Hemat Anggaran, Kurangi Dosen Rangkap Jabatan
Tertutup sudah bagi kampus negeri untuk membuka fakultas baru. Terhitung mulai kemarin (2/11), Kemenristekdikti mengeluarkan surat moratorium pembukaan fakultas baru. Tujuannya selain efisiensi anggaran, juga untuk menarik dosen-dosen yang jadi pejabat struktural kembali mengajar dan meneliti.
Keputusan moratorium pembukaan fakultas baru itu disampaikan Menristekdikti Mohamad Nasir di Jakarta, kemarin (2/11). Dia mengatakan setiap pembentukan fakultas baru, selalu diiringi dengan masalah baru. ”Mulai dari masalah anggaran, sumber daya dosen, fasilitas perkuliahan, dan lain-lainnya. Aturan moratorium ini khusus untuk PTN di bawah Kemenristekdikti,’’ katanya.
Nasir menjelaskan, saat ini setiap bulan ada saja PTS yang mengusulkan membuka fakultas baru. Di antara yang paling sering adalah pendirian fakultas keperawatan dan fakultas kedokteran. Dia menjelaskan, selama di provinsi tersebut sudah ada fakultas keperawatan, fakultas kedokteran, atau fakultas-fakultas yang lain, izinnya tidak akan keluar.
Catatan dari Kemenristekdikti menyebutkan, di PTN-PTN besar, setiap satu unit fakultas, membutuhkan rata-rata 18 orang dosen untuk ditarik menjadi pejabat struktural. Akibatnya, dosen tersebut tidak bisa fokus mengajar apalagi meneliti.
Padahal, Kemenristekdikti memiliki agenda besar mengalahkan jumlah publikasi ilmiah internasional Malaysia tahun depan.
Dia bahkan menantang PTN-PTN untuk berinisatif mengurangi jumlah fakultas yang ada. Saat ini di beberapa kampus besar, jumlah fakultasnya cukup banyak. Contohnya di Universitas Indonesia (UI) memiliki 13 fakultas, di ITB dan IPB ada 12 fakultas. Kemudian di UGM ada 18 fakultas dan satu sekolah vokasi, di Unair Surabaya dan di Universitas Hasanuddin Makassar masing-masing ada 14 fakultas.
”Saya tantang PTN-PTN, terutama yang besar, untuk mengepras fakultasnya. Kurangi sampai tinggal lima fakultas saja,” jelasnya. Nasir mengatakan, ada beberapa fakultas yang sebenarnya bisa digabung. Dia mencontohkan fakultas kedokteran, kesehatan masyarakat, dan keperawatan bahkan psikologi, sebenarnya bisa digabung menjadi satu fakultas saja.
Kemudian fakultas teknik dan MIPA juga bisa dilebur menjadi satu. Sebab yang dipelajari di MIPA dengan teknik hampir sama. Kemudian untuk fakultas-fakultas konomi, sosial dan budaya bisa digabung menjadi satu. Seperti fakultas ilmu sosial dan politik, fakutlas ekonomi, serta fakultas budaya dijadikan satu fakultas saja. Lalu, fakultas kehutanan, perikanan, dan sejensinya bisa dijadikan satu fakultas juga.
”Sehingga tidak perlu banyak-banyak jabatan dekan. Rektor jangan takut kehilangan suara saat pemilihan, karena jumlah dekannya sedikit,” tuturnya.
Nasir menjanjikan pemberian insentif kepada PTN yang secara sukarela mengurangi jumlah fakultasnya masing-masing. Dia menegaskan pengurangan fakultas bukan berarti ada konsekuensi pemecatan dosen. ”Yang hilang hanya jabatannya saja,” tandasnya.
Dirjen Kelembagaan Iptek-Dikti Kemenristekdikti, Patdono Suwignjo menuturkan, biaya atau cost untuk satu fakultas itu memang cukup besar. Mulai untuk membayar tunjangan jabatan dekan, wakil dekan, serta jabatan struktural lain di bawahnya.
Dia mencontohkan di kampus besar ada yang memiliki lebih dari sepuluh fakultas. Patdono menuturkan dengan menghapus lima fakultas saja, bisa membuat penghematan luar biasa. Di antaranya adalah menghapus 90 kursi jabatan struktural (18 jabatan dikali lima fakultas). ”Nah 90 dosen yang sebelumnya menduduki jabatan itu, bisa dikembalikan supaya fokus mengajar dan meneliti. Tidak direpoti urusan administrasi,” tutur dia.
Patdono mengatakan, kondisi paling ektrems itu ada yang sampai sepertiga dosen di sebuah PTN menduduki jabatan struktural. Menurutnya, kondisi ini sangat tidak ideal untuk memenuhi tuntutan akademik. Sehingga, mengerem pembentukan fakultas baru maupun menghapus beberapa fakultas yang sudah ada, menurutnya upaya penghematan dan efisiensi perguruan tinggi. (*)
LOGIN untuk mengomentari.