Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, tentang Kondisi Perindustrian Nasional
Beragam indikator dikenakan, seperti terpuruknya industri manufaktur sepanjang reformasi, penurunan kinerja industri, lemahnya dukungan, kebijakan yang parsial, lemahnya struktur industri nasional, serta beberapa persoalan lainnya.
Guna mengetahui kondisi perindustrian nasional, berikut wawancara Koran Jakarta dengan Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto.
Selama ini banyak yang menyebut industri nasional sudah darurat, bahkan ada yang menyebut sedang terjadi deindustrialisasi, apa tanggapan Anda?
Menurut saya, kinerja industri nasional masih bagus. Kita masih kuat di tengah melemahnya perekonomian global. Jika pada tahun 2009 pertumbuhan industri kita hanya 2,1 persen, sebagai imbas dari krisis yang mengguncang AS pada 2008, namun pada 2016 pertumbuhan industri kita mencapai 4,42 persen.
Artinya, meskipun perekonomian dunia sedang terpuruk, tetapi industri kita masih bisa bertahan. Itu berbeda dengan negara lain yang sulit pulih.
Bisa dijelaskan industri yang masih bertahan?
Melemahnya perekonomian global itu hanya berdampak pada perusahaan-perusahaan skala kecil serta menengah. Mereka sulit bersaing sehingga mengalami kendala untuk melakukan kenaikan kelas. Sementara perusahaan-perusahaan besar justru tetap bertahan, bahkan produksi dan ekspornya malah meningkat.
Sebut saja industri kendaraan bermotor, industri kosmetik, serta industri besar lainnya. Mereka tetap eksis di tengah perekonomian global lesu. Memang ada kelemahan karena yang eksis hanya perusahaan itu-itu saja, yang kuasai pasar hanya orang yang sama, sementara perusahaan yang tidak kuat tadi kian terpuruk. Tetapi intinya, industri nasional tidak separah yang dikatakan, yakni terjadinya deindustrialisasi.
Apa indikator sehingga Anda masih optimis industri kita masih kuat?
Industri manufaktur kita masih terhitung di percaturan manufaktur dunia. Data United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) 2016 melaporkan, nilai tambah industri manufaktur di dunia pada tahun 2016 mencapai 11 triliun dollar AS.
Lalu, 78,46 persen disumbang oleh 15 negara teratas yang mana Indonesia berada di dalamnya. Indonesia termasuk sepuluh besar negara manufaktur di dunia berdasarkan nilai tambah yang diciptakan dari sektor manufaktur.
Itu naik tiga poin dari sebelumnya yang masih bercokol di peringkat ke-13 dunia. RI menyumbang 1,93 persen terhadap nilai tambah manufaktur dunia serta meninggalkan negara ASEAN lainnya yang terpental di luar 15 besar dunia.
Itu sejalan dengan kontribusi industri pengolahan sebagai penyumbang terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang 2016. Bahkan, dalam beberapa tahun ke depan, RI bisa naik peringkat ke posisi tujuh bila persoalan mendasar tadi secepatnya dibenahi bahkan bisa mengeser Italia, Prancis, dan Brasil yang berada di peringkat ke tujuh, delapan dan sembilan.
Masalah apa yang menghambat pertumbuhan industri nasional?
Masih banyak persoalan besar yang melanda sektor industri kita. Hal itu seperti kebijakan pemberian insentif yang masih maju-mundur hanya bersifat ad hoc. Terkadang fasilitasnya baru ke luar ketika pabriknya sudah mati. Tentunya itu menghambat daya saing industri.
Selain itu, masih ada masalah klasik lainnya seperti infrastruktur gas, listrik, pelabuhan, dan jalan tol. Itu semua persoalan utama yang memengaruhi daya saing industri nasional. Semoga ini segera diselesaikan agar target-target bisaa tercapai.
Apa kebijakan untuk mendorong pertumbuhan industri?
Perlu diketahui, Kemenperin telah menetapkan enam kebijakan prioritas industri nasional, yang sejalan dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015–2019. Arah strategis tersebut meliputi peningkatan daya saing dan produktivitas, penumbuhan populasi industri, serta pengembangan perwilayahan industri di luar Pulau Jawa.
Itu dibuat mengingat pentingnya peran sektor industri dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional, maka perlu kebijakan untuk mengakselerasi pertumbuhannya. Kami berharap semua sektor bergerak, lintas kementerian.
Apalagi bukan hanya Kemenperin yang bertanggung jawab mendorong kinerja sektor industri. Ada banyak peraturan sektor industri yang menjadi wilayah kementerian lain. Diharapkan semuanya bersatu untuk mendorong pertumbuhan industri. erik sabini/AR-2