Wapres Jusuf Kalla Lepas Keberangkatan Raja Salman
Kabar tak sedap yang mengatakan dana korban insiden Crane saat musim haji 2015 tertunda karena pemerintah RI beredar di masyarakat. Kabar tersebut tampaknya membuat pemerintah berang. Mereka kembali menegaskan titik permasalahan klaim justru ada di pemerintah Arab Saudi.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, pemerintah terus berupaya untuk menindaklanjuti kompensasi bagi korban jatuhnya crane di Masijidil Haram, Mekah, September 2015 lalu.
Upaya tersebut dilakukan melalui KBRI Riyadh yang terus menagih janji tersebut. Bahkan, lanjut dia, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi selalu mengungkit permasalahan kompensasi dalam pertemuan bilateral dengan pihak Arab Saudi.
Dia selalu menyampaikan pemerintah RI sudah mengirimkan nota tertulis yang menyatakan proses verifikasi korban WNI telah selesai dilakukan. Mereka tinggal menunggu penerbitan cek oleh Kementerian Keuangan Arab Saudi.
“Namun demikian, ini terkendala oleh adanya korban dari negara lain yang terlambat menyampaikan dokumen yang diperlukan. Pemerintah Arab menyatakan akan membayar jika semua korban dari seluruh negara sudah tercatat,” ujarnya di Jakarta kemarin (4/3).
Iqbal menampik adanya kabar pemerintah Indonesia sebenarnya telah menerima uang kompensasi namun ditahan. Menurutnya, dia juga sudah melakukan koordinasi dengan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) yang diklaim yang mengeluarkan pernyataan itu.
“Kami sampaikan semua hal itu tidak benar. Kami juga sudah meminta klarifikasi GNPF-MUI. Ternyata mereka tidak pernah membahas itu apalagi membuat statemen,” tegasnya.
Saat ini, lanjut dia, pihaknya terus menjalin hubungan tokoh-tokoh agama seperti MUI untuk membahas apa saja isu yang ditangani termasuk kompensasi korban crance. “Pembayaran kompensasi crane merupakan salah satu hal yang dibahas Kemenlu bersama tokoh agama dan ormas Islam,” imbuhnya.
Seperti yang diketahui, sebagian korban jatuhnya crane di Masjidil Haram, Mekah, mulai menagih janji Arab Saudi untuk membayar kompensasi.
Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz sempat menjanjikan akan menyalurkan kompensasi senilai 1 juta riyal atau Rp 3,8 miliar untuk korban crane yang meninggal dan 500 ribu riyal atau Rp 1,9 miliar untuk yang cacat fisik.
Ubah Citra Eksportir TKI
Di sisi lain, kunjungan kenegaraan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud selama empat hari di Jakarta resmi berakhir kemarin (4/3). Wakil Presiden Jusuf Kalla yang melepas Raja Salman yakin kunjungan tersebut bisa merubah citra Indonesia di mata warga Timur Tengah.
Selama ini, Indonesia dianggap sebagai negara belum berkembang dan hanya eksportir tenaga kerja. Tidak ada upacara khusus dalam pelepasan Raja Salman di Bandara Halim Perdanakusuma kemarin.
Mobil Mercedes-Benz S600 Guard yang ditumpangi Raja Salman, tiba di bandara pukul 09.32, langsung menuju ke bibir eskalator yang telah disiapkan. Raja keluar dari mobil dan disambut Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat.
Sedikitnya sepuluh pangeran dan enam menteri kerajaan Arab Saudi yang sebelumnya bertemu secara khusus dengan JK, juga langsung menghampiri raja untuk bersalaman.
Termasuk para penyambut lain dari kedutaan Arab Saudi di Indonesia yang telah menunggu. Raja Salman ke Brunei Darussalam terlebih dahulu sebelum menikmati liburan di Bali mulai sore kemarin.
JK menuturkan, kunjungan Raja Salman itu bukan semata dinilai dari nilai investasi. Tapi, kehadiran raja bisa meningkatkan citra positif Indonesia di Timur Tengah. Khususnya Arab Saudi. Misalnya soal tenaga kerja Indonesia (TKI).
“Umumnya orang Saudi itu membayangkan kita itu daerah, negara terbelakang karena yang ke sana hanya TKI. Jadi dipikir seperti negeri TKI lah kita ini,” ujar JK.
JK juga menyebutkan, data kunjungan warga Indonesia ke Arab Saudi termasuk yang paling tinggi di antara negara lain di dunia. Dalam setahun bisa 1,2 juta orang yang datang ke negeri petro dolar tersebut. Itu termasuk para jamaah haji dan umrah. Selain untuk beribadah juga berbelanja.
“Jangan kira kita hanya minta sama mereka, mereka juga mengharapkan itu (kunjungan orang Indonesia, red). Banyak orang Indonesia berkunjung ke sana,” imbuh dia.
Data dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), jumlah tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi pada Januari 2017 ada 518 orang. Bandingkan data pada Januari 2016 sebanyak 1.324 orang. Penempatan TKI yang paling tinggi di Malaysia 5.688 orang pada Januari 2017.
JK berharap posisi Indonesia dan Arab Saudi bisa setara setelah kunjungan Raja Salman itu. Sebab, ternyata para tamu dari Arab Saudi itu cukup terkejut melihat banyaknya gedung-gedung pencakar langit di Jakarta. Meskipun daerah kumuh juga tetap ada.
“Gedung-gedung tinggi itu lebih banyak di sini daripada di Riyadh atau Jeddah,” ujarnya.
Selain itu, selama kunjungan Raja Salman, situasi keamanan juga terkendali. Bahkan, raja berjuluk penjaga dua kota suci itu sangat gembira dengan penyambutan yang luar biasa di Indonesia. Raja menyebut sambutan itu yang paling meriah selama kunjungan kenegaraan ke luar negeri.
“Raja Salman menganggap ini rumahnya yang kedua,” ujar JK. Persepsi semacam itu diharapkan bukan hanya berdampak pada investasi. Tapi, juga pada kunjungan turis Timur Tengah ke Indonesia. “Rajanya saja tinggal di sini selama sembilan hari, apalagi rakyatnya, mungkin tinggal sebulan,” tambah JK.
Pengamat Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menuturkan, persepsi tentang Indonesia sebagai negara penghasil TKI itu memang tidak bisa dihindari. Karena selama ini yang ditemui oleh orang Timur Tengah, bisa jadi hanya para TKI saja. Kondisi secara utuh Indonesia belum diketahui secara langsung.
“Kunjungan Raja Salman bukan hanya mendapatkan ekspose yang luar biasa di Indonesia tapi juga di Arab Saudi,” ujar dia kemarin.
Guru Besar Universitas Indonesia itu membandingkan persepsi sebagian besar orang Amerika Serikat terhadap Indonesia cenderung kurang baik. Indonesia dianggap sebagai negara yang kerap terjadi serangan terorisme. “Karena yang ditampilkan hanya melalui layar televisi yang terbatas,” tambah dia. (*)
LOGIN untuk mengomentari.