaan untuk mempererat penguatan negara. Sebagai bangsa Indonesia tentu mempererat persatuan dan kesatuan.
Ini perlu ditingkatkan agar NKRI semakin kuat. Kalau melihat ukhuwah ini, tidak lihat negara, agama, tapi menolong sesama manusia.
Tiga ini bagaimana untuk memperkuat NKRI, tertanamkan pada diri praja IPDN yang telah digariskan sebagai poros pemerintahan.
Jadi, bagaimana caranya lulusan IPDN ini benar-benar jadi perekat NKRI?
Ada tiga lagi untuk memperkuat negara. Pertama adalah golongan yang disebut muhajirin, yang melakukan pekerjaan untuk negara, seperti PNS, TNI, Polri.
Melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, tulus dari hati, bukan dari emosi dan pikiran saja. Di sinilah berlaku, bagaimana sesungguhnya golongan muhajirin ini diperlukan.
Kedua, golongan Ansor, ini yang berkembang. Memperingatkan, kalau ada kebutuhan manusia lain tidak melihat dari mana atau adat mana, etnis mana, semua langsung bantu.
Contoh pada demo besar-besaran di samping Masjid Istiqlal ada Gereja Katedral, mereka yang mau menikah di kawal orang Islam yang sedang demo, masuk ke gereja. Toleransi beragama, menerima perbedaan. Membangun kebinekaan. Itu caranya menanamkan jiwa perekat.
Ketiga adalah kabilah, membangun negara. Bila ingin membangun negara tak cukup dengan kemampuan negara dan potensi alamnya, kita butuh kemampuan dari lain, yaitu kabilah adalah kaum bisnis.
Mereka adalah investor dari negara lain yang datang menanam modal sesuai aturan yang ada. Mereka datang bagaimana membangun suatu negara.
Bagaimana perbedaan tadi, bagaimana terima orang asing untuk bangun negara ini, kita punya kekurangan.
Jadi begitu strategisnya IPDN?
Ya, karena tidak ada satu pekerjaan di dunia dan Indonesia yang tidak terkait dengan Kemendagri. Kementerian mana tidak terkait dengan pemerintahan dalam negeri? Pasti terkait semua. Semua instansi bagian dari pemerintahan dalam negeri, poros pemerintahan dalam negeri.
Jadi, dalam proses pendidikan Praja menanamkan atmosfer kebangsaan di setiap individu agar disiplin kebangsaan dan persatuan bangsa dalam pribadi paraja tetap terjaga.
IPDN ke depan selalu berbenah agar dapat menjadi lembaga pendidikan tinggi kepamongprajaan yang modern dan kredibel. agus supriyatna/AR-3