Jakarta (ANTARA) – Pengamat musik sekaligus Program Director M Bloc Space, Wendi Putranto, menilai proyeksi tren konser musik di Indonesia pada tahun depan sangat ditentukan oleh situasi pandemi pada Januari 2022, terutama setelah momen libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
“Kalau untuk tahun depan, terus terang semua promotor dan concert organizer itu masih berdebar-debar menunggu Januari pasca libur Nataru ini. Semuanya dengan sangat hati-hati, kita menunggu, nih, apa yang terjadi dua minggu pasca libur Nataru atau katakanlah sebulan,” kata Wendi saat dihubungi ANTARA pada Selasa.
Menurut Wendi, para promotor dan concert organizer masih mengantisipasi kemungkinan lonjakan kasus COVID-19 yang diprediksi akan muncul setelah Nataru, belajar dari pengalaman yang terjadi setelah libur Lebaran tahun ini. Terlebih, masih belum adanya ketidakpastian mengenai kasus varian Omicron pada tahun depan.
Baca juga: Tujuh album musik fenomenal sepanjang 2021
Baca juga: Tren musik 2022: Dangdut makin jaya, rock perlu waktu untuk pulih
Meski demikian, ia menilai bahwa konser offline atau secara langsung akan kembali menjadi pilhan bagi banyak penonton apabila pandemi melandai tahun depan.
“Sensasi menonton langsung itu menjadi yang paling utama oleh penonton, tak akan tergantikan. Secanggih apapun teknologinya tetap tidak bisa menggantikan sensasi menonton konser secara langsung,” ujarnya.
Hal senada juga dikatakan oleh musisi dan komposer Andi Rianto. Menurutnya, pengalaman menonton konser secara langsung tidak dapat tergantikan dibandingkan konser daring atau online. Ia juga menilai persentase konser offline pada tahun depan akan meningkat jika dibandingkan 2021.
“Memang belum 100 persen, orang masih ada ketakutan tentang pandemi ini. Tapi (secara garis besar) akan jauh lebih meningkat dari tahun ini, live concert,” ujar Andi.
Di sisi lain, Wendi mengatakan, gelaran konser langsung sebetulnya lebih bisa mendukung pemasukan dari sisi promotor dan concert organizer dibanding konser virtual berbayar yang tidak sepenuhnya diminati oleh penonton.
“Hybird atau online concert itu sebetulnya mitigasi, bagaimana caranya tetap bisa manggung karena manggung bukan hanya sekadar main musik tapi sebuah profesi. Juga bagaimana pencaharian tetap berjalan dengan orang-orang di balik layar, seperti kru, manajer, teknisi, dan promotor,”
Menurut Wendi, para pelaku industri musik menyimpan optimisme untuk menyelenggarakan konser offline pada tahun depan mengingat cakupan vaksinasi di Indonesia sudah meningkat dan kasus pandemi melandai beberapa bulan terakhir.
Wendi mengatakan saat ini acara-acara musik dengan penonton skala kecil sudah mulai bergeliat, tetapi untuk acara musik sekelas festival yang memerlukan ribuan penonton masih belum bisa diselenggarakan mengingat pembatasan yang masih diterapkan pemerintah.
“Saya kemarin lihat Synchronize Fest juga akhirnya dibuat di M Bloc Space, kemudian ada IdeaFest yang bikin di M Bloc dalam skala terbatas 150 penonton. Beberapa festival besar seperti Java Jazz juga belum ada, terus Prambanan Jazz Festival juga masih online, kemudian Hammersonic juga masih belum terselenggara,” katanya.
Apabila tahun depan kasus positif COVID-19 meningkat, kata Wendi, para penyelenggara acara musik terpaksa harus menunda konser offline, terutama konser di dalam ruangan, serta akan kembali menyajikan konser dalam format virtual atau hybird.
Sementara itu, Andi menilai konser dalam format drive-in juga bisa dijadikan alternatif di tengah pandemi, terutama untuk mengedepankan keamanan dan kenyamanan saat menonton konser.
“Konser drive-in masih akan ada juga tahun depan meski memang orang akan lebih ingin melihat konser seperti biasa. Tapi kan kita memang harus menciptakan suatu sistem di mana orang bisa nonton konser tapi juga aman, ya, di masa pandemi ini,” ujar Andi.
Baca juga: Konser “hybrid” dan “drive in” tetap jadi tren meski pandemi usai
Baca juga: Tren hiburan 2021 dan semangat untuk semarakkan industri hiburan
Baca juga: Aktivitas virtual jadi tren, konser, kelas hingga tur ke luar negeri
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Alviansyah Pasaribu
COPYRIGHT © ANTARA 2021