Seperti tahun-tahun sebelumnya, masyarakat dan Pemerintah Kota Surabaya memperingati Hari Pahlawan dengan sejumlah acara semarak penuh makna. Mulai upacara bendera di kompleks monumen Tugu Pahlawan, sekolah kebangsaan, hingga pagelaran parade juang Surabaya.
Parade juang merupakan kirab akbar yang diikuti berbagai elemen dan eksponen veteran dan mantan pejuang yang kompak mengenakan kostum dan atribut pejuang ‘tempo doeloe’ melalui jalan-jalan protokol Kota Pahlawan. Kali ini acara berlangsung lebih semarak. Pada tahun-tahun kemarin, arak-arakan dimulai dari Tugu Pahlawan hingga Taman Surya. Di tahun ini, para peserta parade menempuh jarak sepanjang enam kilo meter, dari Tugu Pahlawan dan berakhir di Taman Bungkul.
Sebanyak 6 ribu peserta yang berasal dari 300 komunitas dari Surabaya maupun luar Surabaya diberangkatkan tepat pukul 08.00 WIB. Pembukaan kirab ditandai dengan penyerahan plakat prasasti perang kemenangan perjuangan Surabaya, khususnya perang benteng kedung cowek oleh Komunitas Roode Brug Soerabaia kepada Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini.
Selain berjalan kaki, sebagian peserta juga tampak melalui rute dengan naik aneka jenis kendaraan kuno. Mereka mengendarai sepeda dan mobil antik, menunggang kuda, serta kendaraan lapis baja milik TNI AD.
Menikmati Parade
Ribuan warga Surabaya hadir menikmati parade di sepanjang rute kirab, terutama pada sejumlah titik yang memiliki nilai historis perjuangan arek-arek Suroboyo, seperti Tugu Pahlawan, Gedung Resolusi Jihad, Jalan Raya Bubutan, di perempatan Siola, Hotel Majapahit, Gedung Grahadi, Monumen Bambu Runcing, dan Taman Bungkul. Penonton di sekitar perempatan Siola makin antusias saat aksi teaterikal pertempuran 10 November 1945 digelar.
Rekonstruksi pertempuran diikuti puluhan anggota Komunitas Roode Brug Soerabaia, bersama renaktor (pereka ulang sejarah) dari seluruh Indonesia.
Ketua Komunitas Surabaya Juang, Heri Lentho, menjelaskan rekonstruksi pertempuran yang dipentaskan adalah aksi pejuang mempertahankan Benteng Kedung Cowek. Benteng ini merupakan bangunan peninggalan tentara Jepang yang terletak di pesisir timur Surabaya.
“Jika tahun kemarin rekonstruksi perang dititikberatkan pada perang Alun-alun Contong, sekarang diangkat perang terbesar di November 1945, yakni pertempuran Benteng Kedung Cowek yang selama ini banyak warga tidak tahu. Lebih dari 200 prajurit dari Batalion Sriwijaya gugur di benteng ini saat mempertahankan posisi dari armada Inggris yang datang melalui laut dengan melakukan bombardir,” tegas dia.
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini menyampaikan perjuangan segenap warga Kota Surabaya belumlah usai. “Kita masih dalam peperangan, baik itu melawan kemiskinan dan kebodohan. Saya harap kita semua tetap semangat berjuang untuk memenangkan perang ini,” pungkas dia. – SB/N-3