in

Menyigi Reformasi Birokrasi Kejaksaan

Bermasalah di Tangan Prasetyo

Kinerja buruk Jaksa Agung HM Prasetyo tak hanya terjadi pada fungsi pemberantasan korupsi. Mantan politikus Partai NasDem itu juga dianggap tidak mampu melanjutkan program-program reformasi birokrasi di kejaksaan yang sudah berjalan sejak 2005.

Catatan buruk reformasi birokrasi kejaksaan di tangan Prasetyo tergambar dalam temuan para aktivis antikorupsi. Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) Choky Ramadhan mengatakan, dua tahun kepemimpinan Prasetyo penuh dengan masalah yang mencoreng agenda pembaruan kejaksaan.

Hal itu setidaknya tecermin dari pengaduan perilaku tercela, indisipliner, dan tidak profesional para jaksa dua tahun terakhir ini. Pada 2015 saja, tercatat 812 pengaduan yang masuk ke Komisi Kejaksaan. Skandal penjualan barang bukti sebesar Rp 5 miliar di NTT menjadi contoh paling tragis rendahnya profesional jaksa di era Prasetyo.

“Belum lagi sejumlah jaksa terjerat kasus korupsi yang ditangani KPK. Ada jaksa yang tertangkap tangan menerima suap penanganan perkara,” ujar Choky.
Apa yang disampaikan Choky cukup beralasan. Data di KPK menunjukkan, setahun terakhir ini saja ada sembilan nama jaksa yang terindikasi terlibat kasus korupsi. Nama-nama itu antara lain, jaksa pada Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar Devianti Rochaeni. 

Dia ditangkap KPK setelah menerima suap Rp 913 juta pada April lalu. Uang itu diberikan untuk memuluskan penanganan perkara korupsi dana BPJS di Kabupaten Subang yang ditangani Kejati Jabar.

Selain Devianti, komisi antirasuah juga menahan Fahri Nurmallo yang juga jaksa Kejati Jabar. Fahri bersama-sama dengan Devianti menerima uang suap dari Jajang Abdul Khoir. Diduga uang diberikan dengan tujuan agar tuntutan jaksa terhadap Jajang dalam perkara itu menjadi ringan. Bupati Subang Ojang Sohandi juga ikut terlibat. Ojang sebagai penyandang dana. Dia memberikan uang itu agar namanya tidak terseret.

Tak lama setelah itu terungkap penyuapan terhadap Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Aspidsus Tomo Sitepu. Penyuapan itu dilakukan Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudiwantoko dan Senior Manager PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno.

Uang suap diberikan melalui perantara yang juga teman Sudung, Marudut Pakpahan. Suap diduga untuk menghentikan kasus korupsi PT Brantas Abipraya yang sedang ditangani Kejati DKI Jakarta. Marudut, Dandung dan Sudiwantoko telah divonis bersalah oleh pengadilan. Sayangnya, kasus ini tak dikembangkan oleh KPK, sehingga terkesan janggal. Sebab, ada pihak pemberi suap namun tak ada penerima suapnya. 

Tak hanya itu, sebelumnya juga tersebut nama Kajati Jatim Maruli Hutagalung menerima suap dari pengacara OC Kaligis. Uang suap itu diberikan untuk penanganan perkara korupsi bansos di Pemprov Sumatera Utara. Pernyataan pemberian suap pada Maruli diungkapkan Evy Susanti, istri Gubernur Sumut saat itu, Gatot Pujo Nugroho dalam persidangan. Untuk perkara ini, KPK menyatakan masih mengumpulkan bukti keterlibatan Maruli.

Kasus jaksa nakal yang terungkap KPK lainnya ialah Farizal. Dia merupakan jaksa di Kejati Sumbar yang ditetapkan tersangka setelah menerima suap Rp 365 juta dari Direktur CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto. Uang itu diberikan agar Farizal membantu penanganan perkara gula tidak ber-SNI yang disidang di Pengadilan Negeri Padang.

Selain menjadi jaksa penuntut umum (JPU), Farizal juga berperan seperti penasihat hukum. Bahkan, dia membantu Xaveriandy membuatkan eksepsi atau nota keberatan. KPK pun masih mendalami perkara tersebut dengan memeriksa para pejabat di Kejati Sumbar. Termasuk Kajati Widodo Supriyadi, Kajari Padang Syamsul Bahri dan Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sumbar Bambang Supriyambodo.

“Skandal korupsi jaksa ini bukti pengawasan di kejaksaan perlu dibenahi. Perlu formula dasar pencegahan korupsi,” kata Choky. Menurut dia, kejaksaan di bawah kepemimpinan Prasetyo kurang melibatkan instansi lain dalam melakukan pengawasan. Padahal, pengawasan internal mereka sudah tak dipercaya lagi oleh masyarakat.

Indonesia Corruption Watch (ICW) juga memiliki catatan terkait buruknya reformasi birokrasi kejaksaan di era Prasetyo. ICW menyebut kejaksaan tidak pernah terbuka menyampaikan rencana dan capaian hasil reformasi yang sudah dilakukan. 

Tidak berjalannya reformasi birokrasi di kejaksaan diduga juga karena kekosongan jabatan Wakil Ketua Jaksa Agung, sejak pensiunnya Andi Nirwanto pada Januari lalu. Sebab, secara struktural pelakasana reformasi birokrasi di kejaksaan diketuai oleh Wakil Jaksa Agung.

Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan, Aradila Caesar mengatakan, salah satu permasalahan reformasi birokrasi yang menonjol di era Prasetyo ialah pembinaan karir para jaksa. Banyak di antara mereka yang tidak puas dengan kebijakan Prasetyo.

Ketidakpuasan dari kalangan internal itu menyangkut rekrutmen, pendidikan jaksa, mutasi, promosi, dan penunjukan pejabat struktural di kejaksaan. Merit system dianggap belum berjalan dengan baik. Promosi jabatan di kejaksaan seringkali dicurigai dan dinilai tanpa ada tolok ukur yang jelas. 

Salah satu yang selama ini dipermasalahkan ialah melesatnya karir anak Prasetyo, Bayu Adhinugroho Arianto. Ketika ayahnya menjadi Jaksa Agung, Bayu langsung mendapatkan promosi sebagai koordinator intel di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Promosi itu dianggap menabrak prosedur kenaikan pangkat. 

Sebagai catatan, per 2015 dia baru sembilan tahun berkarir di kejaksaan. Dalam periode seperti itu, tidak pernah ada seorang jaksa bisa mencapai posisi koordinator. Jaksa berprestasi menonjol sekalipun, belasan tahun paling-paling menjadi kepala seksi (kasi). Nah, Bayu tidak punya prestasi, sembilan tahun sudah menjadi koordinator. Itu adalah posisi yang selangkah lagi menjadi kepala kejaksaan negeri. 

Selain itu, rekam jejak juga seringkali tidak digunakan untuk mempromosikan seorang jaksa. Jaksa-jaksa yang merasa berprestasi—giat memberantas korupsi—tiba-tiba “dilempar” atau dimutasikan. Intervensi politik juga masih terdengar sebagai upaya menyingkirkan jaksa yang berprestasi.

Ketidakpuasan internal kejaksaan terhadap kebijakan Prasetyo setidaknya telah terbukti dari keberanian dua jaksa menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Jaksa itu ialah Mangasi Situmeang (mantan Kajari Pontianak) dan Chuck Suryosumpeno (mantan Kajati Maluku). Mangasi menggugat mutasinya. Sedangkan Chuck menggugat pencopotan jabatannya.

DPR Apresiasi ICW

Rapor merah terhadap kinerja Jaksa Agung yang dirilis ICW, Kamis (17/11), mendapat apresiasi dari Komisi III DPR. Anggota Komisi III Wenny Warouw yakin ICW punya dasar dan alasan kuat memberikan rapor merah pada kinerja Prasetyo. Komisi hukum DPR juga akan menjadikan catatan itu untuk menegur Prasetyo pada rapat kerja Komisi III, Rabu (23/11).

“Kita harus tegur, benar tidak rapor (merah) itu,” kata Wenny, saat dihubungi, kemarin (18/11). Atas hal itu pula, lanjut dia, komisinya akan menyambut baik kalau ICW bersedia menyerahkan laporannya. Data yang ada bakal disinkronkan dengan data yang dimiliki Komisi Hukum. 

Mantan Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri tersebut menambahkan, kalau sejauh ini penilaian senada juga dimilikinya. Bahwa, dalam banyak hal kinerja kejaksaan memang terkesan lamban. Beberapa kasus jalan di tempat tanpa alasan yang jelas. “Dan ini sudah berulangkali kami sampaikan ke Kejaksaan Agung,” tandasnya. 

Termasuk, kata Wenny, sejumlah kekalahan kejaksaan dalam sejumlah praperadilan yang diajukan pihak yang ditersangkakan. “Ini semua kenapa? Ada apa? Jauh-jauh hari, kami sebenarnya berharap kejaksaan itu punya gebrakan positif, tapi itu tak kunjung terlihat,” sorotnya lagi.

Menanggapi kritikan dari para pegiat antikorupsi dan Komisi III DPR, Prasetyo ternyata tetap santai. “Saya tidak harus menanggapi panjang lebar,” ujar Prasetyo. Dia menyebut, ICW tak tahu dan tidak mau tahu dengan apa yang dikerjakan selama ini.

Menurut dia, kejaksaan tak akan menggubris dan terpengaruh rapor merah dari ICW. “Saya tidak mengerti kriteria apa yang dilakukan ICW, tapi biarlah kita anggap pil pahit saja. Kita tidak terpengaruh itu,” ujarnya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Kadin Sumbar Pilih Ketua Baru

Pungli di Layanan Publik, Pegawai Dipecat, Gubernur dan Kapolda Kompak Bertindak Tegas