Yogyakarta – Rangkaian kegiatan Seni Budaya yang disediakan panitia Javanese Diaspora Event (JDE) III mampu memuaskan peserta. Ratusan orang keturunan Jawa yang berasal dari Suriname, Kaledonia Baru, Belanda, Singapura, Malaysia, Thailand, Sulawesi dan lainnya, antusias mengikuti rangkaian acara. Sejak dibuka pada Senin (17/4) atau 20 Rejeb 1950 Tahun Saka, JDE III diisi dengan sejumlah acara pengenalan budaya Jawa. Pusat kegiatan hingga tanggal 23 April berada di Museum Beteng (Beteng Vredeburg) Jogja.
Ada 19 kegiatan seperti bazar, pameran karya seni dari diaspora Jawa. Ada diskusi dan pertunjukan wayang kulit dengan menghadirkan Ki Warsena Slank, ada stand up comedy berbahasa Jawa dengan tema “Waton Njeplak”, dan pemaparan materi Filosofi Jawa. Kemudian ada workshop membatik, pelajaran bahasa dan huruf Jawa Hanacaraka serta pemutaran film Jawa. Ada pula kunjungan ke museum, ke sekolah SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, dan sebagainya.
Saat workshop membatik, para peserta dengan tekun mengikuti arahan pembimbing. “Para peserta semangat sekali. Rasa ingin tahunya begitu tinggi. Kami pun jadi semangat pula,” ujar Podang Suroto dari Batik Keris Solo yang menyediakan materi workshop.
Forum berkumpulnya orang Jawa dari berbagai tempat tersebar di dunia ini bertema “Ngumpulke Balung Pisah”. Menariknya, kendati mereka belum pernah bertemu, komunikasi bisa lancar. “Nganggo boso Jowo ngoko,” ujar Yakiem Asmowidjojo, Rabu (19/4).
Yakim keturunan Jawa Suriname sekarang bermukim di Belanda. Ia merupakan Kordinator Diaspora Nedherland dan Suriname. Dalam acara kali ini ia membawa rombongan besar. “Petang puluh seka Londo, selikur seka Suriname (Empat puluh dari Belanda dan dua puluh satu dari Suriname),” urainya. Pria yang memiliki kakek asal Nganjuk dan nenek Blitar, Jawa Timur ini menjelaskan teman-temannya sangat senang bisa sampai Jogja. “Seneng iso mulih Njawa. Simbah mbiyen ora iso, merga ora duwe duit, saiki putune iso dolan mrene (Senang bisa pulang ke Jawa. Jika kakek nenek dulu tidak bisa karena tidak punya uang, sekarang cucunya bisa ke sini),” katanya.
Yakiem dan kawan-kawan memanfaatkan kesempatan ini untuk berwisata ke sejumlah lokasi wisata di Indonesia. “Sekarang kerja dulu sampai tanggal 23. Tanggal 25 April saya mulai liburan keliling Solo, Madiun, Malang, Bali, Lombok dan Jakarta. Saya akan menikmati liburan,” tandasnya memakai bahasa Jawa. Kepada media lokal, salah satu peserta, Sri Rahayu yang berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara, mengaku sangat emosional saat mengikuti upacara pembukaan, bahkan ia sampai meneteskan air mata saat lagu Matur Nuwun Simbah dinyanyikan. Lagu ini adalah lagu tema Javanese Diaspora Event III.
Baginya, event ini adalah sesuatu yang sangat luar biasa karena mengingatkan orang-orang kepada leluhur yang telah berjuang sepenuh hati agar anak cucunya bisa hidup dengan sejahtera, di mana pun berada. Ketua panitia Javanese Diaspora Event III, Indrata Kusuma Prijadi, mengatakan dibandingkan dengan penyelenggaran dua event sebelumnya, Javanese Diaspora Event III diikuti oleh lebih banyak peserta. “Diaspora Jawa itu merujuk ke para keturunan orang Jawa yang tidak lagi tinggal di Jawa. Dalam hal ini adalah wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jogja. Mereka hadir, saling bersilaturahmi di Jogja,” jelasnya.
Menurut Indrata, JDE III dihadiri beberapa tokoh diaspora Jawa yang cukup dikenal di negaranya masing-masing. Di antaranya adalah Paul Salam Somohardjo yang merupakan mantan Ketua Parlemen Suriname tahun 2005 silam, Titi Amina Pardi yang adalah dubes Suriname untuk Indonesia, Hariette Mingoen, antropolog serta Ketua Stichting Comite Herdenking Javanese Immigratie Nederland dan Thiery Timan yang merupakan Ketua Persatuan Masyarakat Indonesia dan Keturunannya di New Caledonia.
Sementara itu, Kanjeng Pangeran Haryo Wironegoro mengaku sangat senang bisa menjadi tuan rumah bagi orang Jawa dari seluruh dunia untuk bisa berkumpul dan berbagi bersama. Ia mengaku akan berkerja keras untuk memastikan setiap diaspora Jawa yang hadir agar senang dan bahagia selama berjalannya Javanese Diaspora Event III. Kendati taglinenya “reuni” Diaspora Jawa, event ini juga dihadiri keturunan Batak dan Manado di luar negeri. Ada Norman Pasaribu dan Djintar Tambunan dari Kaledonia Baru.
Aktivitas reuni dengan mengundang orang ke tanah air itu termasuk MICE. Meeting Incentives Conference Exhibition itu masuk dalam portofolio bisnis pariwisata, yang hitungannya sekitar 5%. “Makin banyak aktivitas MICE, makin bagus bagi industri pariwisata,” kata Arief Yahya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.