Baru Sebatas Komitmen, Minim Aksi
Operasi tangkap tangan (OTT) Tim Satuan Tugas (Satgas) Pungli Polda Sumbar di Balai Laboratorium Kesehatan dan Klinik Hewan (BLKKH) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak dan Keswan) Sumbar, Senin (21/11) lalu, debut pemberantasan pungli yang menyita perhatian publik selama tahun ini. Sayang, gebrakan satgas ini belum sepenuhnya mampu memberi efek jera terhadap pelaku pungli.
BANYAK kalangan masih menyangsikan keseriusan aparat memberantas salah satu penyakit manahun di tengah masyarakat. Di samping terkesan lamban penyelesaian kasus satu ini (sampai sekarang belum P21 lengkap), gebrakan Satgas Saber Pungli seusai OTT petugas Klinik Hewan nyaris tak terdengar.
Di lapangan, praktik pungli di instansi pelayanan publik belum sepenuhnya lenyap. Di Samsat Padang, misalnya. Meski telah diterapkan sistem elektronik guna menutup celah pungli, penelusuran Padang Ekspres dari sejumlah pengurus pajak kendaraan, mengaku masih ada celah pungli.
Sebut saja cek fisik kendaraan yang seyogianya gratis, petugas masih menerima uang tips dari pemilik kendaraan. Dengan dalih sukarela. Pemilik kendaraan juga disarankan membeli map yang harganya tiga kali lipat dari harga di pasaran. ”Harga map di pasaran sekitar Rp 500-1.000. Kalau di Samsat sampai Rp 2 ribu,” ungkap salah seorang pengurus pajak.
Di pelataran parkir Kantor Samsat yang notabene kantor pemerintahan, pemilik kendaraan dikenai uang parkir. Tak jarang di atas tarif resmi Rp 2 ribu untuk motor dan Rp 3 ribu untuk mobil. Petugas parkir beralasan tidak ada uang kembalian.
Data Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, terhitung sampai Oktober 2016, dari 267 laporan masyarakat terkait penyimpangan penyelenggaraan pelayanan publik di Sumbar, 39 laporan di antaranya terkait pungli. Sebanyak 21 laporan masyarakat terkait pungli di sekolah, layanan pertanahan empat laporan, layanan SIM tiga laporan, Samsat dua laporan dan perizinan dua laporan.
Modusnya beragam. Hanya sekadar biaya fotocopy, beli map, biaya administrasi, biaya operasional, sampai biaya penyelenggaraan petugas. Khusus penyelenggaraan negara, biasanya tidak bersedia memberikan tanda terima/kuitansi atau tidak lewat loket pembayaran.
Praktik pungli yang menonjol terjadi di Jembatan Timbang Oto (OTO) dan pengurusan kir. Pengakuan beberapa sopir truk, pungli di JTO belum sepenuhnya hilang. Oktavian, 42, sopir truk pengangkut batu bara, membenarkan hal itu.
Besaran pungli beragam. Bergantung kelebihan muatan truk. Bisa Rp 30 ribu atau Rp 50 ribu. “Berlebih atau tidak, para sopir tetap saja “dipajak” petugas timbangan. Dari Padang ke Lampung, bisa Rp 1,5 juta untuk timbangan. Belum lagi setoran lain-lain,” katanya.
Pelayanan kir beda lagi. Untuk memuluskan pengurusan kir, pemilik kendaraan harus membayar “uang rokok” Rp 50 ribu. KF, 42, pemilik mobil di Kabupaten Solok mengamininya. Diakuinya, dia jarang mengurus kir lewat prosedur resmi. Sudah ada petugas yang mengurusnya. Tentu tak ada makan siang gratis. Dia harus mengeluarkan biaya tambahan dua kali lipat.
Lain lagi praktik pungli yang dirasakan Forum Komunikasi Distributor Padang (FKDP). Para pengusaha barang-barang ritel ini menjadi sasaran empuk pungli. Mereka harus mengeluarkan biaya tambahan sampai jutaan rupiah.
Salah satu pungli itu dinamakan uang asam. Pengusaha harus membayar Rp 50 ribu sampai Rp 75 ribu saat bongkar muat. Ada pula pungutan untuk Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu dan uang parkir bulanan Rp 30 ribu. Virus pungli tak bisa hanya diserahkan kepada Tim Satgas Saber Pungli Polda Sumbar. Butuh dukungan segenap instansi dan elemen masyarakat.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Andalas, Asrinaldi melihat penanganan pungli di Sumbar belum serius. Dia melihat semangat menangani pungli cenderung asal bapak senang.
“Harusnya diminta atau tidak, pejabat publik haruslah menyelesaikan keluhan-keluhan masyarakat. Ini menunjukkan pejabat kita belum sensitif dengan realita sosial. Ingat, pungli bukan saja masalah di instansi pemerintah, tapi juga marak di kalangan masyarakat. Sebut saja parkir liar di sepanjang jalan di Padang. Seolah-olah hal biasa,” katanya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.