Jakarta (ANTARA) – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah untuk segera meratifikasi protocol FCTC di Indonesia, demi melindungi anak-anak dari paparan tembakau.
Komisioner Bidang Kesehatan Sitti Hikmawatty dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (31/5) mengatakan dalam FCTC tersebut setidaknya diberikan penguatan langkah-langkah perlindungan melalui antara lain pengaturan harga jual rokok serta pajak dan cukainya.
“Harga jual rokok di Indonesia termasuk harga jual yang rendah di tingkat Asia bahkan dunia. Harga jual yang rendah ini memungkinkan anak mudah mendapatkan rokok karena terjangkau oleh uang saku mereka,” kata dia.
Terkait masalah cukai, dia mengatakan rokok bukanlah produk normal karena itu perlu dikenai cukai, konsumsinya perlu dikendalikan, dan peredarannya perlu diawasi (UU Cukai).
Menurut dia, cukai yang saat ini diterapkan termasuk rendah sehingga perlu dinaikkan lebih tinggi lagi.
FCTC juga mengatur tentang produk tembakau, dalam UU Kesehatan rokok adalah zat adiktif, karena itu regulasi ini disamakan dengan klasifikasi NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya).
Selain itu FCTC juga memuat pengaturan tentang kemasan dan labelling produk tembakau. Komunikasi, edukasi, informasi guna peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya rokok, pembatasan hingga pelarangan iklan, promosi dan sponshorship Rokok dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi bahaya kecanduan rokok.
Menurut data Riskesdas pada tahun 2018 menjelaskan prevalensi merokok pada anak mengalami kenaikan menjadi 9,1 persen dari capaian Riskesdas tahun 2013 yang hanya 7,2 persen. Sementara target yang diharapkan adalah penurunan di angka merokok anak adalah 5,4 persen.
“Jika dikaitkan dengan semakin maraknya iklan yang beredar terkait produk-produk tembakau termasuk rokok elektrik, terdapat korelasi yang signifikan. Kenaikaan iklan rokok termasuk menjadi pemicu meningkatnya keterpaparan anak dalam mengonsumsi rokok, baik itu rokok konvensional maupun rokok elektrik,” kata dia.