MEDAN ( Beriata ) : Pakar Hukum dari Universitas Sumatera Utara (USU) Dr. Abdul Hakim Siagian, menilai prilaku Lesbian – Gay – Biseksual dan Trangander (LGBT) adalah penyimpangan prilaku seksual.
Atau kata lainnya adalah sejenis penyakit yang harus disembuhkan.“Telepas belum adanya poin-poin utuh dan tegas dalam KUHPidana membawa pelaku LGBT ke penjara, namun hakim Makamah Konstitusi (MK),harusnya mengeluarkan putusan lebih tegas.
Sebab LGBT tidak ada sisi baiknya, “ kata Dr. Abdul Hakim Siagian, ketika dibubungi Wartawan, Senini (18/12) .Katanya, meski MK menolak memberikan perluasan tafsir ketiga pasal seperti yang dimohonkan oleh pemohon, sebab sebagai lembaga yudikatif, MK tak memiliki wewenang untuk membuat norma hukum baru.
Tapi, paling tidak putusannya tidak membuat masyarakat salah menafsirkan.Abdul Hakim, mengakui untuk membolehkan atau melarang suatu perbuatan merupakan ranah legislatif atau pembuat undang-undang, yakni Presiden dan DPR.
Tetapi, dalam putusannya,MK sudah mempertontonkan hal yang blunder mengenai banyaknya disenting opinion tentang gugatan itu.“Bagi saya, putusan MK dalam kasus LGBT ini jadi bukti dan meragukan saya apakah mereka sebagai negarawan dan memahami tugasnya,” sebut Abdul Hakim Siagian.
Kemudian, sambungnya putusan MK dalam kasus LGBT ini menunjukkan bahwa mereka tidak konsisten sebagai penjaga konstitusi. Sebab dalam praperadilan (Prapid) mereka meluaskannya, sedangkan untuk kasus ini, mereka menyatakan itu urusan regulator/legislatif dan pemerintah.
‘’Itu artinya, mereka menolak fungsi itu pada hal dalam kasus Prapid tidak demikian,’’ sebut Abdul Hakim.Oleh karena itu, Abdul Hakim, berharap hendaknya kasus ini menjadi putusan kontroversial terakhir dari MK. Ke depan harus dapat evaluasi oleh Presiden sebagai pengendali akhir, agar lembaga MK tidak semakin liar dan meresahkan.
Tidak dibenarkan
Sementara itu, di tempat terpisah Sosiolog Hukum Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Dr. Ansari Yamamah, berpendapat perlu diatur format hukum tegas menindak LGBT dalam KUHPidana. “Dari sudut padang manapun, LGBT tidak dibenarkan, “ katanya.
Ansari Yamamah, menegaskan kehadiran LGBT merugikan dan membahayakan generasi muda. “Aktivitas seksual tanpa ikatan yang sah, baik beda jenis maupun sesama jenis (kelamin),baik antara dewasa dengan dewasa dan dewasa kepada anak,adalah hukumnya haram,”katanya.
Karena itu, semua elemen bangsa ini, terutama pemangku kebijakan dan pembuat UU agar tegas menyusun format hokum pidana tentang LGBT. Kata Ansari, hubungan seks bukan sekedar pelampiasan hasrat semata, tapi untuk melahirkan seorang anak, dan hak anak adalah untuk memperoleh identitas, melalui perkawinan yang sah,” katanya.
Ansari, mengatakan, dari aspek manapun, jelas sudah tidak ada pendiskriminasian dan pelanggaran hak asasi manusia bagi kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender di Idonesia.
Indonesia memang tidak memiliki celah hukum untuk pelegalan pernikahan sejenis.Hal tersebut dan ini diatur secara tegas oleh konstitusi kita yaitu UUD 1945 begitu juga halnya landasan negara kita yaitu Pancasila di Sila Pertama Ketuhan Yang Maha Esa.” Maka sudah seharusnya segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah berlandaskan ketuhanan yang Maha Esa,” katanya.
Karena itu, meski MK menolak permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) soal kejahatan terhadap kesusilaan, namun putusan MK tidak tegas.
Sehingga, banyak pihak salah memahami putusan tersebut. Belakangan banyak beredar postingan di media sosial yang menuduh MK telah melegalkan perbuatan zina dan homo seksual dalam putusannya.(WSP/m49/C)