in

Limbah kayu disulap jadi bahan bakar alternatif

Kediri, Jatim (ANTARA) – Ada beragam manfaat yang didapatkan dari kayu. Mulai batang pohon, akar, bahkan hingga limbah hasil penggergajian kayu pun juga bisa diolah.

Serbuk sisa penggergajian kayu memang sudah sejak lama dimanfaatkan untuk salah satu bahan bakar salah satunya di rumah tangga. Serbuk kayu dipadatkan di media kompor lalu tinggal dibakar dengan tambahan kayu. Itu pun bisa menghemat penggunaan bahan bakar lainnya misalnya elpiji.

Bukan hanya untuk rumah tangga saja. Kini serbuk kayu pun juga dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan untuk menjadi bahan bakar alternatif. Bentuknya kini bukan lagi serbuk sisa hasil gergajian batang kayu tapi sudah menjadi pelet siap bakar.

Adalah di Kelompok Masyarakat (Pokmas) Jaya, Desa Wonorejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, yang berhasil “menyulap” limbah kayu menjadi bakan bakar alternatif.

Kendati baru dalam hitungan bulan mulai beroperasi, “wood pelet” atau pelet kayu buatan pokmas ini mempunyai pelanggan tetap. Hasil produksi pun bisa tertampung dengan baik ke perusahaan.

Ketua Pokmas Jaya, Desa Wonorejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Majudi mengatakan ide awal membuat pelet kayu ini karena ada permintaan. Bahan bakar ini dikenal ramah lingkungan dan ekonomis, sehingga ia pun juga berani untuk membuatnya.

“Kami berinisiatif membuat wood pelet, mengambil contoh dari luar, dipraktikkan ternyata enak. Harga juga murah,” kata Majudi di Kediri, Minggu (5/9) 2021.

Pihaknya bekerja sama dengan Indo Putra Grup, sebuah perusahaan di Desa Wonorejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri. Perusahaan itu membuat beragam produk, salah satunya adalah kerupuk, sehingga memerlukan bahan bakar untuk mengolah produknya.

Bahan baku yang berlimpah serta berbekal dari belajar dari beragam media, membuat Majudi dengan pengurus pokmas lainnya semakin bersemangat. Apalagi saat ini pandemi COVID-19. Orang ada yang kesulitan mencari pekerjaan, namun dengan kerjasama yang apik ini, membuat ia dengan anggota lainnya justru membuka ladang pekerjaan.

“Wood pelet itu simpel, ringan. Kadar airnya lebih kering, jadi bisa untuk bahan bakar,” kata dia.

Sebagai pokmas yang baru menekui usaha pelet kayu ini, ia dengan teman-temannya merasa terbantu sebab produk buatan pokmas bisa tertampung dengan baik. Dengan ini, tentunya ada kepastian aktivitas usaha sehingga anggota yang bekerja pun juga bisa dapat pemasukan keluarga.

Memanfaatkan mesin bekas, hasil pelet kayu yang didapatkan tidak mengecewakan. Dari dua unit mesin sehari bisa menghasilkan sekitar 1,5 ton. Jumlah ini memang masih kecil, namun diharapkan ke depan akan semakin berkembang.

Hitungan lima bulan, usaha pelet kayu yang dikelola oleh Pokmas Jaya Desa Wonorejo, Kabupaten Kediri ini tetap beroperasi setiap hari. Kini, ada dua mitra yang bekerja sama memasok serbuk kayu itu untuk kebutuhan produksi.

Membuat pelet kayu, kata Majudi tidak terlalu sulit. Serbuk digiling jadi lebih halus dicampur dengan batang ketela pohon yang juga digiling halus. Setelah itu, kedua bahan dicampur menjadi satu, digiling berkali-kali hingga menjadi bentuk pelet. Kini, produk itu siap jadi bahan bakar.

Murah dan mudah

Pemilik Indo Putra Grup Desa Wonorejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri Sumadianto mengatakan pelet kayu ini adalah salah satu terobosan bahan bakar alternatif yang cukup murah dan mudah dicari.

Murah karena harganya ada selisih lebih efisien ketimbang bahan bakar lainnya dan mudah dicari. Bahan baku pelet kayu ada di sekitar Kediri dan kini sudah bekerja sama dengan pokmas untuk pengiriman bahan bakar alternatif itu.

Sumadianto mengatakan dalam menjalankan usaha kerupuk di tempatnya, ia dahulu menggunakan berbagai macam bahan bakar, seperti kayu, cangkang sawit, hingga akhirnya mencoba menggunakan pelet kayu. Hasilnya, dari beragam bahan bakar yang pernah dicoba, pelet kayu sangat ekonomis.

Hal itu berdasarkan hitung-hitungan yang telah dilakutan tim akuntansi di perusahaan. Biaya produksi cukup rendah, sehingga ia pun memberikan dukungan ke pokmas mengirimkan pelet kayu ke perusahaan. Harganya Rp750 per kilogram.

Ia mengakui kapasitas hasil produksi pelet kayu itu masih kecil, hanya 1,5 ton per hari. Padahal, ia punya kebutuhan yang cukup banyak. Selain untuk bahan bakar di usaha kerupuk, juga bahan bakar di usaha pasta cabai.

Alhasil, kini yang memanfaatkan pelet kayu hanya usaha kerupuk, sedangkan untuk usaha pasta cabai masih memanfaatkan kayu bakar.

“Kami terbantu dengan ini (pelet kayu), karena HPP (harga pokok produksi) juga bisa turun. Kalau bahan bakar ini lebih panas,” kata pria berumur 51 tahun ini.

Menggunakan bahan bakar pelet kayu ini tentunya juga harus siap menambah pengeluaran. Bagaimana tidak. Tungku pembakaran dengan bahan baku kayu beda dengan pelet kayu.

Namun, itu tidak menjadi masalah bagi Sumadianto. Ia menilai hal ini bisa dimanfaatkan jangka panjang dan sebagai investasi sehingga mengubah tungku pun dilakoninya.

Pria yang juga Wakil Ketua Umum Bidang Agrobisnis dan Ketahanan Pangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Kediri ini juga menambahkan hasil pembakaran dari pelet kayu juga cenderung lebih bersih. Tentunya ini juga tidak terlalu mengganggu lingkungan.

Sumadianto menilai peluang usaha industri ini masih sangat terbuka lebar. Saat ini, banyak perusahaan yang melirik memanfaatkan pelet kayu ini sebagai bahan bakar di industrinya. Bakar bakar alternatif yang murah.

Apalagi di era pandemi COVID-19 ini, dengan pengeluaran untuk bahan bakar yang mampu ditekan tentunya operasional perusahaan juga bisa lebih dihemat.

Ia justru juga memberikan ide agar UMKM bisa memanfaatkan bahan bakar ini. Pemilik UMKM mayoritas memanfaatkan elpiji untuk berjualan, namun dengan bahan bakar ini tentunya lebih bisa menghemat ongkos produksi.

Ia juga mengajak serta kepada pokmas lainnya jika berminat untuk ikut serta fokus menggarap bahan bakar alternatif ini. Kelompok masyarakat diutamakan ketimbang industri besar, karena dengan pokmas bisa lebih memberdayakan masyarakat.

Terlebih lagi, persaingan usaha di bidang bahan bakar ramah lingkungan ini masih cukup minim di Kediri. Bahkan, dirinya menduga tidak ada lagi yang produksi bahan bakar pelet kayu ini di Kabupaten Kediri.

Hal itu ia dengar saat berbincang dengan petugas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Kediri yang mengatakan sebelumnya ada satu pabrik di Kabupaten Kediri yang membuat pelet kayu namun orientasinya ekspor. Kini, perusahaan itu tidak lagi beroperasi.

“Menurut saya menarik, bagus peluang ini untuk hidupkan ekonomi masyarakat,” kata dia.

Sebagai seorang pengusaha, ia juga menilai pendampingan dari pemerintah daerah sangatlah penting, agar usaha kelompok masyarakat bisa lebih berkembang. Namun, ia tahu bahwa hal itu tidak mudah. Dengan semangat yang terus optimistis, ia pun yakin pokmas lainnya juga bisa berkembang.

Dukungan Kadin 

Ketua Kadin Kabupaten Kediri Yekti Murih Wiyati mengapresiasi pokmas yang berhasil membuat bahan bakar alternatif tersebut, dari awalnya limbah kayu ternyata bisa diolah menjadi bahan bakar yang punya nilai ekonomis cukup baik.

Pihaknya sebenarnya juga sudah punya rencana untuk ikut melakukan sosilisasi pemanfaatan bahan bakar alternatif, namun karena terkendala PPKM hal itu urung dilakukan.

Menurut dia potensi bahan bakar pelet kayu untuk industri maupun UMKM masih berpeluang besar. Penggunaannya juga bisa menekan pemanfaatan bahan bakar lain misalnya elpiji.

“Prospeknya bagus, karena juga menyerap limbah jadi bisa dipakai. Ini inovasi yang cukup bagus dan memang diperlukan dalam kondisi seperti ini,” kata Yekti.

Sumadianto, pengurus Kadin Kabupaten Kediri menambahkan peranan Kadin memang salah satunya mendorong pemulihan ekonomi nasional supaya di Kabupaten Kediri itu terus tumbuh. Untuk itu, perhatian kepada pokmas pun juga sangat diharapkan.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Kediri Tutik Purwaningsih mengatakan pemerintah kabupaten mendukung agar UMKM maupun usaha kecil di kabupaten ini terus maju.

Beragam acara dilakukan salah satunya menggelar workshop digital marketing. Namun, pihaknya juga mendukung terkait dengan pengurusan izin usaha bagi yang belum hingga sosialisasi merek usaha.

Tutik mengemukakan banyak cara mengenalkan produk salah satunya memanfaatkan digital marketing sehingga penjualan juga mempermudah.

“Kami mengajak pelaku usaha Kabupaten Kediri untuk menikmati perkembangan digital melalui marketing untuk pelaku usaha di kabupaten ini,” katanya.

Sekali lagi, pandemi COVID-19 tidak hanya sarat dengan kisah sedih. Inovasi juga lahir dari pandemi, dan salah satunya adalah kisah positif lahirnya bahan bakar alternatif dari limbah kayu di Kediri.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Sebanyak 13 atlet Siak bantu Riau berjuang di PON Papua

Anya Taylor-Joy kembali ke masa lalu di thriller “Last Night in Soho”