Gerakan kepemudaan Indonesia hari ini akan berdampak pada masa depan generasi yang akan datang. Mahasiswa yang berwawasan luas dan memiliki kemampuan di bidang teknologi informasi diharapkan menjadi generasi emas kedaulatan Indonesia masa depan.
Hal itu menjadi topik diskusi yang mencuat dalam seminar kebangsaan yang digelar Universitas Mohammad Natsir (UMNatsir) Yarsi Bukittinggi di kampus Belakangbalok, Rabu (26/10). Seminar itu juga menjadi rangkaian pelantikan pengurus Himpunan Mahasiswa Administrasi Publik periode 2022-2023.
“Perubahan sektor publik pemerintahan, hari ini telah berubah polanya. Yaitu bagaimana hadirnya pelayanan publik yang partisipatif,” kata Rektor UMNatsir Yarsi Bukittinggi, Afridian Wirahadi Ahmad.
Bonus demografi besarnya angkatan muda Indonesia, kata rektor, harus menjadi keunggulan yang dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk menata masa depan bangsa.
“Terutama jika kelompok mahasiswa dapat bergerak dan bersinergi membuat perubahan yang lebih baik. Semoga dengan seminar kebangsaan ini, akan lahir tokoh penerus Mohammad Natsir baru. Nasib bangsa ke depan akan ditentukan dari gerakan kepemudaan hari ini,” kata Afridian.
Seperti diketahui, UMNatsir Yarsi Bukittinggi di bawah kepemimpinan Rektor Afridian Wirahadi Ahmad, kini terus berbenah. Teranyar, kampus yang bekerjasama dengan pemerintah nagari di Sumbar itu telah memasuki tahun kedua perkuliahan yang diikuti oleh perangkat nagari.
“Kerja sama itu kini sudah tahun kedua. Ada sekitar 190 mahasiswa dari kalangan perangkat nagari se Sumatera Barat. Dengan sistem kelas hybrid, program studi yang diminati antara lain Ilmu Hukum, Akuntansi dan Administrasi Publik,” jelasnya.
Narasumber seminar, Hary Efendi Iskandar dalam paparannya menyebut tantangan pemuda hari ini memang semakin sulit. Namun sejatinya hal itu tidak menjadi masalah berarti jika pemuda memiliki motivasi untuk bergerak maju.
“Tahun 1928 ketika sumpah pemuda tercetus, tantangan yang dihadapi adalah belenggu penjajahan. Tantangan yang ada kala itu, tentu kesulitannya sangat berbeda dengan zaman hari ini. Tapi berkat niat dan tekad yang kuat untuk bersatu, pemuda mampu bersumpah dan dikenang dalam sejarah,” kata Hary.
Alumnus Program Doktoral Universitas Padjajaran ini memanfaatkan status mahasiswa sebagai aktor perubahan. Katanya, nasib bangsa Indonesia mendatang ditentukan oleh kegigihan mahasiswa hari ini.
“Mungkin tidak banyak mahasiswa hari ini yang memiliki minat tinggi dalam membaca. Mahasiswa yang memiliki perpustakaan mini di kos-kosan ataupun tempat tinggalnya juga sangat sedikit sekali. Ini harus menjadi perhatian kita semua,” jelas dosen yang akrab disapa Ajo Harry itu.
Pakar Sejarah Politik Sumatera Barat ini juga memotivasi mahasiswa UMNatsir Yarsi Bukittinggi untuk tidak takut bersaing dengan kampus-kampus lain. Baginya, kesuksesan tidak serta merta diukur oleh almamater kampus.
“Tidak zamannya lagi kampus swasta tertinggal oleh kampus negeri. Banyak tokoh-tokoh nasional yang sukses hari ini justru bukan berasal dari kampus unggulan. Akan tetapi semangat dan kegigihan mereka saat menjadi mahasiswa yang akan menentukan masa depan mereka kelak. Begitu pula dengan kampus kesehatan, nantinya akan menjadi ujung tombak melayani masyarakat di rumah sakit, tentu harus memiliki wawasan dan keilmuan yang luas,” ajaknya.
Narasumber berikutnya, Azwar Mardin, Wali Nagari III Koto Aur Malintang, menyebut tantangan digitalisasi bagi pemuda khusunya kaum mahasiswa dapat dimaknai sebagai peluang sekaligus tantangan. “Yang mampu menguasai Big Data, itulah yang akan menguasai dunia,” katanya.
Pilar-pilar industri 4.0, kata Azwar, membutuhkan kemampuan generasi muda dalam hal teknologi informasi. Kesiapan digital dan kecakapan digital akan menjadi modal penting mahasiswa untuk bersaing memasuki dunia kerja.
“Di pemerintahan nagari pun hari ini sudah mengadopsi kemajuan teknologi. Mulai dari informasi berbasis website hingga pelayanan administrasi,” katanya.
Sementara itu, Komisioner Bawaslu Sumbar, Muhammad Khadafi yang menjadi narasumber secara virtual mengajak generasi muda untuk terlibat dalam bidang kepemiluan. Katanya, negara yang demokratis salah satunya ditentukan oleh kualitas pemilu.
“Generasi muda, khususnya mahasiswa dapat berkontribusi dalam melakukan pengawasan pemilu secara partisipatif,” sebut Khadafi. (ryp)