Komite Dagang dan Industri (Kadin) Sumsel menanggapi statmen Komisi V DPR RI yang menyebut Light Rail Transit (LRT) Palembang masih membebani APBN. Sama dengan pendapat Gubernur Sumsel H Herman Deru, Kadin Sumsel menilai LRT Palembang adalah transportasi perintis.
“KADIN Sumsel sependapat dengan hal ini dimana di Indonesia baru ada 1 LRT yang sudah beroperasi yaitu di Palembang sehingga seyogyanya belum berorientasi profit, mengingat masa operasi LRT tersebut baru dimulai di 2018,” kata Ketum Kadin Sumsel H Affandi Udji SE MM, Sabtu (12/11).
Diketahui, Komisi V DPR RI menilai sejak beroperasi 1 Agustus 2018 lalu dan menelan dana pembangunan sekitar Rp 12,5 triliun, Light Rail Transit (LRT) Palembang hingga saat ini, masih membebani negara melalui APBN.
Padahal secara objektif perkembangan okupansi penumpang LRT dari tahun ke tahun semakin meningkat, seperti data yang ada di PT KAI sebagai operator LRT Palembang tersebut.
“Memang perlu tambahan inovasi-inovasi untuk menutupi biaya operasional LRT itu sendiri,” kata Affandi. “LRT sudah melakukan beberapa inovasi seperti penambahan feeder ke stasiun-stasiun LRT,” katanya lagi.
Untuk itu, Mantan ketum HIPMI Sumsel ini berpendapat, kedepan diperlukan adanya lokasi-lokasi park and ride untuk kendaraan roda empat dan dua, pemanfaatan tiang-tiang LRT untuk ajang promosi, lalu juga bisa diterapkan aturan ganjil genap di jalur yang dilalui LRT, mengingat saat ini palembang sudah mulai mengalami kemacetan di jalur-jalur utamanya dan tak lupa juga melakukan efisiensi-efesiensi yang diperlukan untuk menekan biaya operasional.
“KADIN Sumsel siap membantu pemerintah daerah dalam hal ini untuk melakukan studi dengan membentuk tim kecil dalam rangka meningkatkan membantu LRT Palembang yang menjadi icon kota dan provinsi Sumatera selatan dan satu-satunya LRT yang sudah beroperasi di Indonesia ini sehingga bisa mendapatkan revenue yang optimum,” terangnya.
Sebelumnya, Gubernur Sumsel Herman Deru telah buka suara soal kritik Komisi V DPR RI soal LRT Sumsel membebani APBN. Deru menegaskan, LRT bukalan transportasi yang berorientasi pada profit. Sebab berdasarkan UU yang ada bahwa angkutan perintis merupakan kewajiban negara mensubsidi.
“Namun yang perlu diingat, bahwa LRT bukanlah sebuah transportasi berorientasi profit tapi lebih ke berorientasi pada pelayanan untuk masyarakat,” katanya.