Rentenir Menangguk Keuntungan
Meski saat ini sudah banyak bank, koperasi serta lembaga keuangan lain bermunculan, namun praktik lintah darat tak kunjung mati di tengah masyarakat. Mereka menawarkan pinjaman yang cepat cair dan tidak perlu persyaratan yang berbelit. Ekonomi warga pun terbantu dengan kehadiran mereka.
Seperti diungkapkan Rina Putri, 36, warga Seberang Padang yang juga nasabah julo-julo tembak Jumat (13/1). Ia mengatakan, meminjam uang ke rentenir dengan istilah julo-julo tembak mudah dan tidak perlu melengkapi persyaratan tertentu.
Berbeda jika meminjam di lembaga keuangan resmi seperti bank, koperasi atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) BMT cukup rumit dan pencairan dananya agak lama.
“Pembayaran pinjaman melalui rentenir biasanya tergantung kesepakatan antara si peminjam dan rentenir tersebut. Ada pelunasannya selama 42 hari, 45, 60, hingga hari,” ungkapnya.
Dia baru-baru ini meminjam uang Rp 500 ribu kepada rentenir atau bos julo-julo tembak dengan angsuran Rp15 ribu perhari dalam jangka waktu 42 hari.
“Jika satu hari tidak membayar, maka digandakan pembayarannya pada hari berikutnya,” ujar wanita bertubuh tambun tersebut.
Janda beranak dua ini mengatakan, meminjam dengan rentenir atas dasar kepercayaan saja. Dua bulan lalu dia mengaku juga meminjam julo-julo tembak untuk biaya sekolah anaknya Rp 1 juta dalam jangka waktu 42 hari, yang dibayar Rp 30 ribu per hari.
Jika yang meminjam tidak bisa melunasi pinjaman tersebut biasanya ada saja barang yang disita sesuai dengan berapa jumlah pinjaman. “TV saya pernah disita, karena saya tidak bisa melunasi uang pinjaman,” katanya.
Wan Bolor, 37, juga pernah meminjam uang melalui rentenir Rp 1 juta yang pembayarannya selama 40 hari, pembayaran sebesar Rp 30 ribu per harinya. “Saat ini saya tidak lagi meminjam ke rentenir, karena terlalu berat untuk membayarnya sementara pekerjaan saya cuma pemulung,” katanya.
Pelaku usaha julo-julo tembak tinggal di kawasan Lubukbegalung berinisial NI, 37, mengaku dirinya menekuni usaha tersebut dengan modal awal Rp 50 juta. Modal awal tersebut berasal dari hasil kerjanya sebagai TKI di Malaysia.
“Sejak menekuni usaha julo-julo tembak sekarang modal tersebut sudah bertambah Rp 80 juta,” katanya.
Dia meminjamkan kepada calon peminjam atas dasar kepercayaan. Dirinya meminjamkan uang kepada nasabahnya paling banyak Rp 5 juta. Dia khawatir, kalau pembayaran macet dirinya takut merugi, karena tidak ada jaminan saat meminjam.
“Baru-baru ini saya rugi Rp 4,5 juta, karena uang yang dipinjam nasabah Rp 5 juta hanya sanggup dibayar cuma Rp 500 ribu saja. Setelah itu, si peminjam tersebut kabur entah ke mana,” ujar pria yang sudah 5 tahun menjalani praktik rentenir tersebut.
Dia mengatakan, saat ini dirinya lebih berhati-hati saat meminjamkan uang kepada seseorang, jika orang yang belum dikenal dirinya tidak mau meminjamkan uang karena terlalu berisiko.
“Jika ada orang yang akan meminjam uang melalui julo-julo tembak, saya harus lebih berhati-hati sebab saya telah pernah merugi,” katanya.
Salah seorang rentenir berinisial MD, 43, yang mengaku tinggal di kawasan Muara Padang mengatakan, nasabahnya dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
“Yang meminjam biasanya orang-orang yang membutuhkan uang dengan cara pintas, karena kalau meminjam melalui koperasi atau sejenisnya terlalu ribet dan harus ada agunan,” katanya.
Sampai saat ini, pembayaran masih lancar-lancar saja, belum pernah ada yang macet. “Kalau macet saya bisanya menyita barang yang ada di rumahnya sesuai jumlah pinjaman uangnya,” imbuhnya.
Si Was, warga Jorong Timbulun, Nagari Lubuk Gadang Selatan, Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan mengatakan julo-julo yang dijalaninya dibangun berdasarkan kriteria anggotanya kelompok ibu rumah tangga yang mempunyai sebuah ikatan.
Modal utama untuk bergabung dalam kelompok julo-julo adalah saling percaya, tepat waktu, konsisten, komitmen, hemat dan mempunyai pekerjaan.
Dijelaskannya, sistem perguliran dana pinjaman dalam kelompok julo-julo juga diatur rapat anggota. Ada kelompok yang menggunakan sistem undian mingguan, ada yang sebulan 3 kali maksimal sebulan sekali.
“Di sini julo-julo itu bervariasi, melibatkan beberapa orang sebagai anggota. Jumlah besaran uang yang akan di Simpan pinjam pun bervariasi, tergantung kesepakatan semua anggota, misalnya Rp 10 ribu dengan anggota 50, maka kita akan menerima 500 dan dikocok seminggu sekali, bagi ibu-ibu yang menerima pertama, maka sampai selesai tugasnya hanya membayar saja lagi,” jelasnya.
Dari segi sistem ekonomi keuangan, tradisi julo-julo selama ini mampu mendongkrak perekonomian para anggotanya dalam menjalankan usaha. Namun, pada perkembangannya julo-julo sudah dijadikan lahan bisnis oleh sejumlah oknum.
Dengan keuangan yang lebih, maka dengan kedok julo-julo mereka memberikan pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan dan menjeratnya kepada sistem pembayaran yang bersistem bunga.
“Kalau pinjaman dengan sistem pembayaran lebih di sini dikenal dengan koperasi. Biasanya masyarakat yang maminjam adalah mereka yang tak ikut kegiatan julo-julo seperti halnya kami, dan kebanyakan uang koperasi digunakan oleh peminjam yang memiliki usaha kecil dan tidak bisa mengusulkan peminjaman ke bank karena tak mencukupi syarat,” ungkap Si Was kepada Padang Ekspres.
Jusnidar, warga lainnya mengaku ikut sistem koperasi ini. Ia menegaskan cukup terbantu dengan peminjaman sistem bunga tersebut terhadap perkembangan usahanya berjualan buah.
“Kalau masa sekarang ini, mengadu kepada keluarga dan tetangga susah. Kemudian ada orang yang menawarkan pinjaman dengan pembayaran angsuran, bukankah itu membantu,” ungkap warga Sungai Lambai, nagari Lubuk Gadang Selatan tersebut.
Untuk istilah rentenir, lanjutnya, ia tidak mengatakan tidak ke pikiran sampai kesitu. Namun meskipun begitu ia menilai julo-julo atau koperasi ini telah membantu menyediakan modal untuk membuka usaha, meskipun membayar lebih dari nominal pinjaman.
Salah seorang penagih uang julo-julo atau koperasi tersebut, yang tidak ingin ditulis namanya menyebutkan julo-julo ini bukan rentenir, karena tidak menggunakan sistem bunga berbunga.
Namun sistem yang diterapkan adalah sistem arisan yang dibayarkan setiap hari selama 110 hari. Pemilik modal mendapatkan jasa bagi hasil sebesar 10% dari para peserta julo-julo.
“Misalnya masyarakat meminjam Rp 2 juta, maka dia akan mengangsur sebesar Rp. 20 ribu setiap hari selama 110 hari. Pemilik modal memperoleh 10% atau sebesar Rp 200 ribu, artinya si peserta julo-julo mendapatkan uang sebesar Rp. 2 juta namun pengembaliannya Rp 2,2 juta,” ujarnya.
Ia menambahkan julo-julo ini telah terbukti meningkatkan atau membantu permodalan masyarakat. Karena julo-julo sebagai alternatif paling mudah dalam mendapatkan tambahan permodalan untuk pengembangan usahanya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.