in

Limbah Medis Korona Harus Jadi Perhatian

YOGYAKARTA – Tak hanya kesehatan masyarakat dan ekonomi, pandemi virus korona yang ada di Indonesia juga menimbulkan masalah lain, yakni pengelolaan limbah medis di rumah sakit (RS). Hingga kini, belum ada data berapa banyak limbah medis di Indonesia yang dihasilkan oleh pasien Covid-19 dan para tenaga kesehatan (nakes).

Namun, berkaca pada Tiongkok , ada kenaikan jumlah limbah medis yang biasanya hanya 4.902 ton/hari menjadi 6.066,8 ton/hari setelah Covid-19 menyerang setidaknya 81 ribu orang. Artinya, rerata pasien terinfeksi menyumbang 14,3 kg limbah medis per hari.

Sekretaris Jenderal Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia (Sekjen IESA) Dr Lina Tri Mugi Astuti mengatakan peningkatan ini perlu diperhatikan. Sebab, di Indonesia, per data November 2019, ada 296 ton limbah medis dari 2.852 rumah sakit, 9.909 puskesmas dan 8.841 klinik. Dari data itu, tidak semua dapat mengelola limbah sendiri.

“Dari 2.852 RS itu, baru 96 yang punya insenerator. Di beberapa rumah sakit, itu pun sudah tidak layak operasi,” katanya dalam diskusi daring ‘Aspek Penting Pengelolaan Limbah Medis di Era Covid-19’ yang diselenggarakan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama PERSI (Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia), Selasa (07/04).

Sementara, total fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang memiliki izin pengolahan limbah B3, termasuk limbah medis hanya ada 82, tersebar di 20 provinsi. Sebagian lain mengandalkan badan usaha pengolah limbah medis yang berjumlah 6 di Indonesia, 5 di Pulau Jawa dan 1 di Kalimantan. Masing-masing memiliki kapasitas pengolahan sebanyak 151,6 ton per hari.

Singkatnya, dengan data tersebut, pada kondisi normal saja Indonesia masih memiliki permasalahan pengelolaan limbah medis. Lina mengatakan pengolahan limbah medis ini perlu perhatian pemerintah daerah (pemda). Menurutnya, tidak akan mungkin jika limbah itu dikirim ke badan usaha pengolah limbah medis terus menerus.
“Setiap daerah perlu berpikir dimana mau menaruh pengolahan limbah ini. Segera petakan lokasi di daerah untuk diupayakan sebagai tempat pemusnahan limbah. Kita butuh bergerak cepat,” tambahnya.

Peneliti PKMK FKKMK UGM, Sarwestu Widyawan mengimbau kepada masyarakat untuk menggunakan masker kain yang bisa dicuci agar mengurangi sampah medis berupa masker. Jika menggunakan masker bedah pun sebaiknya langsung dirobek atau dipotong usai menggunakan agar tidak disalahgunakan. YK/AR-3

What do you think?

Written by Julliana Elora

Satlantas Polres Sergai Semprot Jalan Desa

Pesan Presiden Jokowi untuk Masyarakat Indonesia terkait Covid-19