in

Disebut Terima Bansos di Sumut, Maruli: Saya Gak Mau Tanggapi KPK

Foto Maruli

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mengembangkan kasus dugaan suap penanganan korupsi bantuan sosial (bansos) di Sumatera Utara. Lembaga antirasuah itu mencari bukti tambahan terkait dugaan aliran suap kepada pejabat kejaksaan, Maruli Hutagalung.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan, KPK masih mengembangkan kasus dugaan suap yang melibatkan banyak pihak tersebut. Termasuk adanya dugaan aliran uang kepada mantan Direktur Penyidikan (Dirdik) Tindak Pidana Khusus Kejagung Maruli Hutagalung.

Maruli kini menjabat kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur. Basaria memastikan bahwa KPK membuka penyelidikan baru untuk kasus tersebut. Penyelidikan dilakukan tidak hanya berdasar perkataan orang, tapi juga mencari fakta-fakta yang berkesesuaian.

Dia tahu bahwa beberapa pihak yang disebut terlibat kasus itu, termasuk Maruli, pernah membantah menerima uang. Karena itu, penyidik perlu melengkapi alat bukti lain di luar keterangan para saksi.

”Biarkan saja (Maruli, red) membantah, tapi KPK tetap akan melanjutkan kasus ini,” tegasnya kepada wartawan di kantor KPK kemarin.

Nama Maruli Hutagalung memang disebut-sebut menerima aliran uang dari mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. Keterlibatan Maruli itu diungkapkan langsung oleh Evy Susanti, istri Gatot.

Pada 16 November 2015 di Pengadilan Tipikor, Evy menjadi saksi untuk mantan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella. Saat itu Evy mengaku pernah mendengar dari pengacaranya, OC Kaligis, tentang adanya uang yang sudah diserahkan kepada Maruli.

Pernyataan Evy tersebut diungkapkan ketika menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Artha Theresia soal uang yang pernah digelontorkan untuk mengamankan kasus di Pemprov Sumut. Evy menyatakan, OC Kaligis pernah mengungkapkan bahwa ada uang yang diberikan kepada pejabat Kejagung.

Artha pun bertanya siapa pejabat Kejagung yang menerima uang itu. Evy dengan tegas menyebut nama Maruli yang diduga menerima suap Rp 300 juta dari Kaligis.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri mengungkapkan, KPK harus serius mengusut kasus yang menjerat pejabat kejaksaan tersebut. “KPK harus membuktikan tindakan suap itu,” tegasnya di kantor ICW kemarin.

Febri meminta komisi antirasuah itu tidak berhenti melakukan penyelidikan karena berhadapan dengan sesama penegak hukum. Menurut dia, hukum harus ditegakkan terhadap siapa saja.

Tidak ada tebang pilih. Jika sudah menemukan dua alat bukti yang cukup, lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo itu bisa menetapkan Maruli sebagai tersangka.

Mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua ikut angkat bicara soal kasus-kasus korupsi yang diduga melibatkan pejabat di kejaksaan yang kini ditangani KPK. Dia meminta pengawas internal (PI) ikut mendorong penyidik agar lebih profesional. Hal itu perlu dilakukan untuk menjawab keraguan publik selama ini.

“Saya setuju dengan teman-teman ICW bahwa KPK tidak boleh tebang pilih,” katanya.

Sekretaris Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak menjelaskan, KPK seharusnya tidak lagi berwacana dalam dugaan keterlibatan jaksa dalam kasus bansos tersebut. Kalau memang ada sinyalemen dan bukti yang kuat, harus ditindak.

Sementara itu, saat dikonfirmasi, Maruli Hutagalung mempersilakan KPK mengusut lagi kasus tersebut. Menurut dia, kasus tersebut sudah selesai. Maruli kemudian menunjukkan foto yang menurut dia dikirim Jaksa Agung M Prasetyo. Foto tersebut berisi tulisan tangan OC Kaligis tertanggal 19 November 2015.

Isinya, “Surat keterangan mengenai ES Maruli Hutagalung, saya tidak tahu menahu masalah pemberian uang Rp 500 juta. Saya menolak diperiksa secara internal”. “Kalau ada wartawan tanya, tunjukin,” ujar Maruli menirukan jaksa agung.

Dia tidak mau menanggapi rencana KPK melanjutkan penyelidikan kasus tersebut. “Silakan saja. Saya gak akan nanggepi. Saya sudah diperiksa Jamwas. Nggak ada itu,” ungkapnya.

Bagaimana kalau nanti dipanggil KPK? “Silakan. Dipanggil dasarnya apa? Saya tanya jaksa agung. Saya punya atasan. KPK mencari-cari. Ini perkara waktu KPK yang dulu. Sudah ditutup. Selesai. Ini KPK baru tiba-tiba begini. Ada apa?” ucap Maruli dengan nada tinggi.

Hendardi: Jaksa Agung tak Ada Prestasi

Adanya sejumlah pejabat kejaksaan yang terseret kasus korupsi di KPK membuat kinerja Jaksa Agung M. Prasetyo disorot. Ketua Setara Institute Hendardi menyatakan, selama dua tahun Kabinet Kerja berjalan, tak ada prestasi yang ditunjukkan Prasetyo.

“Selama ini jaksa agung nggak ada prestasinya, kecuali memamerkan hukuman mati beberapa kali,” ungkapnya. Karena itu, Hendardi meminta Presiden Joko Widodo me-reshuffle Prasetyo. “Orang ini yang paling nggak pantas diteruskan jabatannya. Prasetyo pantasnya di-reshuffle,” tegasnya.

Jika Prasetyo tetap dipertahankan, Hendardi yakin reformasi di bidang hukum tidak akan tercapai. Khususnya dalam penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Contohnya, kasus kematian Munir Said Thalib. “Gimana mau diharapkan kalau jaksa agungnya semacam itu?” sindirnya.

Begitu pula dengan reformasi di tubuh kejaksaan. Kejaksaan akan sulit profesional jika jaksa agung memiliki background politik. Independensi jaksa pun bakal dipertanyakan. “Nggak tepat jaksa agung dari parpol. Selalu ada kepentingan politik menempel di situ,” ujarnya.

Anggota Komisi III DPR M Syafi’i juga mempertanyakan kinerja Prasetyo. Dia menyebutkan, banyaknya kasus hukum yang menjerat oknum jaksa tak lepas dari sosok jaksa agung. Menurut dia, sejak Kejagung dipimpin orang dari partai politik, kepercayaan publik terhadap lembaga itu berkurang.

Menurut Syafi’i, Jaksa Agung M Prasetyo tidak mungkin bisa independen maupun profesional dalam menjalankan tugasnya. “Dia pasti terkesan mendahulukan kepentingan partainya,” tuturnya. Atas dasar itulah, dia setuju jika posisi jaksa agung layak dipertimbangkan untuk di-reshuffle.

What do you think?

Written by virgo

Di Bali, RI-Australia Sepakati Peningkatan Kerja Sama Maritim

Rogoh Kocek demi Sumbar