Jakarta (ANTARA) – Cerita kehilangan seorang ibu yang ditampilkan dalam film “Sampai Jadi Debu” sederhana, tapi mungkin terjadi di dalam kehidupan sehari-hari dan itulah yang membuat aktor Waida Saifan sempat ragu sampai akhirnya memberanikan diri untuk terlibat di dalamnya.
Dalam film “Sampai Jadi Debu”, Wafda berperan sebagai Damar, anak dari ibu yang menderita alzheimer. Karakter ibu yang lama-lama ingatannya terenggut dan kian ringkih akibat penyakit itu diperankan oleh Cut Mini.
“Bagaimana ketika gue kehilangan ibu, gue enggak sanggup membayangkannya, apalagi memainkan itu,” kata Wafda dalam konferensi pers daring, Senin.
Ketika ia merasa ragu, Wafda berbagi kekhawatirannya dengan teman yang berprofesi sebagai psikolog. Dia mendapatkan dorongan untuk menyingkirkan kekhawatiran dan rasa takut karena selalu ada risiko di dalam hidup.
“Karena Wafda ini banyak takutnya,” aku dia. “Akhirnya diputuskan untuk ambil kesempatan. Benar saja, selama syuting energinya luar biasa, setiap masuk set selalu merinding,” jelas dia.
Damar adalah seorang anak bungsu yang lahir di keluarga dengan adat Jawa. Sebagai anak terakhir yang biasanya tidak punya ruang untuk bersuara, Damar punya pemikiran sendiri yang ingin disampaikan, apalagi dia bekerja di ibu kota yang membuat pikirannya lebih terbuka. Apa yang dia inginkan dan situasi yang dia alami menciptakan konflik yang digambarkan dalam film ini.
“Sampai Jadi Debu” juga dibintangi oleh Yasamin Jasem yang berperan sebagai kekasih Damar, Laras. Damar yang tak pernah bicara soal masalahnya jadi bersikap beda di hadapan Laras.
“Karena aku enggak tahu masalah Damar, akhirnya tahu apa yang terjadi dan aku mencoba mengerti,” dia menjelaskan karakternya.
Sementara itu, aktris Cut Mini mengatakan ini baru pertama kali dia memainkan karakter yang mengidap penyakit Alzheimer.
Setelah membaca sinopsis dan skenario, dia banyak menggali serba-serbi mengenai penyakit tersebut lewat pengalaman teman dekatnya, menonton film-film yang menampilkan karakter dengan penyakit Alzheimer, juga berdiskusi dengan sutradara.
Karakter itu hanya mengingat Damar dan suami yang sebetulnya sudah meninggalkannya. Ketika penyakitnya kambuh, karakter yang ia perankan itu mencari-cari suami, tapi anaknya tak pernah memberitahukan kenyataannya.
“Semua susah, scene per scene ‘tipis’,” katanya. “Tapi sutradara sangat menjaga karakter, saya tidak pernah dilepas, dia tetap jaga saya seperti pemain lain.”
Baca juga: Kesulitan Baskara Mahendra, Wafda dan Lutesha jadi pemuda 1940-an
Baca juga: Aktor Wafda Saifan kenang cita-cita di masa lampau lewat film
Baca juga: Wafda Saifan Lubis latihan jadi tentara untuk “Jelita Sejuba”
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
COPYRIGHT © ANTARA 2021