KPK Siap Ambil Alih bila Mandek
Lambannya penanganan kasus korupsi di daerah selalu menjadi sorotan para pegiat antikorupsi. Pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2016 kemarin, tunggakan kasus pengemplang uang rakyat itu kembali menuai kritikan.
Data Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar, tahun ini ada 90 perkara korupsi. Rinciannya, 35 perkara dalam tahap penyelidikan, 32 perkara dalam penyidikan dan 23 perkara tahap penuntutan. Satu kasus dinyatakan dihentikan penyidikannya.
Dalam konferensi pers Kejati Sumbar pada peringatan Hari Antikorupsi kemarin, Kepala Kejati Sumbar, Diah Srikanti berkomitmen menuntaskan kasus korupsi yang mandek. Bukan itu saja, Kajati yang baru menjabat sebulan ini menegaskan siap memproses jaksa yang bermain dalam kasus-kasus korupsi.
“Saya menginstruksikan seluruh kepala kejaksaan negeri untuk menyelesaikan tunggakan perkara korupsi, serta memproses jaksa yang ketahuan bermain dalam kasus korupsi,” tegasnya kepada pers di Kantor Kejati Sumbar, Jumat (9/12).
Pernyataan serupa selalu diungkapkan para Kajati Sumbar setiap peringatan Hari Antikorupsi Sedunia setiap tahun. Namun, tunggakan kasus korupsi yang melibatkan para pejabat daerah itu, tetap saja mandek hingga bertahun-tahun.
Kajati mengatakan telah membentuk Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) untuk membersihkan jaksa-jaksa nakal. “Sekecil apa pun uang yang diminta akan kami proses,” tegasnya.
Kejati Sumbar menerima 17 laporan pengaduan masyarakat terkait jaksa nakal sepanjang tahun 2016. “Dari 17 laporan pengaduan masyarakat itu, 10 terbukti dan diberi sanksi. Enam laporan tidak terbukti, dan satu lagi dalam proses pemeriksaan. Tahun ini juga akan diselesaikan,” ungkap Diah Srikanti.
Kajati juga menyatakan telah menyelamatkan keuangan negara Rp 1.378.969.396. Pada tahun sebelumnya sebesar Rp 1,5 miliar. “Kemungkinan akan terus meningkat karena masih tersisa satu bulan lagi,” lanjutnya.
Dalam jumpa pers itu, Asisten Pidana Khusus Dwi Samudji menambahkan tentang perkembangan kasus Bank Nagari.
“Kita terkendala meminta nomor rekening pihak-pihak bersangkutan. Sebab, harus minta izin OJK Pusat melalui Kejaksaan Agung. Prosesnya lambat karena di OJK Bank Nagari tidak terdaftar. Yang terdaftar adalah PT BPD Sumbar. Akhinya berkas kita perbarui. Itu kendala kami meminta aliran dana dari pihak-pihak yang terlibat kasus dugaan korupsi Bank Nagari,” jelasnya.
Dwi Samudji beralasan tidak bisa mengekspos kasus korupsi dalam proses penyelidikan dan penyidikan sesuai instruksi presiden. “Kalau sudah masuk penuntutan baru bisa diekspos media,” akunya.
Dwi Sumiadji mengungkapkan ada satu kasus yang diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Sayangnya, dia tidak bersedia membeberkan kasus tersebut. Dari catatan Lembaga Antikorupsi Integritas, kasus yang di-SP3 itu adalah dugaan korupsi di RSUD dr Rasidin Padang.
Pengamat hukum Universitas Ekasakti, Otong Rosadi memberikan beberapa catatan kepada Kejati Sumbar. Pertama, dia mempertanyakan kinerja Kejati apakah sudah memenuhi visi kejaksaan dalam penegakan kasus korupsi. “Korupsi dapat dikatakan bila tindakan koruptif di masyarakat berkurang,” ujarnya.
Dia lalu menyoal pengembalian aset Negara. “Apakah sudah maksimal?” ucapnya. Otong juga mengkritik kinerja kejaksaan yang cenderung menangani kasus-kasus kecil.
“Seharusnya Kejati Sumbar mempublis berapa uang negara yang dihabiskan untuk penanganan kasus korupsi. Untuk diketahui, penanganan kasus korupsi ini cukup banyak uang negara yang tersedot,” ujarnya.
Otong juga menyorot praktik mafia hukum yang dirasakan masih kuat terendus di lingkungan Kejati Sumbar. Seperti kasus jaksa Farizal yang diduga menerima suap dari bos gula Xaveriandy Sutanto.
“Solusinya, rekrutmen penegak hukum harus transparan agar diperoleh para penegak hukum yang memiliki kapasitas dan moral bagus,” katanya.
Ambil Alih Kasus Mandek
Penanganan tindak pidana korupsi yang mandek di kejaksaan mendapat perhatian dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Lembaga yang aktif menyuarakan antikorupsi itu mendesak agar KPK mengambil alih kasus tersebut agar tidak menjadi permainan oknum jaksa nakal.
Yang sekarang menjadi perhatian publik adalah penanganan perkara korupsi di Malang. Ada tujuh perkara yang mandek dan tidak jelas penanganannya.
“KPK harus melakukan supervisi terhadap kasus mandek yang terjadi di Malang,” terang peneliti ICW Febri Hendri kemarin (9/12). Komisi antirasuah itu mempunyai kewenangan untuk melakukan koordinasi dan supervisi.
Selain supervisi dan koordinasi, kata dia, KPK juga bisa mengambil alih penanganan perkara yang buruk itu. Febri menyatakan, ada dua faktor mengapa kasus korupsi itu mandek di kejaksaan. Yaitu, faktor teknis dan nonteknis.
Faktor teknis, seperti minimnya anggaran penanganan perkara, jumlah jaksa yang terbatas dan faktor lainnya. Sedangkan faktor nonteknis, adanya intervensi dari atasan dan praktik suap untuk menghentikan perkara. “Ini jamak terjadi dalam penanganan perkara di kejaksaan,” kata Febri.
Jubir KPK Febri Diansyah menyatakan siap melakukan supervisi dan koordinasi terhadap kasus yang mandek di kejaksaan. Menurutnya, sesuai Undang-Undang KPK, korupsi yang sedang ditangani Polri atau kejaksaan bisa dilakukan koordinasi dan supervisi.
“Itu diatur dalam Pasal 50 Undang-Undang KPK,” terang pria asal Padang yang juga mantan aktivis ICW itu.
Tahanan Kabur
Terkait tersangka korupsi, mantan Kepala BPBD Pasbar Asgiarman yang kabur, sejumlah jaksa tengah diperiksa.
“Kita sudah proses dan diberikan sanksi terkait tahanan kabur. Saya juga menyangkan tidak ada sel di Pengadilan Tipikor Padang. Dua hari setelah tahanan kabur, sel di Pengadilan Tipikor dibuat,” ujarnya. Sayangnya, lagi-lagi Kejati enggan menyebut inisial jaksa yang diperiksa itu.
Wakil Ketua Komisi Kejaksaan Erna Ratnaningsih ketika dikonfirmasi, mengaku belum menerima laporan terkait tahanan Kejari Pasaman Barat yang kabur. Ia berjanji mendalami kasus ini dan membawanya ke sidang pleno Komisi Kejaksaan.
“Jika akibat kelalaian kejaksaan, kami akan merekomendasikan kepada Jamwas (Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan) agar segera diproses kasus jaksanya,” ujar Erna.
Jumat (2/12), sekitar pukul 14:30, Asgiarman melarikan diri usai sidang pleidoi di Pengadilan Tipikor Padang. Minggu (4/12), sekitar pukul 11.45, terdakwa Asgiarman menyerahkan diri bersama keluarganya ke Tim Opsnal Intelkam dan Reskrim Polres Pasbar di Padangtujuah, Nagari Aurkuning, Kecamatan Pasaman, Pasbar.
Asgiarman tersangkut kasus dugaan korupsi bantuan bencana alam dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebesar Rp 4,1 miliar tahun 2013. (*)
LOGIN untuk mengomentari.