in

Kejati Tetapkan Tersangka SPj Fiktif

Warga Pemilik Tanah jadi Saksi

Setelah melakukan gelar perkara, akhirnya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi, dalam pengadaan tanah pembangunan jembatan layang (fly over) Duku di Padangpariaman dan Jalan Samudera Padang dengan modus SPj fiktif, Kamis (23/2).

Kasus surat pertanggungjawaban (SPj) fiktif yang menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 43 miliar itu, diduga melibatkan YSN, pegawai Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman (kini Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) Sumbar.

“Kamis (23/2) kemarin, kami sudah menetapkan satu tersangka terkait kasus ini, tersangka hanya satu orang,” ujar Asisten Pidana Khusus Kejati Sumbar Dwi Samudji kepada Padang Ekspes, Jumat (24/2).

Hanya saja, Dwi masih enggan berkomentar lebih jauh terkait siapa orang yang ditetapkan menjadi tersangka. Begitu juga ketika ditanya tersangka dari instansi mana. “Untuk pertanyaan lainnya, saat ini saya enggan menjawab. Saya lagi di luar kota. Besok saya akan kembali ke Padang,” katanya.

Sebelumnya, Rabu (22/2), Dwi mengatakan, selama pengusutan kasus ini pihaknya sudah memeriksa sebanyak 19-20 orang saksi, dan menyita barang bukti. Sejak awal mengusut sudah pula dihitung kerugian negara, tapi belum bisa ditotalkan.

“Kerugian sebesar Rp 43 miliar yang beredar selama ini, belum bisa dipastikan sebagai jumlah nominal dari kerugian yang diakibatkan. Bisa saja kurang dari dugaan, bahkan bisa melebihi itu karena masih dalam proses,” ujarnya.

Dalam kasus ini, dia menuturkan belum ada koordinasi Kejati dengan BPK. Namun, yang pasti nantinya akan mengarahkan dan menuju ke sana. “Sampai hari ini saya  belum menerima laporan investigasi BPK, kami juga sudah melapor kepada KPK dan meminta keterlibatan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menghitung ke mana aliran dana kasus ini mengalir,” ujarnya.

Belum diketahui, siapa yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati dalam kasus ini. Pengacara YSN, Defika Yufiandra ketika dihubungi terpisah kemarin mengatakan, belum ada penetapan tersangka terhadap kliennya karena pihaknya belum menerima pemberitahuan dari Kejati Sumbar.

Namun, dia mengaku kalau YSN pada Kamis (23/2) diperiksa Kejati Sumbar. “Memang pada Kamis lalu YSN diperiksa oleh kejaksaan, namun belum ada penetapan status tersangka,” ujarnya.

Di sisi lain, Defika menyayangkan sikap kejaksaan yang dinilainya tergesa-gesa dalam pengusutan kasus ini. Pasalnya, sampai kemarin BPK belum mengeluarkan hasil audit investigasi total kerugian negara dalam kasus SPj fiktif ini. “Masak sudah ada penetapan tersangka. Seharusnya kejaksaan menunggu terlebih dahulu hasil audit investigasi BPK. Bahkan, Kamis kemarin BPK masih pemantauan lapangan,” katanya.

Hal itu, katanya, didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ketentuan formil dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi ketentuan materil.  “Artinya harus jelas terlebih dahulu kerugian negara baru bisa ditetapkan tersangka. Sampai hari ini belum jelas kerugian negaranya, karena BPK masih bekerja,” imbuhnya.

 Dalam keterangan persnya, Senin (13/2) lalu, Defika juga menyatakan hasil audit itu nantinya memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan temuan ganti rugi (TGR) dalam waktu 60 hari.  “Setelah audit selesai dan jelas berapa jumlah kerugian negaranya, bukan tidak mungkin jika klien kami bekerja sama dengan penegak hukum untuk jadi justice collaborator dalam mengungkap kasus ini,” katanya.

Ukur Ulang

Pada Kamis (23/2), petugas dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pengukuran ulang dan mencari bukti terhadap tanah ganti rugi dan bangunan rumah warga di sekitar Jalan Samudera, Kelurahan Olo, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Padang Ekspres, pengukuran ulang itu dilakukan dari sekitar pukul 11.00. Namun, pihak BPK yang ke lapangan itu tidak mau memberi penjelasan terkait hasil pengukuran ulang tersebut.

Sedangkan beberapa masyarakat yang ditanya mengaku ganti rugi tanah sudah mereka terima satu kali dari pihak yang membebaskan tanah yang dilakukan tahun 2013 lalu. Selain itu, warga juga disuruh menandatangani serah terima uang ganti rugi.

“Tadi saya memang didatangi oleh orang BPK untuk menanyakan tentang ganti rugi yang telah saya terima. Tidak hanya orang BPK yang datang ke tempat saya, tapi Camat Padang Barat, staf Lurah dan staf PU juga mendatangi saya,” ujar Nurmaini, salah seorang warga yang terkena pembebasan tanah.

Dia mengaku menerima satu kali uang ganti rugi sebesar Rp 85 juta tahun 2013. Mereka hanya menerima ganti rugi bangunan saja, belum untuk penggantian tanah.  “Saya dapat informasi, untuk pembayaran ganti rugi, orang yang membebaskan lahan saat itu melaporkan ke atasannya sebanyak tiga kali ganti rugi. Padahal, kami hanya menerima satu kali,” ujarnya.

Dia juga menjelaskan, bagi warga yang tidak mau menjemput uang ganti rugi, pihak kelurahan melayangkan surat pemberitahuan kepada warga. Isinya, bagi warga yang tidak menjemput uang ganti rugi, terpaksa rumah mereka digeser paksa.

“Setelah membaca berita dari media, bapak YSN yang mengurus proyek dan membebaskan tanah kami sudah diproses secara hukum. Untuk itu, saya juga akan dipanggil sebagai saksi dan telah dijadwalkan pada Selasa depan,” ungkapnya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Energi Berkeadilan

Sewa Kamar Rp 133 Juta per Malam