in

Kagumi Rasa Hormat Pelajar pada Guru

DISKUSI: Hans guru berkebangsaan Jerman berdiskusi dengan anak-anak didiknya, Selasa (6/12). f-desi liza purba/Tanjungpinang pos

Dunia Pendidikan Tanjungpinang di Mata Guru Asing  

Pelajar SMA Negeri 1 Tanjungpinang benar-benar beruntung. Saban tahun, ada saja guru asing yang mengajar di sekolah itu. Tahun ini, guru relawan berkebangsaan Jerman diundang untuk membagikan ilmunya. 

Tanjungpinang – Hans, demikian sapaan karib guru bule itu. Tanggal 23 Oktober lalu, ia mulai mengajar beberapa mata pelajaran di sekolah pelat merah itu. Dia antara lain mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris, Sosiologi dan Ekonomi. Menurut rencana, tanggal 8 Desember nanti, Hans akan meninggalkan Kota Tanjungpinang, karena tugas mengajarnya telah selesai. Hans adalah seorang guru relawan. Sebelum ke Tanjungpinang, Hans mengajar di salah satu sekolah di sebuah kota di Afrika Selatan, selama 8 Minggu.

Bagaimana Hans bisa mengajar di Tanjungpinang? Ternyata, ini dilakukan atas permintaan Imam Safi’i Kepala SMAN I Tanjungpinang. Dijembatani sebuah organisasi internasional, Indonesian Statical Analysis Conference (ISAC), Hans akhirnya terbang ke Kota Tanjungpinang untuk mengajar beberapa bidang studi di SMAN I Tanjungpinang.

Jedah siang itu dimanfaatkan Hans untuk berdiskusi dengan anak-anak didiknya. Ketika didekati Tanjungpinang Pos, Hans sembari ditemani anak-anak didik-nya menuturkan, tidak sulit mengajar di sini meski dirinya menggunakan bahasa Inggris.

Pelajar di sini menurutnya, sudah mahir berbahasa Inggris. Selain itu, sambutan yang antusias dari anak-anak dan guru di sekolah membuat dirinya semakin mudah beradaptasi pada lingkungan baru.

”Yeee mister Hans datang. Hello mister,” ujar Hans menirukan salah satu anak didiknya yang selalu menyapa ramah setiap kali bertemu dengannya.

Ini artinya pelajar memang mengharapkan kedatangannya. Sehingga ia merasa senang dan bersemangat dalam berbagi ilmu pelajaran dan pengalaman.

Ini menjadi salah satu hal yang akan dirindukannya mengenai SMAN 1 Tanjungpinang. Belum lagi, masyarakatnya juga ramah dan bisa menerimanya.

Baru beberapa hari di Tanjungpinang, ia sudah mendapatkan orangtua angkat. Ini menjadi salah satu bukti, orang Indonesia sangat terbuka dengan orang asing.

”Saya punya orangtua angkat, yaitu tetangga di samping rumah sewa. Setiap malam mengajak makan bersama,” tuturnya dalam bahasa Inggris.

”Sehingga terasa kekeluargaannya,” tambahnya lagi.

Saat disinggung apakah ia bisa berbahasa Indonesia? Ia dengan cepat menjawab ”sedikit-sedikit”. Dicontohkannya, ia sudah bisa menyebutkan beberapa nama makanan seperti soto, nasi goreng, mie goreng, dan nasi padang lauk rendang yang menjadi menu favoritnya.

Selama di SMAN 1 Tanjungpinang, ia bukan hanya mengajar di dalam ruangan kelas. Ia juga dipercaya membimbing komunitas siswa bahasa Inggris dan Jerman.

Para siswa di dua komunitas itu, tak kalah senangnya mendapat berbagai pengalaman. Ini juga akan menjadi kenangan bagi dirinya.

Ia mengakui, ini merupakan perjalanan pertamanya ke Asia, khususnya Indonesia. Untuk itu, ia tak akan melewatkan kesempatan untuk berlibur ke Pulau Bali.

Setelah itu, baru akan kembali ke negara asalnya, Jerman. Ia berharap ke depan bisa kembali lagi ke Indonesia. Ia ingin berkeliling, ke berbagai daerah lainnya termasuk ruas-ruas jalan di Tanjungpinang.

”One day I will back here. But, I don’t know when, may be two or five years,” ucapnya kala itu saat berbincang dengan Tanjungpinang Pos.

Dijelaskannya, antara kurikulum Indonesia dan Jerman tidak jauh berbeda. Hanya di sana tidak ada mata pelajaran agama secara khususkan, namun dalam bentuk komunitas. Selain itu, mata pelajaran sosiologi, politik dan hukum menjadi satu kesatuan. Beda dengan Indonesia yang dipisah-pisah.

Secara terkhusus ia mengagumi kedekatan dan rasa hormat siswa Indonesia terhadap guru-nya. Ini tergambar dari, para siswa yang berjabat tangan sambil mencium tangan para guru dan orang yang lebih tua.

Menurutnya, di Jerman para siswa juga hormat terhadap gurunya. Namun hanya sebatas di dalam ruangan belajar. Setelah itu, tidak ada hubungan emosional yang dibangun.
Kepala Sekolah SMAN 1 Tanjungpinang, Imam Safi’i menuturkan, tujuannya mengundang tenaga pengajar asing ke sekolah adalah ingin menunjukkan kepada siswa dan orangtua murid, bahwa pendidikan itu sudah sangat terbuka.

Intinya, siswa yang dari Tanjungpinang, Indonesia juga dapat menempuh pendidikan ke luar negeri. Jadi jangan ada ketakutan, asalkan memiliki kemampuan komunikasi yang baik.

”Ada banyak orangtua yang tak mengizinkan anaknya kuliah ke luar negeri, dengan kekhawatiran tertentu. Padahal sekarang negara-negara di luar sudah sangat terbuka,” ucapnya.

”Contohnya saja Hans, dapat diterima guru, siswa dan lingkungan masyarakat di Tanjungpinang. Begitu juga dengan siswa yang nantinya memiliki niat belajar ke luar negeri, akan diterima,” tambahnya.

Ia berharap dengan adanya guru dari luar negeri dapat menambah wawasan siswa serta siswa dapat memiliki mimpi untuk menempuh pendidikan ke luar negeri. Sebab ada banyak beasiswa ditawarkan, ini juga harus dimanfaatkan para siswa.

Ke depan, kedatangan guru dari luar negeri masih akan dilakukan. Meski demikian tetap dengan kriteria yang ditetapkan sekolah.

Pihak sekolah diakuinya, hanya perlu menyiapkan biaya akomodasi dan biaya makan. Sedangkan untuk tansportasi kedatangan dan kepulangan tidak menjadi tanggungjawabnya. (Desi Liza Purba-Bella Novianti)

What do you think?

Written by virgo

Tidak Berpotensi Tsunami, Gempa di Aceh Menyebabkan Kerusakan

Jumlah Korban Tewas Gempa Aceh 25 Orang