Jamaris: Takut Dipolisikan, Guru Apatis
Selama Januari 2017, Satpol Kota PP Padang telah menertibkan 121 pelajar yang berkeliaran di luar jam pelajaran. Sebagian besar bermain game online di warung internet (warnet) dan tawuran.
Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Padang (UNP), Jamaris Jamna mengatakan, banyaknya anak-anak yang berkeliaran saat jam sekolah disebabkan lemahnya pengawasan dari guru dan pihak sekolah. Menurutnya, saat ini banyak guru yang mulai apatis terhadap anak.
“Terlalu ketat kontrol terhadap anak akan menimbulkan bentrok dengan orangtua sehingga para guru takut terlalu disiplin dan memberi hukuman kepada anak didiknya. Karena nanti akan berurusan dengan aparat hukum, seperti contoh kasus di beberapa daerah di Indonesia,” katanya.
Sehingga, untuk mengontrol anak didiknya hanya sebatas menegur saja. Jika anak didik tidak mengindahkan teguran guru, sang guru tidak mau ambil pusing sehingga muncul apatisme guru dalam mendidik anak.
Akibatnya, tidak ada ketegasan dan kontrol yang ketat dalam mendidik anak, sehingga anak-anak banyak yang berkeliaran dalam jam sekolah.
Kemudian sebutnya, terkait anak-anak yang bolos dan nongkrong di warnet atau di kedai, guru tidak berani menjemput mereka ke lokasi itu. Hal itu disebabkan karena banyak risiko yang akan guru tanggung, seperti akan terjadi konflik antara anak dengan guru, sehingga guru hanya sekadar mengawasi anak yang berada di kelas atau di lingkungan sekolah saja.
Menurut dia, keapatisan tenaga pendidik ini adalah suatu bencana bagi dunia pendidikan, di mana guru tidak lagi punya rasa mengawasi anak-anak didiknya secara ketat. “Kalau keadaan ini dibiarkan terus maka pendidikan kita akan hancur,” ujarnya.
Untuk menyikapi hal tersebut, lanjutnya, pemerintah harus memiliki undang-undang sendiri tentang batas-batas ketentuan yang dimiliki oleh guru, untuk memberikan ketegasan kepada anak didiknya.
“Seharusnya guru juga diberikan payung hukumnya sehingga mereka tidak ragu-ragu lagi dalam menegakkan disiplin kepada anak didiknya. Sehingga tidak bisa disalahkan jika memberikan sanksi kepada anak didiknya,” katanya.
Selain itu, keprofesionalan guru bimbingan konseling (BK) juga dipertanyakan. “Saat ini jumlah guru BK juga belum seimbang dengan jumlah anak didik dan belum profesional,” ungkapnya.
Menyikapi kondisi tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Buhasman Bur mengatakan, pihak sekolah harus menertibkan anak didiknya yang suka berkeliaran di luar jam pelajaran. “Kami berterima kasih kepada Satpol PP Padang yang telah melakukan pengawasan terhadap anak-anak yang berkeliaran dalam jam sekolah,” katanya.
Dia juga meminta kepada sekolah agar selalu mengawasi anak didiknya. Jika ada pelajaran yang kosong diharapkan pihak sekolah mengisi dengan pelajaran lain, sehingga anak-anak tidak cabut atau berkeliaran pada jam sekolah.
Kepala Kantor Pol PP Padang, Dian Fakhri mengatakan, pihaknya hanya memberikan pembinaan kepada pelajar-pelajar yang ditertibkan dan memanggil orangtua mereka dengan membuat surat perjanjian.
Pihaknya meminta kepada pihak sekolah atau guru saat anak-anak yang datang terlambat ke sekolah sebaiknya pintu pagar sekolah jangan dikunci dulu, karena kalau mereka tidak diperbolehkan masuk maka mereka akan berkeliaran mengganggu teman-teman yang belajar di sekolah atau bermain di warnet. Sehingga hal tersebut dapat memicu terjadinya tawuran.
“Berdasarkan data yang kami dapat, mereka keluyuran karena terlambat ke sekolah dan gerbang sekolah telah dikunci oleh pihak sekolah. Sementara untuk pulang ke rumah takut dimarahi orangtuanya sehingga mereka keluyuran hingga habis jam sekolah,” imbuhnya.
Kepala SMKN 5 Padang, Deta Mahendra mengatakan, pihaknya selalu menegakkan pendidikan karakter kepada anak didiknya seperti sebelum pelajaran dimulai diawali dengan pembacaan Al-Quran, dan setiap Jumat ada muhadarah (wirid) sebelum masuk kelas. Selain itu pihak sekolah juga bersinergi dengan masyarakat sekitar sekolah untuk turut serta mengawasi anak-anak didiknya.
Dia mengatakan, pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah saja tetapi juga tanggung jawab orang tua dan masyarakat. Jadi karena sering terjadinya tawuran maka SMKN 5 melaksanakan kegiatan olah raga yang biasanya dilaksanakan di GOR H Agus Salim sekarang dilaksanakan di sekolah saja. “Karena olah raga di luar banyak kemaslahatannya daripada manfaatnya, salah satunya tawuran,” katanya.
Selain itu untuk menekan agar anak-anak tersebut tidak melakukan tawuran, pihaknya mengaktifkan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler seperti seni dan olah raga. Sehingga energi mereka tersalurkan kepada hal-hal yang positif.
“Kegiatan ekstra kurikuler wadah untuk menyalurkan bakat dan minat mereka sehingga mereka tidak melakukan tawuran dan keluyuran lagi karena energinya telah habis di sekolah,” pungkasnya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.